Klaim Luhut soal Big Data Penundaan Pemilu 2024, PMII: Impossible
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana penundaan pemilu 2024 kembali naik ke permukaan dalam sepekan terakhir setelah Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim dirinya memiliki big data berkaitan dengan dukungan netizen terhadap penundaan Pemilu 2024. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marinves) tersebut, big data itu berisi 110 juta pengguna media sosial yang setuju jika Pemilu 2024 ditunda.
Klaim Luhut disampaikan dalam podcast yang diunggah di kanal YouTube Deddy Corbuzier, Jumat (11/3/2022). Dalam pernyataanya, Luhut menjelaskan masyarakat kelas menengah ke bawah menginginkan kondisi sosial ekonomi yang tenang, maka penyelenggaraan Pemilu 2024 diangap dapat menghambat hal tersebut.
Klaim Luhut tersebut kemudian mengundang munculnya berbagai pertanyaan dari publik. Publik menilai data tersebut perlu dibuka dan diuji dalam berbagai metode sehingga tidak menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan.
Direktur Lembaga Kepemiluan dan Demokrasi PB PMII Yayan Hidayat menilai klaim Luhut adalah hal yang tidak mungkin dan patut dipertanyakan secara akademis. Bahkan berdasarkan hasil analisisnya, Yayan menemukan fakta yang sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Luhut.
"Temuan saya via Drone Emprit, percakapan penundaan Pemilu 2024 dari berbagai media pada 14 Maret 2022 diwarnai dengan sentiment negatif sebanyak 1.186 mentions atau 94,3% sementara hanya 72 mentions atau sekitar 5,7% yang bernada positif," kata Yayan dalam melalui keterangan tertulisnya, Rabu (16/3/2022).
Jika analisis tersebut ditarik dalam periode waktu seminggu belakangan, urai Yayan, maka percakapan berkaitan dengan isu penundaan pemilu didominasi dengan sentimen negatif warganet. Dengan data yang diolah, Yayan mengutarakan bahwa per hari setidaknya ada 1.000 lebih mentions negatif terkait isu penundaan pemilu.
"Jadi kita tentu makin bertanya-tanya, klaim Luhut itu datanya dari mana? Jika tidak jelas, maka ini tentu penyesatan opini publik," kata Yayan.
Baca juga: Puan Lawan Klaim Luhut soal Penundaan Pemilu 2024: Kami Punya Big Data Sendiri
Yayan juga memaparkan hasil analisis lain yang berkaitan dengan pengaruh wacana penundaan pemilu terhadap penyelenggara pemilu terpilih. Menurutnya, jika keyword penundaan pemilu disandingkan dengan keyword KPU maka hasilnya dalam satu minggu belakangan (8-15 Maret 2022) didominasi sentimen negatif.
"Artinya setiap percakapan yang menyoal penundaan pemilu berharap bahwa KPU tidak terpengaruh dengan isu penundaan pemilu dan tetap menjalankan tahapan yang sudah disepakati," ujarnya.
Warganet menganggap dalam wacana yang berkembang, kelemahan KPU dan Bawaslu berpotensi dijadikan alasan untuk melegitimasi penundaan Pemilu 2024. Sebab, KPU dan Bawaslu perlu segera membahas persiapan tahapan Pemilu 2024 guna memberikan kepastian politik.
"Menurut saya penting bagi penyelenggara pemilu untuk segera memastikan tahapan pemilu ini segera berjalan. Jika tidak, kekhawatirannya adalah isu penundaan pemilu dapat berpengaruh terhadap menurunnya kepecayaan publik yang sudah terbangun pada penyelenggara pemilu, utamanya yang baru saja terpilih," kata Yayan.
Klaim Luhut disampaikan dalam podcast yang diunggah di kanal YouTube Deddy Corbuzier, Jumat (11/3/2022). Dalam pernyataanya, Luhut menjelaskan masyarakat kelas menengah ke bawah menginginkan kondisi sosial ekonomi yang tenang, maka penyelenggaraan Pemilu 2024 diangap dapat menghambat hal tersebut.
Klaim Luhut tersebut kemudian mengundang munculnya berbagai pertanyaan dari publik. Publik menilai data tersebut perlu dibuka dan diuji dalam berbagai metode sehingga tidak menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan.
Direktur Lembaga Kepemiluan dan Demokrasi PB PMII Yayan Hidayat menilai klaim Luhut adalah hal yang tidak mungkin dan patut dipertanyakan secara akademis. Bahkan berdasarkan hasil analisisnya, Yayan menemukan fakta yang sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Luhut.
"Temuan saya via Drone Emprit, percakapan penundaan Pemilu 2024 dari berbagai media pada 14 Maret 2022 diwarnai dengan sentiment negatif sebanyak 1.186 mentions atau 94,3% sementara hanya 72 mentions atau sekitar 5,7% yang bernada positif," kata Yayan dalam melalui keterangan tertulisnya, Rabu (16/3/2022).
Jika analisis tersebut ditarik dalam periode waktu seminggu belakangan, urai Yayan, maka percakapan berkaitan dengan isu penundaan pemilu didominasi dengan sentimen negatif warganet. Dengan data yang diolah, Yayan mengutarakan bahwa per hari setidaknya ada 1.000 lebih mentions negatif terkait isu penundaan pemilu.
"Jadi kita tentu makin bertanya-tanya, klaim Luhut itu datanya dari mana? Jika tidak jelas, maka ini tentu penyesatan opini publik," kata Yayan.
Baca juga: Puan Lawan Klaim Luhut soal Penundaan Pemilu 2024: Kami Punya Big Data Sendiri
Yayan juga memaparkan hasil analisis lain yang berkaitan dengan pengaruh wacana penundaan pemilu terhadap penyelenggara pemilu terpilih. Menurutnya, jika keyword penundaan pemilu disandingkan dengan keyword KPU maka hasilnya dalam satu minggu belakangan (8-15 Maret 2022) didominasi sentimen negatif.
"Artinya setiap percakapan yang menyoal penundaan pemilu berharap bahwa KPU tidak terpengaruh dengan isu penundaan pemilu dan tetap menjalankan tahapan yang sudah disepakati," ujarnya.
Warganet menganggap dalam wacana yang berkembang, kelemahan KPU dan Bawaslu berpotensi dijadikan alasan untuk melegitimasi penundaan Pemilu 2024. Sebab, KPU dan Bawaslu perlu segera membahas persiapan tahapan Pemilu 2024 guna memberikan kepastian politik.
"Menurut saya penting bagi penyelenggara pemilu untuk segera memastikan tahapan pemilu ini segera berjalan. Jika tidak, kekhawatirannya adalah isu penundaan pemilu dapat berpengaruh terhadap menurunnya kepecayaan publik yang sudah terbangun pada penyelenggara pemilu, utamanya yang baru saja terpilih," kata Yayan.
(abd)