Tugaskan Dua Anggotanya, PAN Mulai Lobi-lobi soal Revisi UU Pemilu

Rabu, 10 Juni 2020 - 17:30 WIB
loading...
Tugaskan Dua Anggotanya,...
Pimpinan DPP PAN saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PAN secara virtual di Jakarta, Selasa 5 Mei 2020. Foto/SINDOnews/Yulianto
A A A
JAKARTA - Revisi Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu menjadi pertaruhan bagi keberlangsungan partai politik di Tanah Air.

Untuk itu, berbagai cara dilakukan partai agar mereka bisa lolos ke DPR pada Pemilu 2024. Salah satunya dilakukan Partai Amanat Nasional (PAN) yang menjajaki komunikasi serta melobi semua partai politik guna mencari kesamaan pandangan terkait revisi UU tersebuti.

“Kita kan setelah menerima draf RUU Pemilu itu, tentu kita lihat dan pelajari kira-kira permasalahan-permasalahan yang bisa melemahkan partai, terutama partai yang selama ini dianggap partai tengah. Isunya tidak sekadar PT (parliamentary threshold) 7 persen tapi juga pemberlakukan PT di provinsi dan kabupaten/kota termasuk juga sistem pemilu proporsional terbuka/tertutup. Itu yang kita bahas,” kata Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno kepada SINDOnews, Rabu (10/6/2020).

“Setelah itu, kita juga melakukan lobi-lobi, berdiskusi dengan teman-teman dari fraksi-fraksi yang lain,” sambungnya.

Eddy menjelaskan, PAN ingin memetakan keinginan partai-partai terkait RUU Pemilu tersebut. Partainya juga akan melakukan dialog untuk mengetahui di mana bisa menemukan titik temu untuk isu-isu tertentu.

Dia tidak menampik perbedaan pandangan di antara partai-partai. Dalam dialog tersebut, PAN mencoba mempertemukan pandangan PAN dengan partai yang lainnya.

“Sekarang kita sudah tahun pandangan-pandangan partai lain. Misalnya PPP menolak PT 7 persen, Demokrat menolak 7 persen, PKS katanya menolak juga tapi mereka tidak pernah menyebutkan maunya berapa persen. PAN kan dari awal Pak Zul (Zulkifli Hasan) sudah menyatakan, kita maunya pembicaraan dan dialog untuk tahu titik temunya. Isunya cukup banyak dan ruang untuk melakukan lobi juga cukup lebar,” tuturnya. ( )

Kendati demikian, Eddy mengaku belum bisa mengungkapkan partai mana saja yang sudah ditemui oleh PAN. Yang jelas, dialog terkait RUU Pemilu akan terus menerus dilakukan karena memang proses pembahasannya pun masih sangat panjang.
PAN juga sudah mengutus dua orang dari Fraksi PAN untuk menjalin komunikasi dengan fraksi-fraksi di DPR. “Kita sudah tugaskan anggota fraksi kita ada Saleh Daulay, Yandri Susanto. Ya kita biar Yandri dan Saleh jalan dulu, untuk lobi-lobi tingkat tingginya biar ketum yang melakukan,” ujar Eddy.

Adapun usulan PAN dalam RUU Pemilu, Eddy mengungkapkan PAN berpandangan parliamentary threshold 4% dirasa sudah cukup karena, dengan angka tersebut pada Pemilu 2019 saja ada 13,5 juta suara pemilih yang tidak terwakili karena partainya gagal masuk parlemen.

Jika angka itu dinaikkan menjadi 7%, bisa dibayangkan akan ada 20 juta lebih suara yang tidak terwakilkan. Padahal, dalam prinsip demokrasi setiap suara perlu dihargai dan punya hak untuk diperjuangkan.

“Kita juga berpandangan bahwa konsolidasi partai dilakukan melalui seleksi alam aja, tidak perlu penetapan PT tertentu. Tapi justru seleksi alam itu merupakan refleksi dari kehendak masyarakat,” tuturnya.

Kemudian, dia melanjutkan, pengalaman Pemilu 2019 lalu, PAN melihat potensi para pemimpin maju untuk pilpres itu cukup besar, tapi kesempatan itu terkunci dengan adanya presidential threshold yang tinggi yakni 20%.

Dengan demikian, lanjut dia, Pemilu 2024 perlu dijadikan era baru calon pemimpin yang akan muncul karena, dari pemilu lalu, calon dan partai yang bisa mencalonkan adalah pemain-pemain lama. Hanya Sandiaga Uno yang muncul sebagai figur baru.

“Kita berikan kesempatan seluas-luasnya kepada putra-putri terbaik bangsa ini dan oleh karena itu kami berpandangan presidential threshold sebaiknya dinolkan,” usulnya.

Soal sistem pemilu legislative, Eddy menuturkan bahwa PAN menghendaki sistem proporsional terbuka. Bagaimanapun juga sistem ini memberikan hak dan kesempatan kepada masyarakat konstituen untuk memilih calonnya.

Karena, kata dia, proses pemilihan caleg di partai itu belum tentu melalui mekanisme yang demokratis.“Kalau pemilihan itu dilakukan secara demokratis, ada sistemnya, ada pemilihan internal siapa yang dapat nomor urut satu, siapa dapat nomor urut 2, kriterianya jelas, ya apa boleh buat. Tapi kan sistem pencalegan di dalam partai masih secara tradisional, siapa yang dekat dengan pimpinan atau memiliki keterkaitan dengan pendiri. Ya kayak seperti itu lah,” tuturnya.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1361 seconds (0.1#10.140)