Komisi VII DPR Sayangkan Sikap Mendag

Senin, 07 Februari 2022 - 17:03 WIB
loading...
Komisi VII DPR Sayangkan...
Menteri Perdagangan (Mendag), M Lutfi. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Lamhot Sinaga, Anggota Komisi VII DPR RI menyayangkan pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag), M Lutfi. Di mana, harga minyak goreng tinggi dan kelangkaan persediaan di masyarakat disalahkan pada program biodiesel yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga: Cerita Mantan Mendag Pernah Jadi Makhluk Langka Era 70-an

"Kita semua tahu bahwa kebijakan program biodiesel B30 pemerintah tidak ada hubungannya dengan kelangkaan minyak goreng," kata tukas Lamhot, Senin (7/2/2022).

Lamhot menjelaskan, sejak dicanangkannya program biodiesel, penggunaan CPO sudah diperhitungkan dengan matang. Lamhot menambahkan, salah satu tujuan program ini adalah untuk menstabilkan harga CPO di level petani kelapa sawit.

Berdasarkan tautan Kementerian ESDM, biodiesel adalah bahan bakar nabati untuk aplikasi mesin/motor diesel berupa ester metil asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses esterifikasi/transesterifikasi.

Untuk saat ini, di Indonesia bahan baku biodiesel berasal dari Minyak Sawit (CPO). Selain dari CPO, tanaman lain yang berpotensi untuk bahan baku biodiesel antara lain tanaman jarak, jarak pagar, kemiri sunan, kemiri cina, nyamplung dan lain-lain.

Pengakuan Mendag bahwa meroketnya harga minyak goreng di pasaran sebagai akibat kesalahan Pemerintah sendiri telah mengagetkan banyak pihak. Pemerintah diwakili Mendag di depan DPR Komisi VI pada akhir Januari kemarin, mengakui bahwa harga minyak goreng yang tidak wajar saat ini akibat ulah Pemerintah sendiri, yaitu menjalankan program B30.

"Pernyataan itu seperti menampar muka Presiden. Menteri Perdagangan harus diberi teguran keras. Dia sudah membuat malu Presiden," ujar Lambot.

Anggota Komisi VII tersebut menjelaskan, kebijakan biofuel sama sekali tidak mengganggu persediaan bahan baku CPO untuk minyak goreng. Menurutnya, penggunaan CPO untuk program B30 ini hanya menggunakan sekitar 7,3 juta liter, dan untuk minyak goreng tersedia sekitar 32 juta liter.

"Sudah ada jatah pembagian masing-masing dan tidak saling mengganggu," katanya.

Ia menjelaskan, faktor utama terletak pada tingginya harga bahan baku sawit serta sinyalir adanya ketidakbecusan dalam hal distribusi.

"Operasi pasar tidak akan efektif kalau tidak diikuti oleh pengawasan distribusi yang ketat. Dan ini yang terjadi," tutur Lamhot.

Penjelasan serupa juga dikemukakan oleh Eddy Martono, Sekretaris Jendral GAPKI. Ia menampik, penerapan program biodiesel mengganggu pasokan atau harga minyak goreng dalam negeri.

"Yang menyebabkan harga minyak goreng tinggi memang karena harga minyak nabati internasional sedang tinggi," jelasnya.

Eddy juga membantah, bahwa pengusaha lebih suka menyuplai ke biodiesel ketimbang minyak goreng, "Program B30 itu bersifat mandatory dan volume ditentukan pemerintah," jelasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1045 seconds (0.1#10.140)