Denny JA: Perlu Ada Upaya Sistematis Mengurangi Pembajakan

Kamis, 09 Desember 2021 - 06:56 WIB
loading...
Denny JA: Perlu Ada...
Penulis Denny JA mengungkapkan bahwa jumlah kasus pembajakan hak milik intelektual justru meningkat di era pandemi Covid-19. Dia mendorong adanya upaya sistematis dan powerfull untuk mengurangi pembajakan itu. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Penulis Denny JA mengungkapkan bahwa jumlah kasus pembajakan hak milik intelektual justru meningkat di era pandemi Covid-19. Dia mendorong adanya upaya sistematis dan powerfull untuk mengurangi pembajakan itu.

Hal ini disampaikan Denny JA dalam penandatangan MoU 4 lembaga di hari pertama Indonesia International Book Fair (IIBF), Rabu (8/12/2021). Kerja sama ditandatangani oleh masing-masing perwakilan lembaga, Kartini Nurdin dari Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI), Arys Hilman Nugroho dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Free Hearty dari Wanita Penulis Indonesia (WPI), dan Denny JA dari Perkumpulan Penulis Indonesia (Satupena).

Penandatanganan MoU dilakukan di hadapan tiga lembaga pemerintah selaku pemangku kebijakan, yakni Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

"Berdasarkan data dari Analytics Firm Muso, streaming ilegal untuk film saja di era Covid-19 justru meningkat hingga 33%," ujar Denny JA dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (9/12/2021).

Menurutnya, meningkatnya tekanan hidup di era pandemi, membuat publik semakin membutuhkan hiburan. Kondisi inilah yang mendorong publik mencari film yang bisa ditonton gratis, walau dengan cara membajak.

Denny JA mengungkapkan kerugian yang ditimbulkan pelanggaran copy rights untuk streaming sungguh mencolok. Di Amerika Serikat, kerugian per tahunnya mencapai USD30 miliar atau setara Rp420 triliun.

"Di Indonesia, kata Denny JA, pada 2019 Ikapi menerima laporan pelanggan hak cipta dari 11 penerbit. Nilai potensi kerugiannya mencapai Rp116,050 miliar," katanya.

Data yang dikumpulkan, dari buku yang beredar sebanyak 54,2% penerbit menemukan buku produksi mereka dibajak. Para pembajak itu bahkan menjualnya secara online.

Menurut Denny JA, penerbit asli tak akan mampu bersaing dengan pembajak. Di samping pandai mengemas produk bajakan itu, mereka pun berani menjualnya kurang dari separuh harga resmi.

Kesulitan permanen dari kultur pembajakan ini, apalagi di Indonesia karena publik memang merasa diuntungkan. Sementara UU yang ada menjadikan kasus pembajakan ini hanya delik aduan.

"Aparatur hukum hanya bertindak jika ada aduan. Perusahaan online yang ikut menyediakan lapak bagi pelaku bajakan hanya diwajibkan menghapus lapak itu dari platform mereka, jika terbukti itu memang karya bajakan," jelasnya.

Denny JA menyambut positif penandatanganan MoU dari empat lembaga. Menurutnya, sejak terpilih menjadi Ketua Umum Persatuan Penulis Satu Pena dan Himpunan Penulis Hati Pena, isu pembajakan menjadi perhatian utamanya. Ia pun membentuk Tim Kerja yang berupaya menciptakan iklim penulis yang sehat dari persoalan pembajakan, royalti, dan pajak.

"Ibarat burung yang akan lepas terbang tinggi, momen tanda tangan MoU itu adalah kepak sayap pertama burung itu," katanya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1732 seconds (0.1#10.140)