Jadi Tim Ahli Satgas Saber Pungli, Feri Amsari Bilang Begini

Kamis, 23 April 2020 - 10:50 WIB
loading...
Jadi Tim Ahli Satgas Saber Pungli, Feri Amsari Bilang Begini
Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) mendapatkan tambahan tenaga dengan masuknya lima akademisi termuka. Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan keamanan menjadikan mereka sebagai tenaga ahli.

Mereka adalah Rhenald Kasali dan Imam B Prasodjo (Universitas Indonesia), Suparman Marzuki (Universitas Islam Indonesia), Zainal Arifin Mochtar (Universitas Gadjah Mada), serta Feri Amsari. Dua nama terakhir, Zainal dan Feri, dikenal sebagai aktivis antikorupsi.

Feri Amsari mengatakan dirinya dan empat orang lain tidak masuk dalam Tim Saber Pungli. Namun, mereka masuk dalam kelompok ahli. "Kami supporting bagi kerja Tim Saber Pungli," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Kamis (23/4/2020).

Pria 39 tahun itu berharap Tim Saber Pungli dapat bekerja dengan baik untuk memastikan layanan publik yang bebas pungli. Ia mengatakan tidak akan semua lini akan dijangkau. Ada beberapa bidang yang akan menjadi fokus penanganan agar menjadi lebih baik, yakni kesehatan, pendidikan, dan birokrasi. ( ).

"Saya dan ahli lain masih memikirkan wilayah mana yang bisa membuka ruang agar layanan publik kita dapat diperbaiki. Juga memberikan manfaat kepada khalayak ramai," tuturnya.

Dalam Surat keputusan pengangkatan tim ahli, Feri dan kawan-kawan memiliki beberapa tugas utama. Tim ahli ini akan melakukan kajian dan rekomendasi kepada pengendali tentang sistem pencegahan dan pemberantasan pungli; kajian, evaluasi, dan rekemendasi tentang penataan uni saber pungli di instansi pelayanan publik; mengolah dan menganalisis pengaduan masyarakat. ( ).

Tim Saber Pungli ini dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Oktober 2016. Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan Tim Saber Pungli ini untuk mencegah pungli di sektor pelayanan publik. Awalnya hanya fokus pada kasus-kasus kecil, tapi belakangan berhasil mengungkap kasus bernilai miliaran rupiah.

"Kalau ini yang kita bayangkan pelayanan di birokrasi yang kecil-kecil, tapi banyak sekali. Ini mengganggu kelancara tugas-tugas birokrasi dan menimbulkan ketidakadilan," pungkas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2647 seconds (0.1#10.140)