Partai Ummat Perbaiki Permohonan Gugatan Presidential Threshold
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Ummat telah memperbaiki permohonan pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur tentang presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Perbaikan permohonan disampaikan dalam sidang pemeriksaan di Ruang Sidang Panel MK, Selasa (22/2/2022).
Permohonan uji materi pasal yang mengatur presidential threshold ini diajukan oleh Partai Ummat yang diwakili Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum dan A. Muhajir selaku Sekretaris Jenderal DPP Partai Ummat.
Dalam persidangan Perkara Nomor 11/PUU-XX/2022 yang ditayangkan di YouTube Mahkamah Konstitusi RI tersebut, Muhamad Raziv Barokah selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang pendahuluan. Perbaikan permohonan antara lain terkait kedudukan hukum (legal standing) Partai Ummat.
"Partai Ummat memang belum menempuh proses verifikasi faktual karena memang agendanya belum dilaksanakan oleh KPU," ujar Muhamad Raziv Barokah selaku kuasa hukum Pemohon.
Menurutnya, Partai Ummat lebih menekankan pada kerugian yang bersifat potensial. Dia mengatakan, segala hal yang diperlukan dalam proses verifikasi di KPU tersebut telah dipenuhi oleh Partai Ummat. "Jadi hanya tinggal menunggu agenda dilaksanakan oleh KPU RI, Yang Mulia," ujarnya.
Dalam sidang sebelumnya, Raziv Barokah menyampaikan bahwa Pasal 222 UU Pemilu bukanlah open legal policy dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945. Menurut pemohon, Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 merupakan delegasi yang mengamalkan hal-hal terkait dengan teknis. Sementara, ambang batas 20% bukan berbicara mengenai teknis dan malah menghambat terjadinya demokrasi yang fair dan kompetitif.
Sementara mengenai pengusungan, sambung Raziv, seharusnya telah diatur secara limitatif dalam Pasal 6 ayat (2) UUD 1945. Oleh karena itu, menurutnya, keberadaaan Pasal 222 UU Pemilu ini diyakini pemohon bukan merupakan open legal policy, melainkan close legal policy. "Sehingga seharusnya Pasal 222 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Raziv melanjutkan, presidential threshold juga menghilangkan hak konstitusional pemohon sebagai partai politik untuk mengusulkan calon presiden, mendiskriminasi partai politik kecil, dan bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.
"Dengan adanya Pasal 222 yang menambahkan frasa 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional menjadikan hak konstitusional murni yang diberikan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 menjadi hilang dan tentunya sangat merugikan pemohon," ujarnya di hadapan Panel Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto.
Menurut Raziv, penerapan presidential threshold berpotensi menutup ruang dilaksanakannya putaran kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945. Hal ini terbukti pada penyelenggaraan Pilpres 2014 dan Pilpres 2019, yang hanya menghadirkan dua pasangan calon yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Pada petitumnya, pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Koordinator Judicial Review dan Wakil Ketua Umum Partai Ummat Buni Yani mengatakan, di atas kertas Partai Ummat telah memenuhi syarat KPU dengan diterbitkannya SK Kemenkumham atas berdirinya Partai Ummat.
"Syarat-syarat berdirinya sebuah partai tercantum dalam UU Pemilu, dan semua persyaratan tersebut telah kami penuhi sehingga kami mendapatkan SK Kemenkumham. Hanya satu yang ditambahkan KPU yaitu KTA dan kami pun sudah siap menyerahkan jumlah KTA yang telah melebihi jumlah yang disyaratkan KPU," ujar Buni Yani dalam siaran persnya, Selasa (22/2/2022).
Buni mengatakan Partai Ummat menjadi pelopor pengajuan judicial review ambang batas 20 persen yang dianggap telah melanggar UUD 1945 dan demokrasi. "Kita mengajak partai-partai lain untuk bergabung dengan Partai Ummat memohon pembatalan aturan yang tidak masuk akal ini demi demokrasi yang sehat dan perbaikan bangsa ke depan."
Permohonan uji materi pasal yang mengatur presidential threshold ini diajukan oleh Partai Ummat yang diwakili Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum dan A. Muhajir selaku Sekretaris Jenderal DPP Partai Ummat.
Dalam persidangan Perkara Nomor 11/PUU-XX/2022 yang ditayangkan di YouTube Mahkamah Konstitusi RI tersebut, Muhamad Raziv Barokah selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang pendahuluan. Perbaikan permohonan antara lain terkait kedudukan hukum (legal standing) Partai Ummat.
"Partai Ummat memang belum menempuh proses verifikasi faktual karena memang agendanya belum dilaksanakan oleh KPU," ujar Muhamad Raziv Barokah selaku kuasa hukum Pemohon.
Menurutnya, Partai Ummat lebih menekankan pada kerugian yang bersifat potensial. Dia mengatakan, segala hal yang diperlukan dalam proses verifikasi di KPU tersebut telah dipenuhi oleh Partai Ummat. "Jadi hanya tinggal menunggu agenda dilaksanakan oleh KPU RI, Yang Mulia," ujarnya.
Dalam sidang sebelumnya, Raziv Barokah menyampaikan bahwa Pasal 222 UU Pemilu bukanlah open legal policy dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945. Menurut pemohon, Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 merupakan delegasi yang mengamalkan hal-hal terkait dengan teknis. Sementara, ambang batas 20% bukan berbicara mengenai teknis dan malah menghambat terjadinya demokrasi yang fair dan kompetitif.
Sementara mengenai pengusungan, sambung Raziv, seharusnya telah diatur secara limitatif dalam Pasal 6 ayat (2) UUD 1945. Oleh karena itu, menurutnya, keberadaaan Pasal 222 UU Pemilu ini diyakini pemohon bukan merupakan open legal policy, melainkan close legal policy. "Sehingga seharusnya Pasal 222 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Raziv melanjutkan, presidential threshold juga menghilangkan hak konstitusional pemohon sebagai partai politik untuk mengusulkan calon presiden, mendiskriminasi partai politik kecil, dan bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.
"Dengan adanya Pasal 222 yang menambahkan frasa 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional menjadikan hak konstitusional murni yang diberikan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 menjadi hilang dan tentunya sangat merugikan pemohon," ujarnya di hadapan Panel Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto.
Menurut Raziv, penerapan presidential threshold berpotensi menutup ruang dilaksanakannya putaran kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945. Hal ini terbukti pada penyelenggaraan Pilpres 2014 dan Pilpres 2019, yang hanya menghadirkan dua pasangan calon yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Pada petitumnya, pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Koordinator Judicial Review dan Wakil Ketua Umum Partai Ummat Buni Yani mengatakan, di atas kertas Partai Ummat telah memenuhi syarat KPU dengan diterbitkannya SK Kemenkumham atas berdirinya Partai Ummat.
"Syarat-syarat berdirinya sebuah partai tercantum dalam UU Pemilu, dan semua persyaratan tersebut telah kami penuhi sehingga kami mendapatkan SK Kemenkumham. Hanya satu yang ditambahkan KPU yaitu KTA dan kami pun sudah siap menyerahkan jumlah KTA yang telah melebihi jumlah yang disyaratkan KPU," ujar Buni Yani dalam siaran persnya, Selasa (22/2/2022).
Buni mengatakan Partai Ummat menjadi pelopor pengajuan judicial review ambang batas 20 persen yang dianggap telah melanggar UUD 1945 dan demokrasi. "Kita mengajak partai-partai lain untuk bergabung dengan Partai Ummat memohon pembatalan aturan yang tidak masuk akal ini demi demokrasi yang sehat dan perbaikan bangsa ke depan."
(zik)