Korona dan Tahun Ajaran Baru di Pesantren
loading...
A
A
A
Terhadap beberapa pesantren, misalnya Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Al-Ishlah Sendangagung Lamongan, dan lain-lain, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengapresiasi upaya pesantren ini. Pemerintah Jawa Timur membuat program kerjasama bertajuk Pesantren Tangguh Semeru Covid-19. Yaitu, sebuah program apresiasi terhadap pesantren yang benar-benar siap menerapkan protokol pencegahan korona, terutama menghadapi tahun ajaran baru.
Kepedulian terhadap Santri dan Pendidik
Semua pelaku pendidikan pasti berpikir bahwa kebijakan terbaik yang diambil adalah sebagai bentuk kepedulian terhadap siswa atau santri dan juga pendidik. Bagi sekolah non pesantren dengan segala resiko yang dihadapi, pembelajaran online merupakan kebijakan paling safe untuk melindungi siswa dan pendidik dari penyebaran korona. Pembelajaran tetap berjalan, siswa tetap mendapatkan hak belajar, dan pendidik tetap memiliki aktifitas yang lancar untuk penghasilannya.
Bagi pesantren, kembali ke pondok dengan protokol ketat, diharapkan menjadi jalan paling aman, serta berjalannya secara normal kembali proses belajar-mengajar. Pendidikan dan kehidupan pesantren yang dilakukan selama 24 jam dapat menjadi penggemblengan kembali bagi santri untuk mengerti tentang makna belajar dan belajar kehidupan. Secara pendidikan, mengembalikan santri ke pondok adalah langkah kepedulian pesantren terhadap santri agar kembali fokus pada belajar, berinteraksi kembali yang sangat menyehatkan dengan rekan-rekannya, serta tidak kecanduan gadget.
Dalam keadaan yang belum stabil ini, pembelajaran online di sekolah non pesantren perlu memperhatikan beberapa aspek teknis yang bisa jadi justru menjadi kendala utama. Tidak semua siswa memiliki akses internet yang memadai dan fasilitas lain terkait pembelajaran online. Kebijakan belajar online ini kemungkinan sangat cocok untuk di kota besar, atau di wilayah yang tingkat kemakmuran masyarakat sudah cukup memadai. Bagaimana di wilayah yang masyarakatnya sangat kurang kehidupan perekonomiannya. Jangankan membeli pulsa, bahkan untuk makan saja mereka masih susah. Nasib siswa yang seperti ini beserta keluarga dan masa depannya harus dipikirkan dan dicarikan jalan keluarnya. Dalam masa panjang pembelajaran online, tanpa fasilitas yang mendukung secara teknis, apa yang mereka lakukan untuk mengisi hari-hari pembelajaran juga perlu diperhatikan mekanismenya.
Pada sekolah non pesantren yang secara teknis kurang memadai fasilitas pembelajarannya, memiliki tenaga pendidik yang penghasilannya bergantung kepada proses belajar-mengajar, tiadanya kegiatan pembelajaran bermakna tiadanya penghasilan untuk mereka. Pemerintah dan masyarakat luas perlu memperhatikan pendidik yang seperti ini. Yakni, memperhatikan guru, pahlawan tanpa tanda jasa.
Sebagai kalam akhir, semoga korona segera sirna dan kalaupun masih ada agar bersahabat dengan kita. Kita berharap pemerintah benar-benar memperhatikan nasib siswa dan santri. Terutama para tenaga pendidik yang barangkali penghasilannya semakin terpuruk di era korona ini.
Kepedulian terhadap Santri dan Pendidik
Semua pelaku pendidikan pasti berpikir bahwa kebijakan terbaik yang diambil adalah sebagai bentuk kepedulian terhadap siswa atau santri dan juga pendidik. Bagi sekolah non pesantren dengan segala resiko yang dihadapi, pembelajaran online merupakan kebijakan paling safe untuk melindungi siswa dan pendidik dari penyebaran korona. Pembelajaran tetap berjalan, siswa tetap mendapatkan hak belajar, dan pendidik tetap memiliki aktifitas yang lancar untuk penghasilannya.
Bagi pesantren, kembali ke pondok dengan protokol ketat, diharapkan menjadi jalan paling aman, serta berjalannya secara normal kembali proses belajar-mengajar. Pendidikan dan kehidupan pesantren yang dilakukan selama 24 jam dapat menjadi penggemblengan kembali bagi santri untuk mengerti tentang makna belajar dan belajar kehidupan. Secara pendidikan, mengembalikan santri ke pondok adalah langkah kepedulian pesantren terhadap santri agar kembali fokus pada belajar, berinteraksi kembali yang sangat menyehatkan dengan rekan-rekannya, serta tidak kecanduan gadget.
Dalam keadaan yang belum stabil ini, pembelajaran online di sekolah non pesantren perlu memperhatikan beberapa aspek teknis yang bisa jadi justru menjadi kendala utama. Tidak semua siswa memiliki akses internet yang memadai dan fasilitas lain terkait pembelajaran online. Kebijakan belajar online ini kemungkinan sangat cocok untuk di kota besar, atau di wilayah yang tingkat kemakmuran masyarakat sudah cukup memadai. Bagaimana di wilayah yang masyarakatnya sangat kurang kehidupan perekonomiannya. Jangankan membeli pulsa, bahkan untuk makan saja mereka masih susah. Nasib siswa yang seperti ini beserta keluarga dan masa depannya harus dipikirkan dan dicarikan jalan keluarnya. Dalam masa panjang pembelajaran online, tanpa fasilitas yang mendukung secara teknis, apa yang mereka lakukan untuk mengisi hari-hari pembelajaran juga perlu diperhatikan mekanismenya.
Pada sekolah non pesantren yang secara teknis kurang memadai fasilitas pembelajarannya, memiliki tenaga pendidik yang penghasilannya bergantung kepada proses belajar-mengajar, tiadanya kegiatan pembelajaran bermakna tiadanya penghasilan untuk mereka. Pemerintah dan masyarakat luas perlu memperhatikan pendidik yang seperti ini. Yakni, memperhatikan guru, pahlawan tanpa tanda jasa.
Sebagai kalam akhir, semoga korona segera sirna dan kalaupun masih ada agar bersahabat dengan kita. Kita berharap pemerintah benar-benar memperhatikan nasib siswa dan santri. Terutama para tenaga pendidik yang barangkali penghasilannya semakin terpuruk di era korona ini.
(ras)