Pengamat: Bukan Pulang Kampung Pak Jokowi, Itu Mengungsi...

Jum'at, 24 April 2020 - 15:40 WIB
loading...
Pengamat: Bukan Pulang Kampung Pak Jokowi, Itu Mengungsi...
Calon penumpang mendatangi Stasiun Gambir, Jakarta untuk mengisi formulir pembatalan tiket kereta api di loket Stasiun Gambir, Jakarta, Jumat (24/4/2020). Foto/SINDOnews/Yorri Farli
A A A
JAKARTA - Fenomena perbedaan istilah mudik dan pulang kampung yang dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus menjadi perbincangan publik.

Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic, and Law Studies (CESPELS), Ubedilah Badrun juga menanggapi tentang hal itu.

Badrun mengatakan, pemerintah telah menyatakan larangan kepada masyarakat dari daerah yang melaksanakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mudik.

"Yang pulang saat ini atau bukan jelang Lebaran menurut Jokowi bukan mudik tapi pulang kampung," ujar Ubedilah Badrun kepada SINDOnews, Jumat (24/4/2020).

Badrun mengatakan, Presiden Jokowi membuat perbedaan makna baru dari mudik dan pulang kampung. "Jadi yang pulang kampung sekarang boleh berduyun-duyun menuju kampung tidak apa-apa menurut Jokowi. Jokowi lupa ada aturan larangan tersebut. Sayangnya pemaknaan Jokowi hanya melihat pergerakan warga Jabodetabek secara fisik, dari kota ke kampung," ungkapnya.

Padahal, kata Badrun, jika dicermati secara lebih komprehensif, bergeraknya puluhan ribu warga dari Jabodetabek ke kampung itu bisa dimaknai sebagai mengungsi.

"Mereka menjadi pengungsi di daerah. Mengapa? Sebab di antara karakteristik pengungsi adalah tidak memiliki cukup keuangan dan makanan untuk bisa bertahan hidup, di kampung juga lama-lama sumber bantuannya dari sesama warga di kampung juga akan habis. Sementara pekerjaan di kampung tidak ada," tuturnya.( )

Sehingga, kata dia, praktis warga tersebut hanya akan bergantung pada bantuan. Badrun yang juga sebagai Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mengatakan, kebergantungan tinggi pada bantuan adalah ciri warga pengungsi.

"Sesungguhnya saat ini sedang terjadi pengungsian besar besaran di seluruh Indonesia. Situasi ini juga terjadi di hampir seluruh dunia. Problemnya di Indonesia tampak lebih parah karena kemungkinan daya tahanya hanya maksimal dua atau tiga bulan saja," tuturnya. .
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1979 seconds (0.1#10.140)