Wujudkan Pers Sehat dan Bermartabat

Rabu, 09 Februari 2022 - 08:17 WIB
loading...
Wujudkan Pers Sehat dan Bermartabat
Di era digitalisasi yang masif, pemerintah diharapkan mampu mewujudkan ekosistem media yang setara antara platform media digital dengan media mainstream. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
PERS Indonesia hari ini kembali berulang tahun. Pada peringatan 2022 ini pers Indonesia masih dihadapkan pada tantangan zaman yang tidak ringan. Bukan lagi tekanan rezim atau penggalian informasi yang mendapatkan pembatasan dari kelompok tertentu. Tantangan itu justru lebih banyak dari faktor luar, tepatnya dampak dari sebuah disrupsi teknologi digital.

Ini sebenarnya bukan sepenuhnya persoalan baru. Sejak era media berplatform digital menyeruak hebat pada kurun 10 tahun terakhir, pers Indonesia faktanya dipaksa berjalan dalam situasi tak nyaman. Bahkan tak jarang belepotan sehingga berujung mereka sebagian berguguran. Datangnya beragam platform media sosial pun terbukti sempat sangat mengganggu pers Indonesia. Bahkan, merujuk Edelman Trust Barometer Report 2015, tingkat kepercayaan publik terhadap media sosial pernah mengalahkan media arus utama.

Relasi antara pers Indonesia dengan platform digital yang belum terurai hingga kini tentu menjadi keprihatinan. Di tengah gencetan disrupsi digital itu, nyatanya belum ada strategi yang ampuh untuk menghadapinya. Yang terlihat masih sebatas inovasi-inovasi parsial atau bersifat individual dari institusi pers.

Lantaran bersifat serpihan, keuntungan yang didapat juga bersifat tak holistis. Artinya, solusi yang muncul mungkin efektif pada satu pihak, tapi ternyata tidak bisa atau sulit diterapkan pada institusi yang lain. Kondisi makin runyam manakala di tengah kompleksnya situasi ini yang terjadi malah sebagian institusi maupun insan pers mengedepankan strategi bar-bar dalam kerja keredaksian. Ini setidaknya ditandai dengan maraknya fenomena berita yang berbasis clickbait, bombastis, bahkan cenderung lemah dukungan fakta dan data.

Cara bekerja yang mencederai standar atau etika jurnalistik ini sejatinya makin membuat kondisi pers Indonesia tak sehat sekaligus rapuh. Setidaknya kondisi ini membuat tantangan pers menjadi lebih berat. Sudah harus tertatih-tatih menyiasati datangnya gelombang platform digital sekaligus harus bekerja keras mewujudkan citra pers agar tetap terjaga baik.

Di tengah dua tantangan besar ini, dorongan berbagai pihak seperti Dewan Pers yang menggelorakan agar perlunya ekosistem media Indonesia yang lebih setara dan sehat, antara lain lewat hak cipta jurnalistik (publisher rights), tentu menjadi harapan besar. Kehadiran ekosistem yang kolaboratif dan sinergis itu jelas menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi di saat pandemi Covid-19 yang belum berakhir ini, strategi bergandengan tangan untuk membangun jalan lebih taktis adalah sebuah keharusan.

Namun, hal yang perlu juga diingat, kerja bersama ini tidak cukup hanya sebuah bentuk seremoni atau bahkan penguatan dalam bentuk regulasi semata. Justru yang lebih penting adalah tiap institusi pers memiliki kesadaran kuat untuk tak henti menguatkan roh jurnalismenya.

Dari titik ini, kita optimistis ke depan akan memiliki fondasi yang kian kokoh. Artinya, ketika menghadapi apa pun situasi zaman, sejatinya institusi pers sudah tidak mudah goyah. Mungkin yang dibutuhkan hanyalah lebih bersifat penyesuaian-penyesuaian platform, model distribusi konten, dan strategi bisnis lain.

Kita bersyukur, di level global tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap informasi yang disampaikan media massa di tengah wabah pandemi ini masih sangat tinggi. Hal ini seharusnya menjadi tambahan modal untuk terus mengokohkan roh jurnalisme, sembari memformulasikan skema yang tepat untuk menghadapi perubahan zaman era digital ini.

Memang bukan jalan yang mudah, namun ini juga bukan hal mustahil. Selain terus menjalin kolaborasi di level internal, pers Indonesia juga saatnya memiliki daya tawar yang kuat terhadap platform digital. Lobi-lobi ini, sekali lagi, bisa dibangun jika pers Indonesia memang memiliki kekhasan yang kuat, seperti matangnya verifikasi data dan jauh dari berita hoaks hingga membangun persatuan bangsa.

Meminjam istilah Wakil Presiden Ma’ruf Amin, kehadiran era digital adalah tak terelakkan. Pers Indonesia diminta tak terlalu galau menghadapinya, namun bagaimana terampil memanfaatkan kemajuan teknologi digital itu menjadi kekuatan baru. Maka, dalam situasi yang harus berdampingan itu, yang terpenting adalah menciptakan kemandirian atau kedaulatan digital. Ini tentu lebih dari sekadar sebuah bangunan ekosistem media yang sehat atau setara semata.

Dan, pers yang sehat sejatinya bukan saja menjadi tujuan institusi atau insan pers. Dengan pers sehat akan tercipta publik Indonesia yang cerdas sekaligus berkualitas. Bahkan menjadi pers yang kian terhormat dan bermartabat. Semoga puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang dipusatkan di Kendari, Sulawesi Tenggara, bisa menghasilkan rumusan yang strategis untuk tujuan besar itu.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2038 seconds (0.1#10.140)