Tarawih Wajib Booster, HNW: Aturan yang Diskriminatif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritisi kebijakan pemerintah yang disampaikan oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terkait persyaratan sudah booster (vaksin ketiga) untuk salat Tarawih di masjid dan mudik Hari Raya Idul Fitri 1443 H/ 2022M. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak bijak.
Apalagi di saat Covid-19 semakin landai dan pemerintah justru mempersiapkan skema perubahan dari pandemi ke endemi, juga target vaksinasi tahap kedua juga belum terpenuhi 100%. HNW menilai kebijakan ini juga dirasakan umat Islam sebagai bentuk diskriminasi dan ketidakadilan. Sehingga menimbulkan kekhawatiran dan keresahan bagi masyarakat yang ingin salat Tarawih di masjid maupun mudik Lebaran.
Ia pun mencontohkan sejumlah hari raya Islam yang justru dilakukan pengetatan dan pergeseran hari libur seperti Idul Fitri tahun sebelumnya dan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sementara hari besar agama lain seperti saat Natal, Imlek, Nyepi, tidak ada penggeseran hari libur nasional, juga tidak ada syarat keharusan booster. Padahal saat itu Covid-19 meningkat dan bahkan acara besar seperti MotoGP di Mandalika beberapa hari lalu juga tidak diwajibkan booster.
“Seharusnya pemerintah menjadi teladan dalam mengayomi seluruh rakyat dengan memberlakukan aturan berkeadilan bagi seluruh umat beragama. Jangan malah menghadirkan keputusan yang tidak sehat dan tidak obyektif, yang bisa membuat mayoritas warga negara merasa diberlakukan tidak adil,” ujar Hidayat dalam keterangannya dikutip Senin (28/3/2022).
Anggota Komisi VIII DPR ini dapat mengerti keinginan pemerintah untuk keselamatan warga dengan mencegah terjadinya penyebaran Covid-19. Tapi mestinya hal itu jangan hanya diberlakukan terhadap umat Islam saja, seolah “peduli” dengan keselamatan umat Islam.
Demi keselamatan dan kesehatan, semestinya aturan yang diberlakukan sama, untuk semua warga bangsa, dan semua umat beragama. Tentu dengan merujuk secara adil dan ilmiah kondisi penyebaran Covid-19, apakah grafiknya sedang naik atau turun. Bukan malah terkesan mengulangi aturan yang diskriminatif.
“Pemerintah patut menghadirkan kebijakan yang menenteramkan warga. Yaitu kebijakan yang adil untuk semua warga bangsa dan seluruh umat beragama. Karena kata ‘adil’ dan ‘keadilan’ itu sangat dipentingkan di dalam Pancasila, sehingga disebut dua kali dalam Sila Kedua dan Kelima,” papar HNW.
Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan umat Islam di Indonesia bersyukur dan bergembira menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri dengan kondisi pandemi Covid-19 yang sudah semakin melandai. Karena selama dua tahun Ramadhan dan Idul Fitri, umat Islam senantiasa menuruti apa yang menjadi keputusan pemerintah. Jadi, jika kasusnya melandai, ada baiknya pemerintah menerapkan relaksasi kebijakan dan jangan menjadikan booster sebagai syarat.
“Apalagi terbukti grafik penyebaran Covid-19 jmsudah menurun. Tentu baik saja Pemerintah mengimbau, dan mengingatkan, untuk tetap disiplin dengan protokol kesehatan, sebagaimana sudah menjadi ketentuan dari MUI. Tetapi janganlah booster itu dijadikan sebagai syarat boleh salat Tarawih di masjid dengan segala dampak ikutannya. Karena bahkan di Masjidilharam di Makkah dan Madinah, umat bisa salat berjamaah, tanpa aturan-aturan yang memberatkan seperti PCR maupun booster,” pintanya.
Selain itu, HNW menegaskan keadilan sangat penting untuk dihadirkan di Indonesia yang majemuk ini, agar semua warga dan semua umat beragama merasa diperlakukan dengan adil dan sama terhormatnya.
”Umat Islam sebagai mayoritas penduduk di Indonesia tentu tidak minta diistimewakan atau dianakemaskan. Tetapi diberlakukan secara adil seperti umat-umat agama lain yang bisa melaksanakan kegiatan-kegiatan hari keagamaannya secara tenteram tanpa dibebani dengan perasaan diberlakukan tidak adil,” katanya.
Oleh karena itu, HNW mendesak agar pemerintah segera mengoreksi kebijakan yang meresahkan umat Islam seperti pernyataan soal syarat booster untuk bisa salat Tarawih di masjid dan mudik Lebaran, yang hanya menambah gaduh di tengah ketidakmampuan pemerintah hadirkan ketenteraman bagi rakyat akibat kenaikan harga-harga sembako. Karena kenaikan harga sembako tentunya juga meresahkan umat Islam yang menyambut tamu agung, bulan suci Ramadhan.
“Kita memang harus tetap waspada dengan pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya hilang. Namun, jangan sampai menakut-nakuti dan menghambat masyarakat yang sudah sangat senang menyambut dan beribadah di bulan suci Ramadhan,” tandasnya.
Dia menambahkan apalagi syarat booster itu tidak pernah diberlakukan bagi umat beragama lainnya saat akan mudik atau merayakan hari besar keagamaannya, sekalipun saat-saat itu grafik penyebaran Covid-19 sedang meninggi.
"Maka demi kemaslahatan untuk semua umat beragama termasuk umat Islam, agar dapat membangun kepercayaan masyarakat, meningkatkan partisipasi mereka dalam mengatasi Covid-19, ini maka ketentuan soal booster sebagai syarat diizinkan salat Tarawih di masjid dan mudik Lebaran itu, agar dicabut saja. Insya Allah segera berhentilah kegaduhan soal ini, dan harmoni antar pihak dapat makin diwujudkan,” pungkas Hidayat.
Apalagi di saat Covid-19 semakin landai dan pemerintah justru mempersiapkan skema perubahan dari pandemi ke endemi, juga target vaksinasi tahap kedua juga belum terpenuhi 100%. HNW menilai kebijakan ini juga dirasakan umat Islam sebagai bentuk diskriminasi dan ketidakadilan. Sehingga menimbulkan kekhawatiran dan keresahan bagi masyarakat yang ingin salat Tarawih di masjid maupun mudik Lebaran.
Ia pun mencontohkan sejumlah hari raya Islam yang justru dilakukan pengetatan dan pergeseran hari libur seperti Idul Fitri tahun sebelumnya dan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sementara hari besar agama lain seperti saat Natal, Imlek, Nyepi, tidak ada penggeseran hari libur nasional, juga tidak ada syarat keharusan booster. Padahal saat itu Covid-19 meningkat dan bahkan acara besar seperti MotoGP di Mandalika beberapa hari lalu juga tidak diwajibkan booster.
“Seharusnya pemerintah menjadi teladan dalam mengayomi seluruh rakyat dengan memberlakukan aturan berkeadilan bagi seluruh umat beragama. Jangan malah menghadirkan keputusan yang tidak sehat dan tidak obyektif, yang bisa membuat mayoritas warga negara merasa diberlakukan tidak adil,” ujar Hidayat dalam keterangannya dikutip Senin (28/3/2022).
Anggota Komisi VIII DPR ini dapat mengerti keinginan pemerintah untuk keselamatan warga dengan mencegah terjadinya penyebaran Covid-19. Tapi mestinya hal itu jangan hanya diberlakukan terhadap umat Islam saja, seolah “peduli” dengan keselamatan umat Islam.
Demi keselamatan dan kesehatan, semestinya aturan yang diberlakukan sama, untuk semua warga bangsa, dan semua umat beragama. Tentu dengan merujuk secara adil dan ilmiah kondisi penyebaran Covid-19, apakah grafiknya sedang naik atau turun. Bukan malah terkesan mengulangi aturan yang diskriminatif.
“Pemerintah patut menghadirkan kebijakan yang menenteramkan warga. Yaitu kebijakan yang adil untuk semua warga bangsa dan seluruh umat beragama. Karena kata ‘adil’ dan ‘keadilan’ itu sangat dipentingkan di dalam Pancasila, sehingga disebut dua kali dalam Sila Kedua dan Kelima,” papar HNW.
Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan umat Islam di Indonesia bersyukur dan bergembira menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri dengan kondisi pandemi Covid-19 yang sudah semakin melandai. Karena selama dua tahun Ramadhan dan Idul Fitri, umat Islam senantiasa menuruti apa yang menjadi keputusan pemerintah. Jadi, jika kasusnya melandai, ada baiknya pemerintah menerapkan relaksasi kebijakan dan jangan menjadikan booster sebagai syarat.
“Apalagi terbukti grafik penyebaran Covid-19 jmsudah menurun. Tentu baik saja Pemerintah mengimbau, dan mengingatkan, untuk tetap disiplin dengan protokol kesehatan, sebagaimana sudah menjadi ketentuan dari MUI. Tetapi janganlah booster itu dijadikan sebagai syarat boleh salat Tarawih di masjid dengan segala dampak ikutannya. Karena bahkan di Masjidilharam di Makkah dan Madinah, umat bisa salat berjamaah, tanpa aturan-aturan yang memberatkan seperti PCR maupun booster,” pintanya.
Selain itu, HNW menegaskan keadilan sangat penting untuk dihadirkan di Indonesia yang majemuk ini, agar semua warga dan semua umat beragama merasa diperlakukan dengan adil dan sama terhormatnya.
”Umat Islam sebagai mayoritas penduduk di Indonesia tentu tidak minta diistimewakan atau dianakemaskan. Tetapi diberlakukan secara adil seperti umat-umat agama lain yang bisa melaksanakan kegiatan-kegiatan hari keagamaannya secara tenteram tanpa dibebani dengan perasaan diberlakukan tidak adil,” katanya.
Oleh karena itu, HNW mendesak agar pemerintah segera mengoreksi kebijakan yang meresahkan umat Islam seperti pernyataan soal syarat booster untuk bisa salat Tarawih di masjid dan mudik Lebaran, yang hanya menambah gaduh di tengah ketidakmampuan pemerintah hadirkan ketenteraman bagi rakyat akibat kenaikan harga-harga sembako. Karena kenaikan harga sembako tentunya juga meresahkan umat Islam yang menyambut tamu agung, bulan suci Ramadhan.
“Kita memang harus tetap waspada dengan pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya hilang. Namun, jangan sampai menakut-nakuti dan menghambat masyarakat yang sudah sangat senang menyambut dan beribadah di bulan suci Ramadhan,” tandasnya.
Dia menambahkan apalagi syarat booster itu tidak pernah diberlakukan bagi umat beragama lainnya saat akan mudik atau merayakan hari besar keagamaannya, sekalipun saat-saat itu grafik penyebaran Covid-19 sedang meninggi.
"Maka demi kemaslahatan untuk semua umat beragama termasuk umat Islam, agar dapat membangun kepercayaan masyarakat, meningkatkan partisipasi mereka dalam mengatasi Covid-19, ini maka ketentuan soal booster sebagai syarat diizinkan salat Tarawih di masjid dan mudik Lebaran itu, agar dicabut saja. Insya Allah segera berhentilah kegaduhan soal ini, dan harmoni antar pihak dapat makin diwujudkan,” pungkas Hidayat.
(kri)