Eks Anggota ISIS Bertaubat, Kini Buka Usaha Seni Kaligrafi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Yusuf Abdur Rahman adalah seorang mitra deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT ). Dirinya sempat bergabung dengan kelompok ISIS, dan berakhir mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sentul sebagai napi terorisme.
Selama 3 tahun, Yusuf berpindah-pindah tempat penahanan. Sempat di Rutan Mako Brimob, kemudian Lapas Gunung Sindur, dan bahkan salah satu lapas paling mengerikan di Indonesia, yakni Nusakambangan.
Yusuf menuturkan, selama menjalani masa tahanan, dia mengikuti pembinaan selama empat hari. Di hari Senin mendapatkan materi wawasan kebangsaan, lalu di Selasa pembinaan agama, Rabu pembinaan wirausaha, dan Kamis ada pendampingan psikologi.
"Selama di Lapas Sentul saya dapat banyak pembinaan dari petugas dan juga kakak pembina. Utamanya saya mengikuti pembinaan sebagai wirausaha yang kemudian saya mengikuti bidang kaligrafi," ujar Yusuf dalam video YouTube BNPT, dikutip Minggu (20/3/2022).
Saat menjalani masa tahanan, Yusuf sempat takut bahwa nantinya selepaa bebas dia tak akan diterima lagi di lingkungan sekitarnya. Namun, dugaan itu tidak benar-benar terjadi. Sebab, saat pria asal Boyolali ini menghirup bebas, justru sambutan positif yang didapatkannya. Para tetangga menyatakan rindu akan kehadirannya, terutama saat Bulan Ramadan.
"Respons lingkungan sekitar kepada saya ketika saya bebas dari Lapas Sentul, yang pertama kangen ya. Jadi saya dicari, mas kok lama enggak keliatan, Idul Fitri biasanya ngimamin enggak ada, salat jemaah enggak ada dan momen ramadan lainnya. Saya bersyukur masyarakat tidak mencemooh ya tapi malah merindukan saya," imbuhnya.
Kini, keseharian Yusuf dipenuhi banyak hal bermanfaat. Dia menjadi pengajar di salah satu Madrasah Ibtidaiyah di Sukoharjo, Jawa Tengah. Mata pelajaran yang diajarkannya adalah Al Quran dan Bahasa Arab. "Di tiap akhir pekan saya pulang ke Boyolali untuk membantu orang tua jualan mie ayam bakso," jelasnya.
Kesibukan Yusuf lainnya, yakni membuat kaligrafi dan lukisan ketika ada pesanna pelanggan. Kaligrafi mulai tertarik didalamnya ketika di dalam lapas ada tahanan lain yang memiliki minat kesenian tinggi. "Saya mulai mendalami kaligrafi, bertemu pembina yang didatangkan BNPT untuk memperbaiki dan memperbagus seni saya," ungkapnya.
Untuk pesanan kaligrafi yang dibuatnya dibanderol harga sesuai dengan bahan dan tingkat kesulitan. Menurut dia, bahan triplek cenderung lebih murah ketimbang berbahan kanvas. "Pemasaran kaligrafi selama ini masih terbatas pada WhatsApp saja. Rencana saya mau dipasarkan di Instagram dan Facebook tapi masih by process," tuturnya.
Yusuf pun berpesan untuk narapidana terorisme lain sgar jangan berputus asa dengan apa yang terjadi. Kata Yusuf, jangan selalu menengok ke masa lalu, namun coba tengok masa depan. "Tetap jadi diri sendiri dan jangan terlalu memikirkan apa kata orang, terlebih kesan negatif, jangan terlalu dimasukan ke hati. Tetap optimis dan tetap berkarya, kita jaga negara kita jadi negara damai dan sejahtera," ujarnya.
Selama 3 tahun, Yusuf berpindah-pindah tempat penahanan. Sempat di Rutan Mako Brimob, kemudian Lapas Gunung Sindur, dan bahkan salah satu lapas paling mengerikan di Indonesia, yakni Nusakambangan.
Yusuf menuturkan, selama menjalani masa tahanan, dia mengikuti pembinaan selama empat hari. Di hari Senin mendapatkan materi wawasan kebangsaan, lalu di Selasa pembinaan agama, Rabu pembinaan wirausaha, dan Kamis ada pendampingan psikologi.
"Selama di Lapas Sentul saya dapat banyak pembinaan dari petugas dan juga kakak pembina. Utamanya saya mengikuti pembinaan sebagai wirausaha yang kemudian saya mengikuti bidang kaligrafi," ujar Yusuf dalam video YouTube BNPT, dikutip Minggu (20/3/2022).
Saat menjalani masa tahanan, Yusuf sempat takut bahwa nantinya selepaa bebas dia tak akan diterima lagi di lingkungan sekitarnya. Namun, dugaan itu tidak benar-benar terjadi. Sebab, saat pria asal Boyolali ini menghirup bebas, justru sambutan positif yang didapatkannya. Para tetangga menyatakan rindu akan kehadirannya, terutama saat Bulan Ramadan.
"Respons lingkungan sekitar kepada saya ketika saya bebas dari Lapas Sentul, yang pertama kangen ya. Jadi saya dicari, mas kok lama enggak keliatan, Idul Fitri biasanya ngimamin enggak ada, salat jemaah enggak ada dan momen ramadan lainnya. Saya bersyukur masyarakat tidak mencemooh ya tapi malah merindukan saya," imbuhnya.
Kini, keseharian Yusuf dipenuhi banyak hal bermanfaat. Dia menjadi pengajar di salah satu Madrasah Ibtidaiyah di Sukoharjo, Jawa Tengah. Mata pelajaran yang diajarkannya adalah Al Quran dan Bahasa Arab. "Di tiap akhir pekan saya pulang ke Boyolali untuk membantu orang tua jualan mie ayam bakso," jelasnya.
Kesibukan Yusuf lainnya, yakni membuat kaligrafi dan lukisan ketika ada pesanna pelanggan. Kaligrafi mulai tertarik didalamnya ketika di dalam lapas ada tahanan lain yang memiliki minat kesenian tinggi. "Saya mulai mendalami kaligrafi, bertemu pembina yang didatangkan BNPT untuk memperbaiki dan memperbagus seni saya," ungkapnya.
Untuk pesanan kaligrafi yang dibuatnya dibanderol harga sesuai dengan bahan dan tingkat kesulitan. Menurut dia, bahan triplek cenderung lebih murah ketimbang berbahan kanvas. "Pemasaran kaligrafi selama ini masih terbatas pada WhatsApp saja. Rencana saya mau dipasarkan di Instagram dan Facebook tapi masih by process," tuturnya.
Yusuf pun berpesan untuk narapidana terorisme lain sgar jangan berputus asa dengan apa yang terjadi. Kata Yusuf, jangan selalu menengok ke masa lalu, namun coba tengok masa depan. "Tetap jadi diri sendiri dan jangan terlalu memikirkan apa kata orang, terlebih kesan negatif, jangan terlalu dimasukan ke hati. Tetap optimis dan tetap berkarya, kita jaga negara kita jadi negara damai dan sejahtera," ujarnya.
(cip)