BUMN Tinggal 107 Kluster Dipangkas
loading...
A
A
A
KINI, jumlah badan usaha milik negara (BUMN) telah berkurang dari sebanyak 142 menjadi 107 perusahaan. Penyusutan jumlah perusahaan pelat merah tersebut juga disertai pemangkasan kluster. Meski demikian, Kementerian BUMN belum puas dengan jumlah perusahaan yang ada. Idealnya, sebagaimana yang diharapkan Menteri BUMN Erick Thohir, jumlah perusahaan negara sekitar 70 hingga 80 perusahaan. Pengurangan jumlah BUMN tersebut menyusul setelah diterbitkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pembentukan Tim Percepatan Restrukturisasi BUMN.
Semula BUMN memiliki 27 kluster dan kini telah menciut tinggal 12 kluster, yakni kluster energi dan gas, kluster mineral dan batu bara (minerba), kluster perkebunan dan kehutanan, kluster pupuk dan pangan, kluster farmasi dan kesehatan, kluster industri pertahanan, manufaktur dan industri lainnya, kluster jasa keuangan, kluster asuransi dan dana pensiun, kluster telekomunikasi dan media, kluster pembangunan infrastruktur, kluster pariwisata, logistik, dan lainnya, serta kluster sarana dan prasarana perhubungan. Pengurangan jumlah dan pemangkasan kluster BUMN dibeberkan Erick Thohir di depan Komisi VI DPR RI awal pekan ini.
Sejumlah perusahaan milik negara kini tertatih-tatih terkena dampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Beruntung, pemerintah cepat tanggap menyelamatkan perusahaan yang kinerjanya mulai goyah. Pemerintah bersedia mengorek kocek sebesar Rp152,15 triliun yang dikemas dalam program Penyelamatan Ekonomi Nasional (PEN). Anggaran yang jumlahnya cukup besar itu diberikan kepada perusahaan pelat merah dalam tiga kategori. Pertama , sebagai pembayaran utang atau kompensasi dari pemerintah. Kedua, penyertaan modal negara (PMN). Ketiga , dana talangan.
Tercatat, anggaran PMN yang digelontorkan pemerintah mencapai Rp25,27 triliun untuk empat perusahaan pelat merah. Rinciannya, PT Hutama Karya mendapatkan PMN sebesar Rp11 triliun. Satu di antara proyek strategis dari Hutama Karya yang dalam penyelesaian adalah tol Trans Sumatera. Lalu, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) memperoleh PMN sebesar Rp6 triliun. Modal tersebut dipakai untuk program penjaminan kredit modal kerja darurat bagi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menyusul, PT Permodalan Nasional Madani dengan alokasi PMN sebesar Rp 2,5 triliun untuk pembiayaan Ultramikro (Umi) dan kredit Mekar dengan pinjaman di bawah Rp10 juta. Dan, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia dengan dukungan PMN sebesar Rp500 miliar untuk pengembangan Mandalika.
Adapun dana talangan yang dikeluarkan pemerintah mencapai Rp19,65 triliun. Dana talangan tersebut sebagai bentuk jaminan dari pemerintah kepada perusahaan negara untuk melakukan penjaminan kredit kepada pihak lain. Penerima dana talangan meliputi lima BUMN, yaitu PT Garuda Indonesia mendapatkan dana talangan sebesar Rp8,5 triliun, PT Perkebunan Nusantara senilai Rp4 triliun, PT Kereta Api Indonesia sebesar Rp3,5 triliun, PT Krakatau Steel senilai Rp3 triliun, serta Perumnas sebesar Rp65 miliar.
Sementara itu, utang pemerintah kepada BUMN tercatat sebesar Rp108,48 triliun. Data terbaru menunjukkan utang pemerintah kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp48,46 triliun, PT Pertamina sebesar Rp40 triliun, BUMN Karya sekitar Rp12,16 triliun, PT KAI sebesar Rp30 miliar, PT Pupuk Indonesia sebesar Rp6 triliun, PT Kimia Farma sebesar Rp1 triliun, serta Perum Bulog sebesar Rp56 miliar. Untuk pencairan utang tersebut, pihak Kementerian BUMN menyatakan dalam proses dan berharap dapat diselesaikan secepat mungkin.
Pemberian dana talangan pemerintah kepada BUMN mendapat sorotan dari Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel yang mempertanyakan mekanisme atau konsep munculnya dana talangan. Lebih jauh, mantan menteri perdagangan pada periode pertama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu juga menilai program dana talangan tersebut tidak jelas sehingga perlu diklarifikasi lebih jauh.
Mendapat sorotan dari DPR, Menteri BUMN Erick Thohir membeberkan bahwa ada dua konsep dana talangan yang disiapkan, namun belum diputuskan. Jadi, dana talangan belum final, sedangkan untuk PMN dan pembayaran utang pemerintah sudah tidak ada masalah.
Kita berharap penyelesaian utang pemerintah ke BUMN dan program PMN dapat terealisasi tanpa hambatan berarti. Sebab, anggaran yang sudah disepakati pemerintah untuk memperbaiki kinerja perusahaan pelat merah memang sudah menjadi kewajiban dan tugas pemerintah. Untuk dana talangan alangkah baiknya Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan membahas lebih rinci lagi, mumpung belum ada keputusan final, seperti apa mekanisme dana talangan tersebut. Jangan sampai dana talangan di kemudian hari bermasalah.
Semula BUMN memiliki 27 kluster dan kini telah menciut tinggal 12 kluster, yakni kluster energi dan gas, kluster mineral dan batu bara (minerba), kluster perkebunan dan kehutanan, kluster pupuk dan pangan, kluster farmasi dan kesehatan, kluster industri pertahanan, manufaktur dan industri lainnya, kluster jasa keuangan, kluster asuransi dan dana pensiun, kluster telekomunikasi dan media, kluster pembangunan infrastruktur, kluster pariwisata, logistik, dan lainnya, serta kluster sarana dan prasarana perhubungan. Pengurangan jumlah dan pemangkasan kluster BUMN dibeberkan Erick Thohir di depan Komisi VI DPR RI awal pekan ini.
Sejumlah perusahaan milik negara kini tertatih-tatih terkena dampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Beruntung, pemerintah cepat tanggap menyelamatkan perusahaan yang kinerjanya mulai goyah. Pemerintah bersedia mengorek kocek sebesar Rp152,15 triliun yang dikemas dalam program Penyelamatan Ekonomi Nasional (PEN). Anggaran yang jumlahnya cukup besar itu diberikan kepada perusahaan pelat merah dalam tiga kategori. Pertama , sebagai pembayaran utang atau kompensasi dari pemerintah. Kedua, penyertaan modal negara (PMN). Ketiga , dana talangan.
Tercatat, anggaran PMN yang digelontorkan pemerintah mencapai Rp25,27 triliun untuk empat perusahaan pelat merah. Rinciannya, PT Hutama Karya mendapatkan PMN sebesar Rp11 triliun. Satu di antara proyek strategis dari Hutama Karya yang dalam penyelesaian adalah tol Trans Sumatera. Lalu, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) memperoleh PMN sebesar Rp6 triliun. Modal tersebut dipakai untuk program penjaminan kredit modal kerja darurat bagi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menyusul, PT Permodalan Nasional Madani dengan alokasi PMN sebesar Rp 2,5 triliun untuk pembiayaan Ultramikro (Umi) dan kredit Mekar dengan pinjaman di bawah Rp10 juta. Dan, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia dengan dukungan PMN sebesar Rp500 miliar untuk pengembangan Mandalika.
Adapun dana talangan yang dikeluarkan pemerintah mencapai Rp19,65 triliun. Dana talangan tersebut sebagai bentuk jaminan dari pemerintah kepada perusahaan negara untuk melakukan penjaminan kredit kepada pihak lain. Penerima dana talangan meliputi lima BUMN, yaitu PT Garuda Indonesia mendapatkan dana talangan sebesar Rp8,5 triliun, PT Perkebunan Nusantara senilai Rp4 triliun, PT Kereta Api Indonesia sebesar Rp3,5 triliun, PT Krakatau Steel senilai Rp3 triliun, serta Perumnas sebesar Rp65 miliar.
Sementara itu, utang pemerintah kepada BUMN tercatat sebesar Rp108,48 triliun. Data terbaru menunjukkan utang pemerintah kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp48,46 triliun, PT Pertamina sebesar Rp40 triliun, BUMN Karya sekitar Rp12,16 triliun, PT KAI sebesar Rp30 miliar, PT Pupuk Indonesia sebesar Rp6 triliun, PT Kimia Farma sebesar Rp1 triliun, serta Perum Bulog sebesar Rp56 miliar. Untuk pencairan utang tersebut, pihak Kementerian BUMN menyatakan dalam proses dan berharap dapat diselesaikan secepat mungkin.
Pemberian dana talangan pemerintah kepada BUMN mendapat sorotan dari Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel yang mempertanyakan mekanisme atau konsep munculnya dana talangan. Lebih jauh, mantan menteri perdagangan pada periode pertama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu juga menilai program dana talangan tersebut tidak jelas sehingga perlu diklarifikasi lebih jauh.
Mendapat sorotan dari DPR, Menteri BUMN Erick Thohir membeberkan bahwa ada dua konsep dana talangan yang disiapkan, namun belum diputuskan. Jadi, dana talangan belum final, sedangkan untuk PMN dan pembayaran utang pemerintah sudah tidak ada masalah.
Kita berharap penyelesaian utang pemerintah ke BUMN dan program PMN dapat terealisasi tanpa hambatan berarti. Sebab, anggaran yang sudah disepakati pemerintah untuk memperbaiki kinerja perusahaan pelat merah memang sudah menjadi kewajiban dan tugas pemerintah. Untuk dana talangan alangkah baiknya Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan membahas lebih rinci lagi, mumpung belum ada keputusan final, seperti apa mekanisme dana talangan tersebut. Jangan sampai dana talangan di kemudian hari bermasalah.
(jon)