Pekerja Sawit Tewas Sepekan Setelah Masuk Kerangkeng Bupati Langkat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membongkar fakta mengejutkan mengenai tewasnya penghuni kerangkeng di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin. Satu di antaranya ternyata meninggal hanya sepekan setelah dikurung.
"Di beberapa berita disebutkan meninggal setelah satu bulan. Enggak, yang benar adalah meninggal setelah tujuh hari. Itu firm (terkonfirmasi)," kata anggota Komnas HAM Choirul Anam seusai memeriksa Terbit di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (7/2/2022).
Berdasarkan hasil penelusuran dan investigasi tim Komnas HAM, kata Anam, terdapat tiga penghuni kerangkeng milik Terbit yang meninggal. Satu di antaranya ketiganya diketahui, meninggal setelah dikurung selama sepekan.
"Dicek lah ke sesama anggota keluarga kapan diantar, kapan diterima jenazahnya, dan lain-lain akhirnya ketemu memang seminggu (meninggal)," ujar Anam.
Anam enggan memerinci identitas korban meninggal tersebut. Sebab saat ini, pihaknya sedang mendalami penyebab korban tersebut meninggal. "Hari pertama ngapain, hari kedua ngapain, termasuk dia yang ngobatin," terangnya.
Temuan kerangkeng manusia ini berawal dari Migrant Care. Migrant Care mengungkap temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin. Kerangkeng tersebut diduga digunakan oleh Terbit untuk memenjarakan para pekerja sawit di lahan miliknya. Ada dugaan perbudakan modern yang dilakukan oleh Terbit Rencana.
Dugaan pelanggaran HAM dan perdagangan manusia ini akhirnya terbongkar berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Kabupaten Langkat. Terbit menjadi salah satu dari beberapa orang yang dibekuk KPK. Saat penggeledahan rumah Terbit, ditemukan kerangkeng besi untuk mengurung manusia.
Migrant Care pun melaporkan dugaan perbudakan modern ini. Komnas HAM lalu menerjunkan tim untuk melakukan investigasi, terlebih setelah menerima aduan adanya praktik penyiksaan terhadap para pekerja sawit tersebut.
"Di beberapa berita disebutkan meninggal setelah satu bulan. Enggak, yang benar adalah meninggal setelah tujuh hari. Itu firm (terkonfirmasi)," kata anggota Komnas HAM Choirul Anam seusai memeriksa Terbit di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (7/2/2022).
Berdasarkan hasil penelusuran dan investigasi tim Komnas HAM, kata Anam, terdapat tiga penghuni kerangkeng milik Terbit yang meninggal. Satu di antaranya ketiganya diketahui, meninggal setelah dikurung selama sepekan.
"Dicek lah ke sesama anggota keluarga kapan diantar, kapan diterima jenazahnya, dan lain-lain akhirnya ketemu memang seminggu (meninggal)," ujar Anam.
Anam enggan memerinci identitas korban meninggal tersebut. Sebab saat ini, pihaknya sedang mendalami penyebab korban tersebut meninggal. "Hari pertama ngapain, hari kedua ngapain, termasuk dia yang ngobatin," terangnya.
Temuan kerangkeng manusia ini berawal dari Migrant Care. Migrant Care mengungkap temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin. Kerangkeng tersebut diduga digunakan oleh Terbit untuk memenjarakan para pekerja sawit di lahan miliknya. Ada dugaan perbudakan modern yang dilakukan oleh Terbit Rencana.
Dugaan pelanggaran HAM dan perdagangan manusia ini akhirnya terbongkar berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Kabupaten Langkat. Terbit menjadi salah satu dari beberapa orang yang dibekuk KPK. Saat penggeledahan rumah Terbit, ditemukan kerangkeng besi untuk mengurung manusia.
Migrant Care pun melaporkan dugaan perbudakan modern ini. Komnas HAM lalu menerjunkan tim untuk melakukan investigasi, terlebih setelah menerima aduan adanya praktik penyiksaan terhadap para pekerja sawit tersebut.
(muh)