Korona dan Tahun Ajaran Baru di Pesantren

Kamis, 18 Juni 2020 - 15:09 WIB
loading...
Korona dan Tahun Ajaran...
Piet H. Khaidir
A A A
Piet H. Khaidir
Sekretaris Pondok Pesantren Al-Ishlah, Sendangagung Paciran Lamongan

Meski Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menetapkan penjadwalan tahun ajaran baru pendidikan 2020/2021 tetap dibuka pada 13 Juli 2020, ia memutuskan bahwa pembelajaran siswa tetap dilakukan dari rumah (online) sampai dengan awal tahun 2021. Sang menteri tidak mau mengambil resiko penyebaran covid-19 terjadi dengan cluster baru dari sekolah. Apalagi ada pengalaman kebijakan buka tutup sekolah di Korea Selatan, setelah ada lonjakan tak terduga kasus positif korona, setelah dua pekan masa pembelajaran dibuka. Nadiem mengambil langkah hati-hati.

Kebijakan Nadiem ini mendapatkan respon beragam di dunia pendidikan. Beberapa Provinsi, Kota dan Kabupaten mengambil kebijakan moderat, dengan pertimbangan zonasi penyebaran korona. Misalnya, di Provinsi Jawa Timur semacam ada kesepakatan 13 Juli 2020 itu akan dijadwalkan untuk belajar di sekolah. Di antara pertimbangannya adalah zonasi korona, pengetatan pemberlakuan protokol kesehatan dan pencegahan korona di sekolah dan selama perjalanan dari rumah ke sekolah. Yang riskan memang dalam perjalanan dari rumah ke sekolah.

Berbeda dengan sikap sekolah non pesantren, pondok pesantren terlihat lebih progresif dalam menghadapi tahun ajaran baru ini. Rerata pesantren memiliki sekolah baik yang berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan Nasional maupun Kementrian Agama. Juga ada yang tidak memiliki sekolah, hanya kurikulum pondok pesantren. Sebagian besar pesantren dalam menghadapi tahun ajaran baru dilakukan dengan pembelajaran langsung. Santri dijadwalkan tetap kembali ke pesantren sesuai jadwal tahun ajaran baru.

Protokol Pencegahan Korona di Pesantren
Sebagian besar pesantren memang menjadwalkan santri untuk kembali ke pesantren tepat waktu sesuai tahun ajaran baru. Untuk keperluan ini, rerata pesantren telah siap dengan protokol pencegahan korona dengan membuat maklumat dan standard of procedure (SOP) untuk santri ketika mereka kembali ke pesantren, mulai dari proses perjalanan dari rumah menuju pesantren, ketika datang di pesantren, dan masa hidup di pesantren untuk pembelajaran.

Pesantren Gontor dan beberapa pesantren alumni Gontor misalnya menjadwalkan kedatangan santri pada pertengahan Juni sampai dengan pertengahan Juli. Di antara SOP yang diterapkan adalah santri diwajibkan melakukan isolasi diri sebelum keberangkatan ke pesantren. Dalam perjalanan mereka harus diantar kendaraan khusus yang diurus oleh konsulat masing-masing daerah. Dengan kendaraan khusus ini para santri diharapkan tidak terkontak dengan siapapun, sehingga lebih terhindar dari penyebaran korona. Para santri dianjurkan memakai masker, membawa handsanitizer, dan peralatan pribadi yang memungkinkan di antara mereka sendiri dapat dilakukan physical distancing.

Ada pesantren yang membuat SOP lebih ketat untuk pencegahan korona. Misalnya, pondok pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran. Sebelum kedatangan ke pesantren, santri diwajibkan mengisolasi diri secara mandiri selama 14 hari. Ketika berangkat, santri sudah mengantongi surat sehat dari dokter, menanda-tangani surat pernyataan telah isolasi mandiri, dan surat screening mandiri korona. Proses kedatangan santri di pesantren ini dilakukan secara bertahap dan bergelombang. Jarak kedatangan antara santri yang dijadwalkan tiba pada gelombang pertama, kedua dan seterusnya adalah 14 hari.

Jumlah hari ini menggunakan rumus masa inkubasi korona. Jadi, ketika santri yang gelombang pertama datang, mereka tidak langsung masuk kamar mereka, melainkan diarahkan menuju kamar isolasi secara berkelompok di ruangan khusus dengan partisi dan jarak, selama 14 hari lagi. Para santri gelombang pertama selesai masa isolasi, mereka diarahkan masuk kamar masing-masing. Lalu, berangkatlah santri dengan jadwal gelombang kedua dengan proses dan prosedur yang sama.

Untuk mencegah penyebaran sedemikian rupa, santri harus membawa masker, handsanitizer, sajadah, piring, dan sendok makan secara pribadi. Walisantri juga tidak diperbolehkan melakukan kunjungan selama masa pandemi ini.

Tentu pesantren berbeda dengan sekolah yang tanpa pesantren. Interaksi setelah masa isolasi berakhir secara protokol lebih terjamin tidak terjadinya penyebaran dan terpapar korona. Protokol yang ketat diharapkan menjadi upaya pencegahan. Di sinilah mungkin perlu dimaklumi dan dipahami oleh semua pihak, bahwa pesantren dalam hal ini bukan menentang kebijakan pemerintah. Karena sistem pembelajaran dan interaksi antar penghuni pesantren tidak terkontaminasi dengan pihak luar. Sekolah non pesantren, dengan siswa yang pulang pergi, tentu sudah tepat mengikuti kebijakan Nadiem dengan pembelajaran online.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1147 seconds (0.1#10.140)