Jangan Tunggu sampai Omicron Meledak

Kamis, 20 Januari 2022 - 14:13 WIB
loading...
Jangan Tunggu sampai...
Meski risiko yang ditimbulkan varian Omicron dinilai lebih rendah dibanding Delta, masyarakat diminta tetap waspada terhadap varian baru Covid-19 tersebut. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
OMICRON sudah di depan mata. Pilihannya tak banyak. Kita mau leha-leha atau siaga. Dua pilihan itu tentu sama-sama memiliki risiko, bukannya akan bebas cela sepenuhnya.

Namun dengan siaga, tentu risiko yang didapatkan relatif akan lebih ringan. Setidaknya bisa terkendali lantaran kita punya histori mengerikan kala wabah ini menggila Juni-Juli 2021 lalu.

Memang dalam sepekan terakhir kesiagaan mulai terlihat. Bahkan Presiden Joko Widodo tak henti mewanti-wanti agar masyarakat mewaspadai varian baru virus Covid-19 ini. “Semua harus waspada, tapi jangan terlalu panik”. Demikian inti pesan presiden dalam rangka menghadapi potensi amukan Omicron ini.

Namun di lapangan, faktanya tidak sepenuhnya berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh presiden. Pengetatan-pengetatan di sektor kehidupan belum terasa kuat. Mal, pasar, moda transportasi massal, perkantoran, maupun sekolah masih beroperasi seperti biasa. Bahkan harus diakui bahwa di sektor-sektor itu, protokol kesehatannya justru kian longgar.

Situasi yang kontraproduktif inilah yang patut menjadi kekhawatiran kita bersama. Sebab meski Omicron sudah di depan mata, namun sejatinya kita belum benar-benar siaga. Kesiagaan lebih tampak bersifat verbal. Baik itu imbauan presiden, regulasi baru pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang seolah masih jadi rutinitas dan narasi positif yang diolah sana-sini.

Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya sikap terlalu percaya diri akan bebas dari paparan Omicron yang kini menjangkiti mayoritas masyarakat kita. Munculnya sikap merasa lebih kuat dari paparan korona ini tak memang tak bisa dihindarkan. Sebab, narasi yang terbangun saat ini, Indonesia sudah berhasil mengendalikan virus korona. Program vaksinasi massal yang hingga hari ini berjalan juga disebut-sebut menjadi kunci keberhasilan tersebut.

Namun apakah keyakinan itu sepenuhnya benar? Bukankah berangkat dari pengalaman selama ini, Indonesia seringkali harus bongkar pasang kebijakan lantaran kegagapan menghadapi korona ini?

Sikap kesiapsiagaan inilah yang harus ditumbuhkan lagi di seluruh benak masyarakat Indonesia. Kendati menurut berbagai ahli medis, dampak varian Omicron tak seganas dengan varian Delta, nyatanya saat ini tak sepenuhnya bisa dientengkan. Pada 16 Desember 2021 lalu misalnya, Presiden Jokowi berharap tidak ada penularan lokal varian ini. Namun fakta yang terjadi, per 17 Januari 2022, tercatat sudah ada 179 kasus penularan lokal. Ini membuktikan bahwa meski awalnya diduga kuat varian ini muncul dari perjalanan luar negeri, namun hari ini situasinya sudah tidak demikian.

Meski Omicron dianggap berefek ringan, namun ketika jumlah kasus atau orang yang harus dirawat membengkak tajam, maka hal ini juga bukan masalah enteng lagi. Dan, dunia hari ini pun sedang tidak baik-baik saja, Di tengah stempel ‘keberhasilan’ yang dimiliki Indonesia, beberapa negara justru saat ini berjibaku menghadapi amukan Covid-19 yang luar biasa.

Amerika Serikat misalnya, mencatatakan rekor terbesar karena menemukan 1,13 juta kasus korona pada 10 Januari lalu sejak wabah ini muncul. Demikian juga Jerman, kemarin kasus baru hariannya tembus 120.000. Ini juga menjadi rekor tertinggi di Jerman sejak virus ini menyebar awal 2020 lalu. Rekor harian tertinggi kemarin juga pecah di India dengan 282.000 kasus. Rekor serupa juga terjadi di Arab Saudi, China, Inggris, Denmark dan banyak negara lain.

Dengan situasi yang tidak pasti ini, pantaskah kita terus membangga-banggakan sebagai negara yang berhasil mengendalikan korona? Perlahan kasus korona di Indonesia juga kian menanjak. Per Rabu (19/1), kasus positif Covid-19 bertambah 1.745. Maka sudah semestinya keyakinan ini dikesampingkan. Sebaliknya, pemerintah bersama pihak terkait membangkitkan kembali kesadaran bersama pentingnya mewaspadai varian baru ini. Di beberapa daerah, kasus baru dari varian ini sudah nyata bermunculan. Maka sudah saatnya, semua elemen mengencangkan semangat untuk saling waspada dan menjaga kuat protokol kesehatan. Saatnya pula, regulasi-regulasi, instruksi atau imbaun yang telah dibuat seperti aturan PPKM diterapkan dengan semestinya.

Awal pekan ini misalnya, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah mengimbau agar dalam dua pekan ke depan perkantoran agar memberlakuan kebijakan work from office (WFO) tidak sampai 100%. Namun bagaimana implementasi anjuran ini di lapangan? Mayoritas perkantoran terlihat masih mengabaikan hal ini. Bagaimana juga dengan sekolah-sekolah yang masih dibolehkan pembelajaran tatap muka 100%?

Di tengah situasi yang penuh ketidakpastian ini, sekali lagi, sikap waspada dan siaga menjadi kunci. Jangan sampai, energi bangsa ini lelah dan terbuang lantaran dipicu kesemberonoan kita semua.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1363 seconds (0.1#10.140)