KPK: Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Permudah Tangkap Koruptor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menyambut baik penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura. Hal ini dikatakan Wakil Ketua KPK , Nurul Ghufron.
Baca juga: Koruptor hingga Donatur Terorisme Tak Bisa Lagi Sembunyi di Singapura
Sebab kata Nurul, KPK nantinya akan lebih mudah menangkap, serta memulangkan pelaku tindak pidana korupsi (koruptor) yang berupaya melarikan diri ke Singapura.
Sebab sebelumnya, Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Selain tempat bersembunyi, pelaku tindak pidana juga disebut kerap menyembunyikan hartanya di Singapura.
"Perjanjian ekstradisi tentunya tidak hanya mempermudah proses penangkapan dan pemulangan tersangka korupsi yang melarikan diri atau berdomisili di negara lain. Namun nantinya, juga akan berimbas positif terhadap upaya optimalisasi asset recovery," kata Nurul Ghufron melalui pesan singkatnya, Selasa (25/1/2022).
Menurut Ghufron, perjanjian ekstradisi ini akan menjadi akselerasi progresif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Melalui regulasi ini kata Ghufron, seluruh instrumen yang dimiliki Singapura dan Indonesia nantinya akan memberikan dukungan penuh terhadap upaya ekstradisi dalam kerangka penegakkan hukum kedua negara.
"Termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi," ucapnya.
KPK merasa akan sangat terbantu dengan adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura ini. Kata dia, perjanjian ini bisa berdampak positif juga pada upaya optimalisasi asset recovery dari berbagai tindak pidana. Khususnya, tindak pidana korupsi.
"Karena tidak dipungkiri bahwa aset pelaku korupsi tidak hanya berada di dalam negeri, tapi juga tersebar di berbagai negara lainnya. Maka dengan optmalisasi perampasan aset tersebut, kita memberikan sumbangsih terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," beber Ghufron.
"Sehingga, perjanjian ekstradisi ini menjadi sebuah tonggak langkah maju pemberantasan korupsi, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi pemberantasan korupsi pada skala global," sambungnya.
Sekadar informasi, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura akhirnya ditandatangani setelah mulai diupayakan pemerintah sejak 1998.
Terdapat sekitar 31 jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian ini. Di antaranya, pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
Penandatanganan perjanjian ekstradisi ini dilakukan dalam Leaders’ Retreat, yakni pertemuan tahunan yang dimulai sejak 2016 antara Presiden Republik Indonesia dengan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara.
Leaders’ Retreat rencananya diselenggarakan pada tahun 2020. Namun dikarenakan pandemi Covid-19, kegiatan tersebut baru dapat dilaksanakan pada 25 Januari 2022 di Bintan, Kepulauan Riau. Menkumham, Yasonna Laoly mewakili pemerintah Indonesia telah menandatangani perjanjian ekstradisi itu.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Indonesia dan PM Singapura menyaksikan secara langsung penandatanganan 15 dokumen kerja sama strategis di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi dan sosial budaya.
15 dokumen itu di antaranya, persetujuan tentang Penyesuaian FIR; perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura; pernyataan Bersama Menteri Pertahanan Indonesia dan Singapura tentang Kesepakatan untuk memberlakukan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan 2007 (Joint Statement MINDEF DCA).
Selain ketiga dokumen perjanjian itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI dan Senior Minister/Coordinating Minister for National Security Singapura juga melakukan pertukaran surat (exchange of letter) yang akan menjadi kerangka pelaksanaan ketiga dokumen kerja sama strategis Indonesia-Singapura secara simultan.
Lihat Juga: Mahfud MD Kritik Omongan Menteri Hukum soal Wacana Denda Damai Ampuni Koruptor: Salah Beneran
Baca juga: Koruptor hingga Donatur Terorisme Tak Bisa Lagi Sembunyi di Singapura
Sebab kata Nurul, KPK nantinya akan lebih mudah menangkap, serta memulangkan pelaku tindak pidana korupsi (koruptor) yang berupaya melarikan diri ke Singapura.
Sebab sebelumnya, Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Selain tempat bersembunyi, pelaku tindak pidana juga disebut kerap menyembunyikan hartanya di Singapura.
"Perjanjian ekstradisi tentunya tidak hanya mempermudah proses penangkapan dan pemulangan tersangka korupsi yang melarikan diri atau berdomisili di negara lain. Namun nantinya, juga akan berimbas positif terhadap upaya optimalisasi asset recovery," kata Nurul Ghufron melalui pesan singkatnya, Selasa (25/1/2022).
Menurut Ghufron, perjanjian ekstradisi ini akan menjadi akselerasi progresif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Melalui regulasi ini kata Ghufron, seluruh instrumen yang dimiliki Singapura dan Indonesia nantinya akan memberikan dukungan penuh terhadap upaya ekstradisi dalam kerangka penegakkan hukum kedua negara.
"Termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi," ucapnya.
KPK merasa akan sangat terbantu dengan adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura ini. Kata dia, perjanjian ini bisa berdampak positif juga pada upaya optimalisasi asset recovery dari berbagai tindak pidana. Khususnya, tindak pidana korupsi.
"Karena tidak dipungkiri bahwa aset pelaku korupsi tidak hanya berada di dalam negeri, tapi juga tersebar di berbagai negara lainnya. Maka dengan optmalisasi perampasan aset tersebut, kita memberikan sumbangsih terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," beber Ghufron.
"Sehingga, perjanjian ekstradisi ini menjadi sebuah tonggak langkah maju pemberantasan korupsi, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi pemberantasan korupsi pada skala global," sambungnya.
Sekadar informasi, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura akhirnya ditandatangani setelah mulai diupayakan pemerintah sejak 1998.
Terdapat sekitar 31 jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian ini. Di antaranya, pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
Penandatanganan perjanjian ekstradisi ini dilakukan dalam Leaders’ Retreat, yakni pertemuan tahunan yang dimulai sejak 2016 antara Presiden Republik Indonesia dengan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara.
Leaders’ Retreat rencananya diselenggarakan pada tahun 2020. Namun dikarenakan pandemi Covid-19, kegiatan tersebut baru dapat dilaksanakan pada 25 Januari 2022 di Bintan, Kepulauan Riau. Menkumham, Yasonna Laoly mewakili pemerintah Indonesia telah menandatangani perjanjian ekstradisi itu.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Indonesia dan PM Singapura menyaksikan secara langsung penandatanganan 15 dokumen kerja sama strategis di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi dan sosial budaya.
15 dokumen itu di antaranya, persetujuan tentang Penyesuaian FIR; perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura; pernyataan Bersama Menteri Pertahanan Indonesia dan Singapura tentang Kesepakatan untuk memberlakukan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan 2007 (Joint Statement MINDEF DCA).
Selain ketiga dokumen perjanjian itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI dan Senior Minister/Coordinating Minister for National Security Singapura juga melakukan pertukaran surat (exchange of letter) yang akan menjadi kerangka pelaksanaan ketiga dokumen kerja sama strategis Indonesia-Singapura secara simultan.
Lihat Juga: Mahfud MD Kritik Omongan Menteri Hukum soal Wacana Denda Damai Ampuni Koruptor: Salah Beneran
(maf)