BPOM Sebut 1.094 Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Mengandung Bahan Kimia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) terus berupaya memberantas peredaran obat tradisional mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) berbahaya. Hingga kini BPOM telah mengeluarkan public warning terhadap 1.094 produk obat tradisional dan suplemen kesehatan karena mengandung BKO.
Hal itu terungkap dalam webinar “Integrated Webinar Series Bahaya Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), pada Selasa, 5 April 2022. ”Peredaran obat tradisional mengandung BKO menimbulkan dampak negatif pada sisi ekonomi, hukum, sosial, dan budaya,” ujar Kepala Badan POM Penny K. Lukito, Rabu (6/4/2022).
Dari sisi ekonomi, kata Penny, peredaran produk mengandung BKO ini dapat merugikan produsen obat tradisional yang legal karena timbul persaingan yang tidak sehat dan juga peningkatan biaya kesehatan masyarakat akibat efek samping yang timbul. Sedangkan dari sisi hukum, jika tidak dilakukan penindakan maka berpotensi menimbulkan dampak ketidakpastian hukum terhadap peredaran obat tradisional mengandung BKO.
”Dari sisi sosial dapat menimbulkan keresahan di masyarakat akibat adanya bahaya terhadap kesehatan dan dari sisi budaya dapat menurunkan penggunaan atau konsumsi dan citra jamu sebagai national heritage Indonesia,” ujarnya.
Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM 2021, sebanyak 64 produk sekitar 0,65% dari total 9.915 produk obat tradisional yang telah disampling dan diuji, diketahui mengandung BKO.
BKO yang paling banyak ditambahkan yaitu Sildenafil Sitrat, Tadalafil dan turunannya untuk stamina pria, parasetamol, deksametason untuk pegal linu, dan sibutramin hidroklorida untuk pelangsing. “Walaupun persentase obat tradisional mengandung BKO tergolong relatif kecil, namun bahaya bahaya terhadap kesehatannya sangat tinggi bagi masyarakat,” ujarnya.
Terkait dengan temuan tersebut, kata Penny, penanganan obat tradisional mengandung BKO akan lebih optimal jika dilakukan secara sinergis dan terintegrasi bersama semua pemangku kepentingan. Integrasi tersebut dilakukan melalui tiga strategi integrasi, yaitu integrasi pelaksana program, bentuk program, dan tempat pelaksanaan program. “Badan POM sebagai lembaga yang diberikan tugas melaksanakan pengawasan obat tradisional secara intensif terus melindungi masyarakat dari bahaya obat tradisional mengandung BKO,” ucapnya.
Penindakan dilakukan sebagai upaya penegakan hukum oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan POM kepada pelaku tindak pidana yang memproduksi atau mengedarkan obat tradisional mengandung BKO. Sesuai dengan pasal 196 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kegiatan memproduksi atau mengedarkan obat tradisional mengandung BKO dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Hal itu terungkap dalam webinar “Integrated Webinar Series Bahaya Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), pada Selasa, 5 April 2022. ”Peredaran obat tradisional mengandung BKO menimbulkan dampak negatif pada sisi ekonomi, hukum, sosial, dan budaya,” ujar Kepala Badan POM Penny K. Lukito, Rabu (6/4/2022).
Dari sisi ekonomi, kata Penny, peredaran produk mengandung BKO ini dapat merugikan produsen obat tradisional yang legal karena timbul persaingan yang tidak sehat dan juga peningkatan biaya kesehatan masyarakat akibat efek samping yang timbul. Sedangkan dari sisi hukum, jika tidak dilakukan penindakan maka berpotensi menimbulkan dampak ketidakpastian hukum terhadap peredaran obat tradisional mengandung BKO.
”Dari sisi sosial dapat menimbulkan keresahan di masyarakat akibat adanya bahaya terhadap kesehatan dan dari sisi budaya dapat menurunkan penggunaan atau konsumsi dan citra jamu sebagai national heritage Indonesia,” ujarnya.
Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM 2021, sebanyak 64 produk sekitar 0,65% dari total 9.915 produk obat tradisional yang telah disampling dan diuji, diketahui mengandung BKO.
BKO yang paling banyak ditambahkan yaitu Sildenafil Sitrat, Tadalafil dan turunannya untuk stamina pria, parasetamol, deksametason untuk pegal linu, dan sibutramin hidroklorida untuk pelangsing. “Walaupun persentase obat tradisional mengandung BKO tergolong relatif kecil, namun bahaya bahaya terhadap kesehatannya sangat tinggi bagi masyarakat,” ujarnya.
Terkait dengan temuan tersebut, kata Penny, penanganan obat tradisional mengandung BKO akan lebih optimal jika dilakukan secara sinergis dan terintegrasi bersama semua pemangku kepentingan. Integrasi tersebut dilakukan melalui tiga strategi integrasi, yaitu integrasi pelaksana program, bentuk program, dan tempat pelaksanaan program. “Badan POM sebagai lembaga yang diberikan tugas melaksanakan pengawasan obat tradisional secara intensif terus melindungi masyarakat dari bahaya obat tradisional mengandung BKO,” ucapnya.
Penindakan dilakukan sebagai upaya penegakan hukum oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan POM kepada pelaku tindak pidana yang memproduksi atau mengedarkan obat tradisional mengandung BKO. Sesuai dengan pasal 196 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kegiatan memproduksi atau mengedarkan obat tradisional mengandung BKO dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.