Kabaintelkam Polri Ungkap Tantangan Menjelang Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Kabaintelkam Polri Irjen Ahmad Dofiri mengungkap tantangan yang dihadapi menjelang perhelatan Pemilu 2024 mendatang. Ia pun mengungkapkan tantangan terkait dengan masalah terorisme, radikalisme dan intoleransi.
"Terkait dengan masalah terorisme radikalisme dan intoleransi tadi disampaikan kerja samanya seperti apa, kami di dalam negeri kerja sama sangat intens dengan BNPT dan Densus 88. Bagaimana situasi tahun 2022, kami sepakat Densus 88 mengatakan tahun 2022 zero attack, artinya mudah-mudahan diharapkan penyerangan teroris seperti itu tidak ada lagi," kata Dofiri dalam sesi tanya jawab dengan Anggota Komisi III DPR dalam RDP yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/3/2022).
Dofiri menjelaskan penanganan terorisme, radikalisme dan intoleransi menjadi program prioritas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Untuk terorisme sebenarnya data-datanya lebih lengkap. Misalnya data 2020-2021, ada 443 orang yang ditangkap, meninggal dunia 15 orang, naprapidana terorisme (napiter) yang bebas 152 orang, yang masih di luar negeri sebagai foreign terorrist fighter (FTF) 1200 orang.
"Terdata dengan baik, dan kami bisa kutip dengan baik contoh misalnya pemulangan napiter Pak dengan anggota Densus, kemudian dengan anggota Baintelkam, kepolisian setempat, dengan kepala bisa diantar ke keluarganya pak dan didata. Mudah-mudahan itu cukup rapi pendataan," ujarnya.
Namun, kata Dofiri, yang menjadi masalah adalah ketika menangani radikalisme dan intoleransi, ini yang paling sulit di lapangan. Seperti misalnya saat salah satu ormas dibubarkan organisasinya, tetapi kemudian orang-orang dan pahamnya masih ada. Namun, masyarakat mempertanyakan kenapa mereka masih bisa melakukan ceramah, dam masyarakat di tingkat grassroot tidak paham mengenai hal itu.
"Padahal yang dibubarkan organisasi, tapi kan orangnya boleh. Ini yang kadang-kadang terjadi benturan seperti itu Pak yang ada di lapangan yang menyulitkan kita," terang Dofiri.
Oleh karena itu, menurut Dofiri masalah intoleransi dan radikalisme itu memang perlu kerja keras semua pihak, dan pihaknyajuga bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag).
Dofiri mengungkap, masalah radikalisme dan intoleransi ini juga yang menjadi tantangan dalam menghadapi Pemilu 2024. Baintelkan ingin politik indentitas ini bisa dihilangkan di 2024 nanti.
"Ini juga menghadapi tahun 2024 yang tadi ditanyakan bagaimana proses 2024? Yang jadi concern kami adalah bagaimana politik identitas itu bisa hilang, karena menjadi permasalahan kita ke depan," papar Dofiri.
"Oleh karena itu terkait dengan toleransi dan moderasi beragama itu kami sudah menggandeng dengan Kementerian Agama untuk menangani ini semua. Kemudian beberapa ormas-ormas yang sudah kami digandeng untuk bersama-sama mengenai penanganan radikalisme dan intoleransi," pungkasnya.
"Terkait dengan masalah terorisme radikalisme dan intoleransi tadi disampaikan kerja samanya seperti apa, kami di dalam negeri kerja sama sangat intens dengan BNPT dan Densus 88. Bagaimana situasi tahun 2022, kami sepakat Densus 88 mengatakan tahun 2022 zero attack, artinya mudah-mudahan diharapkan penyerangan teroris seperti itu tidak ada lagi," kata Dofiri dalam sesi tanya jawab dengan Anggota Komisi III DPR dalam RDP yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/3/2022).
Dofiri menjelaskan penanganan terorisme, radikalisme dan intoleransi menjadi program prioritas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Untuk terorisme sebenarnya data-datanya lebih lengkap. Misalnya data 2020-2021, ada 443 orang yang ditangkap, meninggal dunia 15 orang, naprapidana terorisme (napiter) yang bebas 152 orang, yang masih di luar negeri sebagai foreign terorrist fighter (FTF) 1200 orang.
"Terdata dengan baik, dan kami bisa kutip dengan baik contoh misalnya pemulangan napiter Pak dengan anggota Densus, kemudian dengan anggota Baintelkam, kepolisian setempat, dengan kepala bisa diantar ke keluarganya pak dan didata. Mudah-mudahan itu cukup rapi pendataan," ujarnya.
Namun, kata Dofiri, yang menjadi masalah adalah ketika menangani radikalisme dan intoleransi, ini yang paling sulit di lapangan. Seperti misalnya saat salah satu ormas dibubarkan organisasinya, tetapi kemudian orang-orang dan pahamnya masih ada. Namun, masyarakat mempertanyakan kenapa mereka masih bisa melakukan ceramah, dam masyarakat di tingkat grassroot tidak paham mengenai hal itu.
"Padahal yang dibubarkan organisasi, tapi kan orangnya boleh. Ini yang kadang-kadang terjadi benturan seperti itu Pak yang ada di lapangan yang menyulitkan kita," terang Dofiri.
Oleh karena itu, menurut Dofiri masalah intoleransi dan radikalisme itu memang perlu kerja keras semua pihak, dan pihaknyajuga bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag).
Dofiri mengungkap, masalah radikalisme dan intoleransi ini juga yang menjadi tantangan dalam menghadapi Pemilu 2024. Baintelkan ingin politik indentitas ini bisa dihilangkan di 2024 nanti.
"Ini juga menghadapi tahun 2024 yang tadi ditanyakan bagaimana proses 2024? Yang jadi concern kami adalah bagaimana politik identitas itu bisa hilang, karena menjadi permasalahan kita ke depan," papar Dofiri.
"Oleh karena itu terkait dengan toleransi dan moderasi beragama itu kami sudah menggandeng dengan Kementerian Agama untuk menangani ini semua. Kemudian beberapa ormas-ormas yang sudah kami digandeng untuk bersama-sama mengenai penanganan radikalisme dan intoleransi," pungkasnya.
(muh)