Konflik Rusia vs Ukraina, Indonesia Perlu Mewaspadai Krisis Pangan dan Energi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia selama dua tahun lebih membuat ketersediaan pangan global semakin menipis. Situasi pangan menjadi lebih buruk akibat terjadinya konflik antara Rusia dan Ukraina.
Akibat Covid-19 dan perang ini, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyebutkan jika harga pangan mencapai titik tertinggi. Sebab, Ukraina dan Rusia selama ini merupakan penghasil pangan dunia. Sementara banyak negara lain bergantung dengan hasil pangan dari kedua negara.
"Ketersediaan pangan dunia yang semakin menipis ini secara otomatis berakibat buruk bagi kebutuhan pangan di Indonesia. Karenanya, harga-harga pangan dan kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga yang sangat tinggi dan terjadi kenaikan angka inflasi," kata Ketua Fraksi Partai NasDem Roberth Rouw dalam keterangannya, Senin (18/4/2022).
Menurut dia, jika tidak diantisipasi, maka akan berpengaruh terhadap stabilitas pangan di dalam negeri. Fraksi Partai NasDem, kata dia, mempunyai kepentingan untuk menjaga agar krisis pangan ini tidak terjadi di dalam negeri.
"Karenanya semua pihak harus mempersiapkan langkah antisipatif terhadap setiap dampak yang ditimbulkan. NasDem pun mengajak semua pihak untuk memperkuat ketahanan pangan dengan mendukung program pemerintah yang ingin melakukan swasembada pangan," ungkap Roberth.
Untuk menyikapi berbagai permasalahan pangan dunia, Fraksi NasDem menyampaikan tiga hal penting, yakni:
1. Mendukung secara kritis dan konstruktif Pemerintahan Jokowi sampai 2024.
2. Mendukung sikap pemerintahan Indonesia yang melakukan sikap abstain di SU Dewan Keamanan PBB terkait masalah Ukraina.
3. Meminta seluruh anggota Fraksi NasDem untuk melakukan pemantauan ketersedian pasokan sembako dan keterjangkauan harga di seluruh Indonesia serta harga dan jumlah bahan energi.
"Untuk itu, Fraksi NasDem membuka posko pengaduan terkait masalah sembako dan energi," tandas Roberth.
Akibat Covid-19 dan perang ini, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyebutkan jika harga pangan mencapai titik tertinggi. Sebab, Ukraina dan Rusia selama ini merupakan penghasil pangan dunia. Sementara banyak negara lain bergantung dengan hasil pangan dari kedua negara.
"Ketersediaan pangan dunia yang semakin menipis ini secara otomatis berakibat buruk bagi kebutuhan pangan di Indonesia. Karenanya, harga-harga pangan dan kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga yang sangat tinggi dan terjadi kenaikan angka inflasi," kata Ketua Fraksi Partai NasDem Roberth Rouw dalam keterangannya, Senin (18/4/2022).
Menurut dia, jika tidak diantisipasi, maka akan berpengaruh terhadap stabilitas pangan di dalam negeri. Fraksi Partai NasDem, kata dia, mempunyai kepentingan untuk menjaga agar krisis pangan ini tidak terjadi di dalam negeri.
"Karenanya semua pihak harus mempersiapkan langkah antisipatif terhadap setiap dampak yang ditimbulkan. NasDem pun mengajak semua pihak untuk memperkuat ketahanan pangan dengan mendukung program pemerintah yang ingin melakukan swasembada pangan," ungkap Roberth.
Untuk menyikapi berbagai permasalahan pangan dunia, Fraksi NasDem menyampaikan tiga hal penting, yakni:
1. Mendukung secara kritis dan konstruktif Pemerintahan Jokowi sampai 2024.
2. Mendukung sikap pemerintahan Indonesia yang melakukan sikap abstain di SU Dewan Keamanan PBB terkait masalah Ukraina.
3. Meminta seluruh anggota Fraksi NasDem untuk melakukan pemantauan ketersedian pasokan sembako dan keterjangkauan harga di seluruh Indonesia serta harga dan jumlah bahan energi.
"Untuk itu, Fraksi NasDem membuka posko pengaduan terkait masalah sembako dan energi," tandas Roberth.
(thm)