Taktik Perang Supit Urang Jenderal Sudirman yang Melegenda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemenangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dalam pertempuran Ambarawa pada 15 Desember 1945 melawan tentara Sekutu begitu membanggakan. Bukan hanya tercatat sebagai kemenangan pertama dalam perang kemerdekaan, pertempuran Ambarawa membawa nama militer Indonesia mendunia.
Pasukan sekutu yang gagah perkasa lengkap dengan senjata dan alutsista modern, tumbang oleh pasukan TKR, organisasi militer yang baru saja dibentuk dengan senjata ala kadarnya. Dua hal yang kemudian dikenal dan dikenang dunia adalah sosok Sudirman dan taktik perang Supit Urang yang diperkenalkannya.
Taktik supit urang tersebut adalah teknik penyerangan dari dua sisi yang bertujuan membuat musuh terperangkap. Taktik ini dijalankan Sudirman yang kala itu sebagai Komandan Divisi V Banyumas berpangkat kolonel.
Setelah gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, Sudirman yang merasa sangat kehilangan salah satu perwira terbaiknya langsung mengambil alih komando pasukan. Sudirman memerintahkan pasukannya melakukan pengepungan dan pembatasan dari dua sisi posisi pasukan Sekutu.
Pada 11 Desember 1945, Sudirman menggelar rapat dengan para pimpinan sektor TKR. Di dalam rapat itulah, Sudirman mulai memperkenalkan taktik perang yang memang baru saat itu, yaitu Supit Urang. Ini dilakukan dengan cepat, cerdik, dan serentak. Untuk menggunakan taktik ini, Sudirman menggunakan empat kelompok pasukan.
Keesokan harinya serangan dimulai. Tepat pukul 04.30 pagi, serangan diawali oleh pasukan pemukul dari arah Selatan dan Barat ke arah Timur menuju Semarang. Gerakan pasukan pemukul lalu diikuti pasukan penembak karaben dengan tujuan menjepit musuh dari kanan dan kiri, seperti seekor udang menjepit mangsa. Selanjutnya, supit bertemu di bagian luar Ambarawa ke arah Semarang.
Dengan taktik ini, TKR berhasil memutus komunikasi pasukan Sekutu terputus dan membuat Sekutu benar-benar terkurung. Setelah bertempur selama kurang lebih 4 hari, pada 15 Desember 1945 TKR berhasil merebut Ambarawa dan pasukan Sekutu mundur ke Semarang.
Kemenangan TKR di Ambarawa melambungkan nama Sudirman yang dianggap menunjukkan kelas tertinggi sebagai pemimpin di tengah keterbatasan. Berkat kemenangan ini pula, pangkat Kolonel Sudirman pun dinaikkan menjadi Jenderal oleh Presiden Soekarno.
”Kolonel Soedirman telah menunjukkan dan membuktikan kualitas sebagai pemimpin yang mampu membawa kemenangan luar biasa di tengah keterbatasan, kekurangan dan ketidakterampilan para prajuritnya dalam menghadapi tentara sekutu yang serba modern, profesional, berpengalaman dan sebagai pemenang dalam Perang Dunia II. Pemimpin yang sangat berani, mampu menempatkan diri pada posisi apapun baik sebagai Komandan, Guru, Pelatih, Bapak, Teman seperjuangan yang selalu dekat dengan anak buah, kerelaan, ketulusan dan keikhlasan berkorban demi kemerdekaan Indonesia dan keteladanan-keteladanan lainnya mampu melahirkan taktik “Supit Urang” yang telah berhasil menghancurkan dan merebut benteng terkuat di Ambarawa, kemenangan yang sangat monumental,” tulis Mayjen TNI Wuryanto dalam artikel berjudul Palagan Ambarawa Peletak Dasar Nilai Kejuangan TNI dari Tantangan Global, dikutip Kamis (15/12/2021).
Pasukan sekutu yang gagah perkasa lengkap dengan senjata dan alutsista modern, tumbang oleh pasukan TKR, organisasi militer yang baru saja dibentuk dengan senjata ala kadarnya. Dua hal yang kemudian dikenal dan dikenang dunia adalah sosok Sudirman dan taktik perang Supit Urang yang diperkenalkannya.
Taktik supit urang tersebut adalah teknik penyerangan dari dua sisi yang bertujuan membuat musuh terperangkap. Taktik ini dijalankan Sudirman yang kala itu sebagai Komandan Divisi V Banyumas berpangkat kolonel.
Setelah gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, Sudirman yang merasa sangat kehilangan salah satu perwira terbaiknya langsung mengambil alih komando pasukan. Sudirman memerintahkan pasukannya melakukan pengepungan dan pembatasan dari dua sisi posisi pasukan Sekutu.
Pada 11 Desember 1945, Sudirman menggelar rapat dengan para pimpinan sektor TKR. Di dalam rapat itulah, Sudirman mulai memperkenalkan taktik perang yang memang baru saat itu, yaitu Supit Urang. Ini dilakukan dengan cepat, cerdik, dan serentak. Untuk menggunakan taktik ini, Sudirman menggunakan empat kelompok pasukan.
Keesokan harinya serangan dimulai. Tepat pukul 04.30 pagi, serangan diawali oleh pasukan pemukul dari arah Selatan dan Barat ke arah Timur menuju Semarang. Gerakan pasukan pemukul lalu diikuti pasukan penembak karaben dengan tujuan menjepit musuh dari kanan dan kiri, seperti seekor udang menjepit mangsa. Selanjutnya, supit bertemu di bagian luar Ambarawa ke arah Semarang.
Dengan taktik ini, TKR berhasil memutus komunikasi pasukan Sekutu terputus dan membuat Sekutu benar-benar terkurung. Setelah bertempur selama kurang lebih 4 hari, pada 15 Desember 1945 TKR berhasil merebut Ambarawa dan pasukan Sekutu mundur ke Semarang.
Kemenangan TKR di Ambarawa melambungkan nama Sudirman yang dianggap menunjukkan kelas tertinggi sebagai pemimpin di tengah keterbatasan. Berkat kemenangan ini pula, pangkat Kolonel Sudirman pun dinaikkan menjadi Jenderal oleh Presiden Soekarno.
”Kolonel Soedirman telah menunjukkan dan membuktikan kualitas sebagai pemimpin yang mampu membawa kemenangan luar biasa di tengah keterbatasan, kekurangan dan ketidakterampilan para prajuritnya dalam menghadapi tentara sekutu yang serba modern, profesional, berpengalaman dan sebagai pemenang dalam Perang Dunia II. Pemimpin yang sangat berani, mampu menempatkan diri pada posisi apapun baik sebagai Komandan, Guru, Pelatih, Bapak, Teman seperjuangan yang selalu dekat dengan anak buah, kerelaan, ketulusan dan keikhlasan berkorban demi kemerdekaan Indonesia dan keteladanan-keteladanan lainnya mampu melahirkan taktik “Supit Urang” yang telah berhasil menghancurkan dan merebut benteng terkuat di Ambarawa, kemenangan yang sangat monumental,” tulis Mayjen TNI Wuryanto dalam artikel berjudul Palagan Ambarawa Peletak Dasar Nilai Kejuangan TNI dari Tantangan Global, dikutip Kamis (15/12/2021).
(muh)