Sederhana, Panglima TNI Kesayangan Prajurit Ini Tak Miliki Apa-apa di Rumahnya
loading...
A
A
A
Mendapat jawaban tersebut, M. Jusuf kemudian memerintahkan Asisten Logistik (Aslog) TNI Laksda TNI Rudolf Kasenda ketika itu untuk segera membuatkan pompa air untuk kompi Prabowo. ”Ternyata benar, pompa dan menara air sudah tersedia sebulan kemudian,” ucapnya.
Setelah pertemuannya di Mako Kopassus, keduanya baru kembali bertemu saat operasi Timor-Timor. Ketika itu, Prabowo yang masih berpangkat Letnan Satu (Lettu) mendapat tugas untuk melakukan pengejaran terhadap Presiden Fretilin Nicolau dos Reis Lobato. Prabowo yang menjabat sebagai komandan kompi kemudian menggelar operasi pada Oktober 1978 mulai dari sektor timur di bawah pimpinan RDP 18 Kolonel Raja Kami Sembiring Meliala.
Prabowo Subianto saat di medan operasi Timor-Timor. Foto/istimewa
Setelah beberapa minggu, kompi yang dipimpin Prabowo kemudian dipindah ke sektor tengah di bawah pimpinan Komandan RTP 6 Letkol Inf Sahala Rajagukguk. Dalam operasi pengejaran selama dua minggu di daerah Laclubar, Fatuberliu dan Fahinehan dan membaca jejak, pasukan Prabowo akhirnya terlibat kontak tembak dengan pasukan Lobato. Pasukan Lobato saat itu berkekuatan hampir 200 orang yang dilengkapi 40 senjata.
“Pasukan yang mengepung terdiri dari Batalyon 744, 700, dan 401. Kompi saya sendiri sebagai pemukul dari lingkaran. Alhamdulillah, pada 31 Desember siang hari, Lobato dan pasukannya berhasil disergap. Namun Lobato memilih untuk bunuh diri karena tidak mau ditangkap hidup-hidup,” kata Prabowo.
Mendengar keberhasilan penyergapan Fretilin dan menewaskan Lobato, sambung Prabowo, Jenderal M. Jusuf langsung datang dan menjemputnya dengan helikopter. ”Sebagai hadiah, satu peleton pasukan saya yang menyergap mendapat kenaikan pangkat luar biasa dan langsung pulang ke Jakarta hanya tiga bulan operasi. Kami pun naik Hercules tidak naik kapal seperti biasanya,” kata Prabowo.
Tolak Pengawal dan Ajudan Kopassus
Tidak hanya kepeduliannya terhadap anak buahnya yang membuat Prabowo terkesan. Jenderal M. Jusuf juga merupakan Jenderal TNI yang sederhana dan bersahaja.
”Penampilan beliau yang sederhana, rendah hati juga sangat mengesankan saya. Saya pernah berkunjung ke rumahnya pada saat saya berpangkat Kapten pada 1982. Lalu pada 1995 ketika menjadi Brigadir Jenderal saya juga mengunjungi Jenderal Yusuf karena beliau saya anggap panutan dan mentor,” ucapnya.
Ketika itu, Prabowo yang baru saja pecah bintang menjadi Brigjen TNI mengunjungi kediaman Jenderal M. Jusuf di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat sekitar pukul 19.00. ”Saya mengunjungi Jenderal Jusuf setelah saya melakukan laporan korps kenaikan pangkat pada Panglima ABRI (Pangab) yang ketika itu dijabat Jenderal Feisal Tanjung serta setelah mendatangi orang tua saya dan Pak Harto,” kata Prabowo.
Setelah pertemuannya di Mako Kopassus, keduanya baru kembali bertemu saat operasi Timor-Timor. Ketika itu, Prabowo yang masih berpangkat Letnan Satu (Lettu) mendapat tugas untuk melakukan pengejaran terhadap Presiden Fretilin Nicolau dos Reis Lobato. Prabowo yang menjabat sebagai komandan kompi kemudian menggelar operasi pada Oktober 1978 mulai dari sektor timur di bawah pimpinan RDP 18 Kolonel Raja Kami Sembiring Meliala.
Prabowo Subianto saat di medan operasi Timor-Timor. Foto/istimewa
Setelah beberapa minggu, kompi yang dipimpin Prabowo kemudian dipindah ke sektor tengah di bawah pimpinan Komandan RTP 6 Letkol Inf Sahala Rajagukguk. Dalam operasi pengejaran selama dua minggu di daerah Laclubar, Fatuberliu dan Fahinehan dan membaca jejak, pasukan Prabowo akhirnya terlibat kontak tembak dengan pasukan Lobato. Pasukan Lobato saat itu berkekuatan hampir 200 orang yang dilengkapi 40 senjata.
“Pasukan yang mengepung terdiri dari Batalyon 744, 700, dan 401. Kompi saya sendiri sebagai pemukul dari lingkaran. Alhamdulillah, pada 31 Desember siang hari, Lobato dan pasukannya berhasil disergap. Namun Lobato memilih untuk bunuh diri karena tidak mau ditangkap hidup-hidup,” kata Prabowo.
Mendengar keberhasilan penyergapan Fretilin dan menewaskan Lobato, sambung Prabowo, Jenderal M. Jusuf langsung datang dan menjemputnya dengan helikopter. ”Sebagai hadiah, satu peleton pasukan saya yang menyergap mendapat kenaikan pangkat luar biasa dan langsung pulang ke Jakarta hanya tiga bulan operasi. Kami pun naik Hercules tidak naik kapal seperti biasanya,” kata Prabowo.
Tolak Pengawal dan Ajudan Kopassus
Tidak hanya kepeduliannya terhadap anak buahnya yang membuat Prabowo terkesan. Jenderal M. Jusuf juga merupakan Jenderal TNI yang sederhana dan bersahaja.
”Penampilan beliau yang sederhana, rendah hati juga sangat mengesankan saya. Saya pernah berkunjung ke rumahnya pada saat saya berpangkat Kapten pada 1982. Lalu pada 1995 ketika menjadi Brigadir Jenderal saya juga mengunjungi Jenderal Yusuf karena beliau saya anggap panutan dan mentor,” ucapnya.
Ketika itu, Prabowo yang baru saja pecah bintang menjadi Brigjen TNI mengunjungi kediaman Jenderal M. Jusuf di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat sekitar pukul 19.00. ”Saya mengunjungi Jenderal Jusuf setelah saya melakukan laporan korps kenaikan pangkat pada Panglima ABRI (Pangab) yang ketika itu dijabat Jenderal Feisal Tanjung serta setelah mendatangi orang tua saya dan Pak Harto,” kata Prabowo.