Menuju Endemi Tanpa Ujug-Ujug

Senin, 04 April 2022 - 08:23 WIB
loading...
Menuju Endemi Tanpa Ujug-Ujug
Iqbal Mochtar/FOTO Dok SINDO
A A A
Iqbal Mochtar
Dokter dan Doktor Bidang Kedokteran dan Kesehatan
Pengurus Pusat IAKMI dan Anggota PERDOKI.

Pandemi Covid-19 telah menggerogoti dunia lebih dari dua tahun. Semua sisi kehidupan manusia diterabas. Berbagai penatalaksanaan yang dilakukan belum mampu mengenyahkan virus Covid-19 dari muka bumi.

Di tengah iklim ketidakpastian ini, muncul narasi bahwa dunia akan memasuki fase endemi . Di Indonesia, banyak berharap pemerintah segera menerapkan status endemi. Mungkin endemi dianggap sebagaibenign outbreakatau wabah-mini. Sebagian bahkan mengidentikkan endemi dengan kehidupan normal kembali; tanpa masker, tanpa tes dan tanpa isolasi.

Akhir Pandemi
Sepanjang sejarah, lama pandemi umumnya berkisar 1-4 tahun. Pandemi H1N1 yang terjadi sebelum Covid-19 berdurasi 14 bulan. Terlepas dari durasi, ujung-ujung sebuah pandemi akan berakhir pada satu dari duaexit-game.

Pertama, eradikasi. Ini kondisi di mana agen penyebab pandemi benar-benar musnah dari muka bumi. Tidak ada lagi tersisa. Ebola dansmall-poxadalah dua wabah besar yang telah tereradikasi. Makanya saat ini tidak ditemukan lagi penyakit Ebola dansmall-pox. Status eradikasi hanya bisa terjadi bila sesaat setelah munculnya wabah, langsung dilakukan penatalaksanaan yang massif, efektif dan adekuat. Akhirnya, tidak ada ruang bagi agen untuk bersirkulasi dan menginfeksi masyarakat.

Kedua, endemi. Pada endemi, agen penyebab tidak hilang dan tetap bersirkulasi dalam kehidupan manusia. Agen terus ada dalam waktu lama dan bahkan bisa seterusnya. Kasus dan kematian tetap ada dan jumlahnya bisa serius. Malaria dan tuberkulosis adalah dua contoh wabah endemi. Mesti statusnya endemi, setiap tahun kuman tuberkulosis menginfeksi 300 juta orang dan membunuh 600.000 orang.Magnitude-nya tidak ringan.

Dari keduaexit-gamedi atas,endingyang paling mungkin bagi pandemi saat ini adalah endemi. Masalahnya, saat Covid-19 muncul, penanganan yang dilakukan sangat terbatas, tidak efektif dan tidak sungguh-sungguh. Sebagian negara malah menyepelekan. Akhirnya, Covid-19 terus bersporadis dan melakukan penetrasi kesemua negara. Virus juga bermetamorfosis, berkembang menjadi beragam varian baru dengan tingkat penularan dan kefatalan yang bervariasi. Dengan pra-kondisi ini, sulit berharap Covid-19 akan musnah di muka bumi.

Kapan sebuah pandemi bermetamorfosis menjadi endemi? Sulit diprediksi secara tepat karena determinannya kompleks. Level imunitas atau antibodi pada masyarakat, baik pasca-terinfeksi maupun pasca-vaksinasi, sangat menentukan. Kalau levelnya singkat dan rendah (short lived), tingkat kekebalan masyarakat tidak adekuat dan singkat. Artinya, jalan ke status endemi masih panjang.

Kualitas penatalaksanaan juga menentukan, termasuk 3M, 3T dan vaksin. Bila penatalaksanaan baik dan efektif, endemi mudah tercapai. Kapasitas virus juga menentukan transisi. Bahkan pengaruh lingkungan, termasuk musim, juga memegang peranan penting. Di negara-negara barat, setiap masuk musim dingin akan terjadi lonjakan kasus dan kematian akibat wabah influenza.

Mempertimbangkan semua determinan di atas, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi fase akut pandemi mungkin dapat terlewati tahun ini. Syarat utamanya, 70-80% penduduk dunia harus telah mendapat vaksin. Sayangnya, untuk mencapai cakupan ini, dibutuhkan minimal sembilan bulan lagi. Selain cakupan vaksin, banyak syarat lain, terutama perbaikan epidemiologis.Positivity rateharus di bawah 5%, perawatan rumah sakit mesti kurang 5% danreproduction numberharus 1 atau kurang. Semua indikator ini mesti terpenuhi selama paling tidak beberapa bulan.

Efek Endemi
Perubahan status pandemi menjadi endemi memberi pesan bahwa virus Covid-19 akan selamanya ada dalam kehidupan manusia. Ini akan membawa sejumlah dampak. Pertama, pada status endemi, akan terjadi perubahan strategi dan kebijakan dalam mengatasi Covid-19. Ketika dilabeli endemi, wabah Covid-19 dianggap bukan kondisi krisis lagi. Karenanya, akan ada penurunan alokasi sumber daya, pendanaan dan kegiatan terpadu dalam penatalaksanaannya. Tindakan tes dantracetidak dilakukan secara masif lagi; hanya orang yang bergejala yang dites PCR. Puskesmas akan menjadi sentra pelayanan utama.

Pemerintah tidak akan mengimplementasikan lagi pembatasan pergerakan seperti PSBB atau PSBK. Bandara akan dibuka tanpa syarat atau dengan persyaratan minimal. Tidak ada lagi keharusan melakukan tes untuk bepergian. Sekolah mulai dibuka seperti semula. Para pekerja kembali melakukan aktivitasnya dikantor. Hanya segelintir pekerja yang dibolehkan tetap melakukanwork from home.

Status endemi juga mengubah state of mindmasyarakat. Perubahan label endemi akan mengubah imejwabah di mata masyarakat. Masyarakat akan menganggap Covid-19 sebagai penyakit biasa dan cenderung meng-underestimate-nya. Covid-19 dianggap penyakit ringan. Kalaupun mereka mengalami keluhan spesifik, mereka tidak akan mau periksa atau berobat. Anjuran melakukan vaksinasi rutin kemungkinan akan diabaikan. Masyarakat juga akan mengabaikan penggunaan masker, cuci tangan dan menjaga jarak.

Angka kesakitan dan kematian akibat Covid-19 tidak dianggap serius lagi. Penyakit endemi malaria saja, yang setiap tahun menginfeksi 241 juta orang dan membunuh 627.000 orang, tidak lagi membuat masyarakat panik danshocking. Padahalmagnitudeepidemiologinya sangat signifikan. Kenapa? Karenastate of mindmasyarakat terlanjur menganggap malaria adalah ‘penyakit biasa-biasa saja’.

Perubahan kebijakan pemerintah danstate of mindmasyarakat ini berpotensi meroketkan kembali laju kasus dan kematian Covid-19. Ini tentu berbahaya. Makanya, keputusan penetapan status endemi harus dipertimbangkan secara matang, dengan menggunakan basis rasional dan multi-dimensional. Tidak perluujug-ujug. Jangan sampai status endemi ditetapkan hari ini dan beberapa bulan kemudian dicabut lagi akibat lonjakan kasus dan kematian. Inishamingsekaligusdeteriorating imagebuat pemerintah. Ujung-ujungnya, mereka akan dianggap tidak becus dan tidak profesional menangani pandemi.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2022 seconds (0.1#10.140)