MAKI Nilai Keliru Menyebut Kasus Jiwasraya Bukan Perkara Korupsi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya Heru Hidayat menyatakan kasus ini bukanlah perkara rasuah dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Rabu (10/6/2020). Lima terdakwa lain meminta majelis hakim menolak dakwaan jaksa.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tidak setuju dengan alibi itu. Koordinator MAKI Boyamin Saiman berpendapat korban dalam dugaan korupsi itu adalah negara. Alasannya, uang premi nasabah yang sudah dibayarkan adalah milik PT Asuransi Jiwasraya yang berstatus badan usaha milik negara (BUMN). (Baca juga: Said Didu Dikabarkan Jadi Tersangka, Pengacara Mengaku Belum Tahu)
“Jika PT Asuransi Jiwasraya rugi akibat penyimpangan, negara bertanggung jawab setidaknya sebesar saham yang dimiliki negara. Apapun akan merugikan negara,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (11/6/2020).
Dalam kasus dugaan korupsi ini, ada enam terdakwa, yakni Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, mantan Dirut PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Boyamin menerangkan direksi dan manajemen Jiwasraya patut diduga dalam melakukan investasi telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang. Mereka diduga melakukan investasi saham secara ceroboh. Bahkan cenderung sengaja membeli saham gorengan secara berulang kali sehingga merugikan perusahaan.
“Manajemen atau direksi Jiwasraya diduga telah melanggar ketentuan kepemilikan saham maksimal 10 persen dari sebuah entitas perusahaan lain. Gara-gara kepemilikan saham lebih dari 10 persen menjadikan Jiwasraya merugi,” tuturnya. (Baca juga: Bareskrim Polri Tegaskan Said Didu Belum Ditetapkan Jadi Tersangka)
Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga perbuatan para terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp16.807.283.375.000. Produk yang dijual dan kemudian bermasalah adalah JS Saving Plan. Ada sekitar 17.000 nasabah yang memegang polisnya.
Boyamin menjelaskan adanya pihak swasta yang menjadi terdakwa bukan semata-mata pelaku bisnis yang terbiasa dengan risiko untung rugi. Namun, mereka diduga telah menyerahkan saham gorengan yang merugikan Jiwasraya.
“Terkait klaim perkara pasar modal dan bukan korupsi adalah sangat keliru. Karena dugaan penggorengan saham adalah modus perbuatan, contohnya, korupsi uang negara dengan memalsukan tanda tangan untuk penarikan uang kas negara. Maka hal ini dikenakan pasal korupsi karena merugikan uang negara dan bukan sekedar pasal pemalsuan,” pungkasnya.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tidak setuju dengan alibi itu. Koordinator MAKI Boyamin Saiman berpendapat korban dalam dugaan korupsi itu adalah negara. Alasannya, uang premi nasabah yang sudah dibayarkan adalah milik PT Asuransi Jiwasraya yang berstatus badan usaha milik negara (BUMN). (Baca juga: Said Didu Dikabarkan Jadi Tersangka, Pengacara Mengaku Belum Tahu)
“Jika PT Asuransi Jiwasraya rugi akibat penyimpangan, negara bertanggung jawab setidaknya sebesar saham yang dimiliki negara. Apapun akan merugikan negara,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (11/6/2020).
Dalam kasus dugaan korupsi ini, ada enam terdakwa, yakni Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, mantan Dirut PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Boyamin menerangkan direksi dan manajemen Jiwasraya patut diduga dalam melakukan investasi telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang. Mereka diduga melakukan investasi saham secara ceroboh. Bahkan cenderung sengaja membeli saham gorengan secara berulang kali sehingga merugikan perusahaan.
“Manajemen atau direksi Jiwasraya diduga telah melanggar ketentuan kepemilikan saham maksimal 10 persen dari sebuah entitas perusahaan lain. Gara-gara kepemilikan saham lebih dari 10 persen menjadikan Jiwasraya merugi,” tuturnya. (Baca juga: Bareskrim Polri Tegaskan Said Didu Belum Ditetapkan Jadi Tersangka)
Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga perbuatan para terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp16.807.283.375.000. Produk yang dijual dan kemudian bermasalah adalah JS Saving Plan. Ada sekitar 17.000 nasabah yang memegang polisnya.
Boyamin menjelaskan adanya pihak swasta yang menjadi terdakwa bukan semata-mata pelaku bisnis yang terbiasa dengan risiko untung rugi. Namun, mereka diduga telah menyerahkan saham gorengan yang merugikan Jiwasraya.
“Terkait klaim perkara pasar modal dan bukan korupsi adalah sangat keliru. Karena dugaan penggorengan saham adalah modus perbuatan, contohnya, korupsi uang negara dengan memalsukan tanda tangan untuk penarikan uang kas negara. Maka hal ini dikenakan pasal korupsi karena merugikan uang negara dan bukan sekedar pasal pemalsuan,” pungkasnya.
(kri)