Tak Pilih Lockdown, Menko PMK Ungkap Cara Pikir Presiden Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Era disrupsi telah mendorong para pemimpin di berbagai sektor untuk mengubah praktik kepemimpinan agar keberlanjutan organisasi terjaga. Disrupsi teknologi, pandemi, dan meningkatnya jumlah milenial menuntut para pemimpin memiliki cara berpikir luwes dan adaptif, serta perlu membuat terobosan.
"Cara berpikir luwes dan adaptif, serta berani membuat terobosan itu telah dipraktikkan oleh Presiden Joko Widodo pada masa awal Indonesia menghadapi pandemi," ujar Menko PMK dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (19/12/2021).
Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang mengadopsi konsep ini adalah tidak dilakukannya lockdown saat pandemi Covid-19. Tetapi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang kemudian berubah menjadi pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Menurut Menko PMK, melalui kebijakan tersebut, Indonesia diakui oleh dunia sebagai salah satu negara yang berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19. Karena kasus positif berangsur melandai dan kasus meninggal dunia juga makin kecil.
Walaupun fokus pada penanganan Covid-19 bersama kementerian dan lembaga, Kemenko PMK tetap menyadari bahwa pandemi juga telah mengancam pelayanan kesehatan dasar.
Untuk itu, di tengah upaya mengendalikan Covid-19, Kemenko PMK tetap menggalakkan program penanganan stunting. Karena angkanya masih di kisaran 27,6 persen, serta program-program lain yang terkait dengan sumber daya manusia.
Menurut Menko PMK, selain memiliki cara berpikir luwes dan adaptif, seorang pemimpin juga harus memiliki sifat filantropis, empati, dan altruis agar organisasi bisa dinamis dan berkelanjutan. "Tanpa ketiga sifat itu, kemampuan seorang pemimpin belumlah lengkap," ujar Menko PMK.
Terkait dengan tugas Kemenko PMK, penguatan daya saing sumber daya manusia merupakan salah satu kunci bagi organisasi dan pemimpinnya agar bisa sukses melalui era disrupsi.
"Cara berpikir luwes dan adaptif, serta berani membuat terobosan itu telah dipraktikkan oleh Presiden Joko Widodo pada masa awal Indonesia menghadapi pandemi," ujar Menko PMK dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (19/12/2021).
Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang mengadopsi konsep ini adalah tidak dilakukannya lockdown saat pandemi Covid-19. Tetapi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang kemudian berubah menjadi pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Menurut Menko PMK, melalui kebijakan tersebut, Indonesia diakui oleh dunia sebagai salah satu negara yang berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19. Karena kasus positif berangsur melandai dan kasus meninggal dunia juga makin kecil.
Walaupun fokus pada penanganan Covid-19 bersama kementerian dan lembaga, Kemenko PMK tetap menyadari bahwa pandemi juga telah mengancam pelayanan kesehatan dasar.
Untuk itu, di tengah upaya mengendalikan Covid-19, Kemenko PMK tetap menggalakkan program penanganan stunting. Karena angkanya masih di kisaran 27,6 persen, serta program-program lain yang terkait dengan sumber daya manusia.
Menurut Menko PMK, selain memiliki cara berpikir luwes dan adaptif, seorang pemimpin juga harus memiliki sifat filantropis, empati, dan altruis agar organisasi bisa dinamis dan berkelanjutan. "Tanpa ketiga sifat itu, kemampuan seorang pemimpin belumlah lengkap," ujar Menko PMK.
Terkait dengan tugas Kemenko PMK, penguatan daya saing sumber daya manusia merupakan salah satu kunci bagi organisasi dan pemimpinnya agar bisa sukses melalui era disrupsi.