Dorong Presidential Threshold 0%, DPD Segera Gugat UU Pemilu ke MK

Rabu, 08 Desember 2021 - 17:43 WIB
loading...
Dorong Presidential Threshold 0%, DPD Segera Gugat UU Pemilu ke MK
Wakil Ketua Kelompok DPD RI di MPR RI Fahira Idris. Foto/Dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kelompok DPD RI di MPR melihat suara yang ada di masyarakat saat ini sudah sangat keras terhadap presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20%. Ketentuan itu dianggap menghalangi munculnya tokoh potensial alternatif di luar partai politik untuk menjadi pilihan bagi rakyat.

“Kami Kelompok DPD di MPR akan mendorong judicial review terhadap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20% ke Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Wakil Ketua Kelompok DPD RI di MPR RI Fahira Idris pada Dialog Kebangsaan tersebut di Lobi Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/12/2021).

Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai adanya ambang batas pencapresan itu, selain mengaburkan makna presidensial juga mereduksi partisipasi politik masyarakat karena pilihannya tidak terwakili. Menurut dia, ada beberapa hal mengapa harus meninggalkan presidential threshold.



“Pertama, jelas melenceng dari spirit keserentakan, adanya tendensi polarisasi keterbelahan seperti tahun 2014 lalu hingga saat ini, hingga menutup adanya tokoh alternatif,” ungkapnya.

Pengamat Politik dan Dosen Fisipol UGM Abdul Gaffar Karim membeberkan beberapa negara yang berhasil menerapkan sistem presidensial dengan multipartai seperti beberapa negara di Amerika Latin juga termasuk Indonesia. "Pada buku The Surprising Success of Multiparty Presidentialism oleh Carlos Pereira menjelaskan bahwa agar berhasil di sistem presidensial multipartai, seorang bahwa presiden harus sebagai jabatan kuat secara konstitusional, punya kekuatan untuk barter atau negosiasi atau dipertukarkan dengan parlemen, check and balances yang kuat," katanya.

Di sisi lain, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis memaparkan persoalan pesidential threshold ini sudah beberapa kali diuji materi dan gagal karena terus mengangkat persoalan yang sama. Untuk itu, Margarito menyarankan, jangan lagi menggunakan argumen yang sama, pihaknya siap menyediakan ahli untuk maju dari DPD RI dan akademisi dan mobilisasi rakyat yang juga sepaham dengan hal tersebut.

Margarito menyarankan DPD RI satu suara, kemudian melakukan konferensi nasional untuk mendiskusikan ini dan didukung pers. “Menurut saya pers punya pengaruh dan bisa memperbesar spektrum dari isu ini. Melalui jurnalism talk saya yakin mampu mendorong persoalan ini hingga orang mengetahui bahwa DPD RI bersama rakyat mengusung kepentingan rakyat terkait PT ini,” pungkas Margarito.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1736 seconds (0.1#10.140)