MA Potong Hukuman Mantan Panitera PN Jakarta Utara

Jum'at, 19 Juni 2020 - 11:46 WIB
loading...
MA Potong Hukuman Mantan Panitera PN Jakarta Utara
Mantan Panitera PN Jakarta Utara Rohadi. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman mantan panitera PN Jakarta Utara Rohadi melalui putusan peninjauan kembali (PK) kasus suap pengurusan perkara tersebut.

"Pemohon PK atau terpidana dijatuhi pidana penjara selama lima tahun denda sebesar Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan yang dijatuhkan pada Rabu, 17 Juni 2020," ujar juru bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi, Jumat (19/6/2020).

Dikabulkannya PK Rohadi, otomatis membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara. Rohadi dianggap terbukti terlibat dalam suap pengurusan perkara artis Saipul Jamil.

(Baca: Perilaku Hakim Agung Paling Banyak Dilaporkan ke Komisi Yudisial)

Pada 2016, Rohadi divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Dia terbukti menerima suap Rp50 juta untuk pengurusan majelis hakim dan Rp250 juta untuk mengatur Saipul Jamil divonis ringan oleh majelis hakim PN Jakarta Utara. Suap diberikan kepada Rohadi dan hakim Ifa Sudewi.

Menurut majelis hakim PK, Rohadi yang berstatus sebagai panitera pengganti hanya berperan sebagai perantara dan dakwaan terhadap Rohadi dianggap tidak tepat.

Salah satu unsur yang dikenakan dalam dakwaan yakni Rohadi melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Majelis Hakim menilai Rohadi sebagai panitera pengganti tidak mempunyai kewenangan menentukan atau menunjuk majelis hakim kasus Saipul Jamil.

(Baca: MA Tolak Kasasi KPK Atas Vonis Bebas Sofyan Basir)

Rohadi juga dinilai tidak memiliki kewenangan menentukan berat ringannya hukuman. Sementara itu, pejabat yang dimaksud pada unsur Pasal 12 huruf a UU Tipikor yakni yang mempunyai kewenangan. Suap diberikan agar pejabat melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan kewajiban jabatannya.

"Oleh karena itu menurut majelis hakim PK, dakwaan yang lebih tepat dikenakan kepada pemohon PK atau terpidana adalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan melanggar Pasal 11 UU Tipikor," ungkap Andi.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2260 seconds (0.1#10.140)