Wakil Ketua MPR Dorong Dakwah Nasionalisme di Mimbar Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penceramah sejatinya harus mengembangkan ajaran dan nilai yang bisa merawat persaudaraan keagamaan dan semangat kebangsaan di mimbarnya, bahkan sampai ke dunia digital . Hal ini penting digelorakan agar negara ini tetap utuh dan aman sebagai tempat nyaman untuk aktivitas kehidupan seluruh umat beragama.
Sebagaimana agama Islam di negara Indonesia yang mengenal konsep hubbul wathan minal iman, maka nasionalisme bukanlah suatu hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengungkapkan masih adanya ketimpangan antara jumlah penceramah yang memiliki dan mendakwahkan gelora nasionalisme dengan penceramah yang justru menunjukkan antipatinya terhadap nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.
"Kalau bandingannya dibandingkan dengan yang tadi bersifat anti-nasionalisme, ya tentunya akan menjadi kurang masif. Apalagi banyak saat ini juga banyak penceramah atau pun mubaligh yang dalam ceramahnya justru malah antinasionalisme dan memanfaatkan platform media sosial," kata Arsul Sani di Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Menurutnya, pemanfaatan platform digital oleh penceramah masih menjadi kendala kurang masifnya diseminasi dakwah terkait konsep hubhul wathon minal iman atau nasionalisme. Arsul menilai, sebenarnya banyak penceramah maupun ustaz yang mengangkat syiar dakwah nasionalisme, tapi sayangnya kurang familiar dengan teknologi.
"Sehingga dakwah yang isinya moderat dan mengangkat semangat nasionalisme itu menjadi tidak tersebarkan. Karena tidak tersebarkan, maka dinilai kurang tergelorakan," katab Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP ini.
Arsul menilai permasalahan ini bisa diatasi dengan memberikan fasilitas dalam hal diseminasi, mendorong penyebaran konten dakwah positif di ruang-ruang digital. "Karena itu perlu di fasilitasi oleh pemerintah dalam hal ini BNPT (Badan Nasional Peannggulangan Terorisme). Potongan ceramah-ceramah pendek atau film yang berisi konsep tentang bahwa nasionalisme itu kompatibel dengan ajaran Islam. Itu harus disebarkan," tutur pria kelahiran Pekalongan, 8 Januari 1964 ini.
Baca juga: Tindaklanjuti SE Menag, Kemenag Cimahi Susun Peta Dakwah Kewilayahan
Ia menjelaskan pentingnya memasifkan penyebaran konten dakwah nasionalisme dan persaudaraan. Seharusnya sudah tidak ada keraguan, karena antara nasionalisme dan agama itu bukanlah hal yang kontradiktif.
"Dalam Islam sendiri ada konsep hubhul wathon minal iman, yang artinya cinta Tanah Air itu sebagian dari iman. Kemudian juga di dalam berbagai kitab tentang Ahkam As Sultaniyyah, hukum tata negara itu juga ada ajaran ketaatan terhadap pemerintahan," kata Sekjen DPP PPP ini.
Dalam Al-Quran juga tertulis, "Atiullah Wa Atiurrasul Wa Ulil Amri", di mana salah satu bentuk nasionalisme adalah dengan tidak mengembangkan ketidaktaatan kepada pemerintah. Nasionalisme menjadi kompatibel dengan ajaran agama khusunya Islam.
"Nah salah satu bentuk nasionalisme itu tertuang dalam Al-Quran adalah taat kepada pemerintah. Namun, jika dalam pemerintahan itu ada hal yang perlu dikritisi dan perlu dikoreksi, ya maka itu tetap harus dilakukan, tidak dalam kerangka merusak nasionalisme," kata Arsul.
Ia menegaskan pentingnya kerja sama antara pemerintah dan penceramah maupun ustaz di berbagai daerah untuk menyebarkan konten syiar tentang nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.
"Dan itu tadi harus disebarkan. Kenapa? Karena kita tidak boleh hanya mengandalkan salah satu pihak. Sebab masyarakat itu juga belum sampai bisa memikirkan atau paham ke arah sana (konten dakwah radikal atau bukan). Dan ini sudah menjadi kewajiban kita semua untuk terus-menerus mengingatkan masyarakat itu," ujarnya.
Menurut Arsul, perlu ditingkatkan komunikasi dan silaturahmi antara pemerintah untuk berdialog baik dalam kegiatan formal maupun nonformal dalam rangka berbagi ide dan pemikiran. Di samping itu juga termasuk memanfaatkan platform media sosial untuk kemudian menyebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin dan semangat nasionalisme.
Terakhir, peraih doktoral dari Glasgow Caledonian University ini berpesan kepada masyarakat agar waspada dan cermat memilih penceramah. Jangan hanya melihat penceramah itu melalui ketenarannya semata di media sosial.
"Memilih penceramah yang kritis, yang berkata agak keras, itu sebenarnya tidak masalah, tapi jangan hanya melihat popularitas. Dan masyarakat juga harus berani katakan 'tidak' jika isi dakwah dari penceramah itu mempersoalkan empat konsensus bernegara yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika," kata alumnus Hukum Universitas Indonesia ini.
Sebagaimana agama Islam di negara Indonesia yang mengenal konsep hubbul wathan minal iman, maka nasionalisme bukanlah suatu hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengungkapkan masih adanya ketimpangan antara jumlah penceramah yang memiliki dan mendakwahkan gelora nasionalisme dengan penceramah yang justru menunjukkan antipatinya terhadap nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.
"Kalau bandingannya dibandingkan dengan yang tadi bersifat anti-nasionalisme, ya tentunya akan menjadi kurang masif. Apalagi banyak saat ini juga banyak penceramah atau pun mubaligh yang dalam ceramahnya justru malah antinasionalisme dan memanfaatkan platform media sosial," kata Arsul Sani di Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Menurutnya, pemanfaatan platform digital oleh penceramah masih menjadi kendala kurang masifnya diseminasi dakwah terkait konsep hubhul wathon minal iman atau nasionalisme. Arsul menilai, sebenarnya banyak penceramah maupun ustaz yang mengangkat syiar dakwah nasionalisme, tapi sayangnya kurang familiar dengan teknologi.
"Sehingga dakwah yang isinya moderat dan mengangkat semangat nasionalisme itu menjadi tidak tersebarkan. Karena tidak tersebarkan, maka dinilai kurang tergelorakan," katab Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP ini.
Arsul menilai permasalahan ini bisa diatasi dengan memberikan fasilitas dalam hal diseminasi, mendorong penyebaran konten dakwah positif di ruang-ruang digital. "Karena itu perlu di fasilitasi oleh pemerintah dalam hal ini BNPT (Badan Nasional Peannggulangan Terorisme). Potongan ceramah-ceramah pendek atau film yang berisi konsep tentang bahwa nasionalisme itu kompatibel dengan ajaran Islam. Itu harus disebarkan," tutur pria kelahiran Pekalongan, 8 Januari 1964 ini.
Baca juga: Tindaklanjuti SE Menag, Kemenag Cimahi Susun Peta Dakwah Kewilayahan
Ia menjelaskan pentingnya memasifkan penyebaran konten dakwah nasionalisme dan persaudaraan. Seharusnya sudah tidak ada keraguan, karena antara nasionalisme dan agama itu bukanlah hal yang kontradiktif.
"Dalam Islam sendiri ada konsep hubhul wathon minal iman, yang artinya cinta Tanah Air itu sebagian dari iman. Kemudian juga di dalam berbagai kitab tentang Ahkam As Sultaniyyah, hukum tata negara itu juga ada ajaran ketaatan terhadap pemerintahan," kata Sekjen DPP PPP ini.
Dalam Al-Quran juga tertulis, "Atiullah Wa Atiurrasul Wa Ulil Amri", di mana salah satu bentuk nasionalisme adalah dengan tidak mengembangkan ketidaktaatan kepada pemerintah. Nasionalisme menjadi kompatibel dengan ajaran agama khusunya Islam.
"Nah salah satu bentuk nasionalisme itu tertuang dalam Al-Quran adalah taat kepada pemerintah. Namun, jika dalam pemerintahan itu ada hal yang perlu dikritisi dan perlu dikoreksi, ya maka itu tetap harus dilakukan, tidak dalam kerangka merusak nasionalisme," kata Arsul.
Ia menegaskan pentingnya kerja sama antara pemerintah dan penceramah maupun ustaz di berbagai daerah untuk menyebarkan konten syiar tentang nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.
"Dan itu tadi harus disebarkan. Kenapa? Karena kita tidak boleh hanya mengandalkan salah satu pihak. Sebab masyarakat itu juga belum sampai bisa memikirkan atau paham ke arah sana (konten dakwah radikal atau bukan). Dan ini sudah menjadi kewajiban kita semua untuk terus-menerus mengingatkan masyarakat itu," ujarnya.
Menurut Arsul, perlu ditingkatkan komunikasi dan silaturahmi antara pemerintah untuk berdialog baik dalam kegiatan formal maupun nonformal dalam rangka berbagi ide dan pemikiran. Di samping itu juga termasuk memanfaatkan platform media sosial untuk kemudian menyebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin dan semangat nasionalisme.
Terakhir, peraih doktoral dari Glasgow Caledonian University ini berpesan kepada masyarakat agar waspada dan cermat memilih penceramah. Jangan hanya melihat penceramah itu melalui ketenarannya semata di media sosial.
"Memilih penceramah yang kritis, yang berkata agak keras, itu sebenarnya tidak masalah, tapi jangan hanya melihat popularitas. Dan masyarakat juga harus berani katakan 'tidak' jika isi dakwah dari penceramah itu mempersoalkan empat konsensus bernegara yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika," kata alumnus Hukum Universitas Indonesia ini.
(abd)