Mahasiswa?

Selasa, 19 April 2022 - 18:45 WIB
loading...
Mahasiswa?
Febry Silaban Pegiat Bahasa. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Febry Silaban
Pegiat Bahasa
Alumnus Magister Kebijakan Publik dari Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Indonesia

ADA adagium Latin yang terkenal, yaitu nomen est omen. Artinya, nama itu adalah pertanda. Pepatah ini hendak mengatakan bahwa dalam sebuah nama selalu terkandung sebuah harapan baik. Penghayatan makna dimulai dari nama dan kata.

“Mahasiswa”, mungkin semua orang tidak asing dengan istilah yang satu ini. Banyak orang yang merasa bangga ketika menyandang status sebagai mahasiswa. Orang tua sangat menginginkan anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Ya, memang tidak bisa dimungkiri mahasiswa dianggap sebagai kaum intelektual yang mengerti segala hal. Bahkan terkesan diagungkan karena memiliki kata terikat “maha-”, yang berarti siswa yang agung atau siswa yang hebat.

Letak keagungannya mungkin adalah pada tataran pikir dan norma. Pelekatan bentuk terikat kata “maha” pada siswa ini terkandung harapan bahwa seorang siswa di perguruan "tinggi" diharapkan "tinggi" pula ilmu dan moralnya.

Namun, adakah yang tahu, bagaimana awalnya siswa atau murid yang bersekolah di perguruan tinggi mendapat istilah “maha”-siswa? Belum jelas siapa yang pertama kali mencetuskan sebutan “mahasiswa” ini. Sebutan itu sudah digunakan sebelum Indonesia merdeka tahun 1945.

Kini, kata “maha” yang melekat pada siswa itu begitu luar biasa sehingga mereka menjadi seperti siswa yang sudah “pintar” padahal masih kuliah. Seorang mahasiswa menjadi mahatahu, mahapintar, maha ini dan maha itu, sesuatu yang seharusnya milik Tuhan yang Mahatahu, Mahakuasa, dan sebagainya.

Kata “maha” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ‘sangat’, ‘besar’, atau ‘mulia’. Sedangkan kata “siswa” berasal dua sumber berbeda.

Yang pertama, kata siswa merupakan serapan dari nama seorang dewa Trimurti dalam agama Hindu, yaitu Syiwa. Dewa Syiwa adalah dewa pelebur dan pemusnah yang tugasnya menghancurkan segala sesuatu yang telah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya.

Asal kata siswa yang kedua dari bahasa Jawa, yaitu wasis. Wasis dalam bahasa Jawa adalah orang yang pandai. Maka, siswa dimaknakan sebagai orang yang belum pandai, merasa tidak pandai, atau kurang berilmu. Secara sederhana, siswa adalah orang yang belum wasis.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2146 seconds (0.1#10.140)