Kelangkaan Minyak Goreng Seperti Jalan Tiada Ujung

Jum'at, 18 Februari 2022 - 11:53 WIB
loading...
Kelangkaan Minyak Goreng Seperti Jalan Tiada Ujung
Ilham Bintang. FOTO/DOK.PRIBADI
A A A
Ilham Bintang
Wartawan Senior, Dewan Kehormatan PWI Pusat

URUSAN minyak goreng tidak ada habis-habisnya. Mengingatkan judul novel wartawan legend, Mochtar Lubis, "Jalan Tak Ada Ujung" (1952). Novel berlatar perang kemerdekaan Indonesia yang bercerita tentang Guru Isa, guru sekolah yang membantu para gerilyawan namun hidup dalam ketakutan.

"Ketakutan" serupa kini dialami kini para suami di seluruh Indonesia sejak kelangkaan minyak goreng terjadi. Para kepala rumah tangga stres tidak bisa tenang hidupnya, menghadapi istri-istri yang "merepet" sepanjang hari mengutuki ironi kelangkaan minyak goreng. Para suami juga khawatir kondisi itu bakal lebih runyam, merembet bikin imunitas ibu-ibu merosot, padahal itu lebih berbahaya di masa pandemi yang juga tiada ujung.

Ironi Indonesia
Kelangkaan (mahalnya minyak nabati) memang merupakan ironi di Indonesia. Negara ini produsen sawit terbesar di dunia. Kita tahu pemerintah memang sudah turun tangan mencoba mengatasi. Sudah menggunakan segala jurus namun belum membuahkan hasil. Sudah empat bulan keadaan runyam ini berlangsung.



Tiada Janji Lutfi yang Terbukti
Saya beberapa kali menonton Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bicara di layar televisi, menjanjikan solusi (akan membanjiri pasar minyak goreng dengan harga normal). Meyakinkan. Ibaratnya omong hari ini, esok paling telat keadaan sudah berubah baik. Namun, hasilnya tiap kali itu hanya bikin ibu-ibu rumah tangga tambah meradang. Hanya memperburuk keadaan. Saya malu pada istri. Tidak ada janji Lutfi yang terbukti.

Pedagang di pasar tradisional maupun warung-warung mengaku tak menjual minyak goreng murah sesuai program pemerintah dan janji Menteri Perdagangan di televisi. "Beli saja di televisi," kata pedagang ketus.

Kalaupun ada stok minyak goreng di pasar tapi harga yang ditawarkan masih dengan harga yang sudah melonjak. Ini bukan kata saya. Tapi begitu berita wartawan di media di seluruh daerah di Tanah Air. Berita sudah terkonfirmasi dengan mudah karena itu tadi: hasil "berburu" ibu-ibu di banyak pasar. Selebihnya, media banyak menyajikan polemik panjang para pakar kebijakan publik dan stakeholder terkait minyak goreng itu. Para produsen berdalih, kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri menyesuaikan dengan patokan harga minyak sawit (CPO) global. Di pasaran, harga minyak goreng berada di kisaran Rp20.000 per liter, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) Kementerian Perdagangan sebesar Rp11.500 per liter.

Subsidi pemerintah triliunan rupiah, seperti cuma mengalir ke laut. Hingga pun kebijakan berubah yang menetapkan "domestic market obligation" (DMO) dan "domestic price obligation" (DPO) yang efektif 1 Februari. Tetap saja tak memperbaiki keadaan.

DMO adalah kewajiban produsen yang melakukan ekspor CPO untuk memasok 20% kuota ekspornya untuk kebutuhan dalam negeri. Sedangkan DPO aturan yang menerapkan harga jual CPO di dalam negeri sebesar Rp9.300 per kilogram dan Rp10.300 per liter.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2641 seconds (0.1#10.140)