4 Periode Perkembangan Demokrasi di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Demokrasi pada dasarnya adalah sebuah sistem politik yang memungkinkan setiap warga ikut andil dalam pengambilan keputusan negara. Sesuai akar bahasanya yang berasal dari Bahasa Yunani, singkatnya demokrasi berarti kekuasaan rakyat.
Berawal di Eropa, demokrasi meluas ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.
Dalam praktiknya di Indonesia, sistem demokrasi mengalami berbagai tantangan dan perubahan. Berikut empat periode perkembangan demokrasi di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
1. Demokrasi Liberal-Parlementer (1945-1959)
Kabinet Sjahrir II. Foto/ist
Sistem demokrasi parlementer ditandai dengan sistem pemerintahan parlementer. Hal ini ditetapkan lewat Maklumat Wakil Presiden No. X dan Maklumat Pemerintah mengenai pergantian sistem pemerintahan dari Presidensial menjadi Parlementer pada 3 November 1945.
Pada 14 November 1945 terbentuklah kabinet pertama yang dipimpin Soetan Sjahrir atau Kabinet Sjahrir sebagai perdana menteri. Kabinet ini hanya berusia tiga bulan karena dijatuhkan oposisi. Tetapi pada 12 Maret 1946 kembali membentuk kabinet Sjahrir setelah ditunjuk Presiden Soekarno untuk kedua kalinya.
Kabinet Sjahrir II terbentuk pada 12 Maret 1946 dan berakhir pada 2 Oktober 1946 sekali lagi akibat tekanan oposisi. Setelah itu, Sjahrir ditunjuk untuk ketiga kalinya membentuk kabinet. Kabinet Sjahrir III berlangsung selama kurun waktu 2 Oktober 1946 hingga 27 Juni 1947.
Setelah pemerintahan Sjahrir III, kabinet silih dibentuk silih berganti. Tercatat ada kabinet Amir Sjarifudin I dan II, Kabinet Darurat, serta Kabinet Hatta I dan II. Pada 1949, demokrasi parlementer diperkuat dengan landasan konsititusional Undang-undang Dasar Sementara 1950. Di Undang-Undang Dasar Sementara 1950 menyatakan lembaga eksekutif atas presiden sebagai kepala negara konstitusional dan menteri-menteri bertanggungjawab kepada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sehari-hari.
Tetapi, hal itu tidak membuat kabinet pemerintahan berjalan stabil. Jatuh bangun kabinet terus berlangsung hingga Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959 yang menandai berakhirnya era demokrasi liberal atau parlementer.
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Presiden Soekarno membacakan dekrit untuk kembali ke UUD 1945. Foto/dok.Deppen
Dalam dekrit 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menegaskan berlakunya kembali UUD 1945. Dekrit tersebut adalah realisasi dari keinginan Soekarno untuk mengubah sistem demokrasi parlementer pada 27 Januari 1957 di Bandung. Soekarno mengungkapkan keinginannya untuk kembali bisa mencampuri urusan pemerintahan meskipun Badan Konstituante belum juga menyelesaikan membentuk undang-undang dasar yang baru.
UUD 1945 memebuka kesempatan bagi seoramg presiden untuk bertahan selama lima tahun. Tetapi lewat ketetapan MPRS No. III/1963, jadilah Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Di masa demokrasi terpimpin, keuasaan Soekarno sebagai presiden sangat besar. Dengan kekuasaannya tersebut, pada 1960 Soekarno bahkan membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilihan umum.
3. Demokrasi Pancasila Era Orde Baru (1965-1998)
Presiden Soeharto menyatakan mundur pada 22 Mei 1998. Foto/ist
Peristiwa G30S/PKI segera mengakhiri era demokrasi terpimpin. Pada 1969, MPRS memberhentikan Soekarno sebagai presiden dan digantikan Soeharto. Indonesia memasuki era baru yang disebut sebagai Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila bermaksud untuk mengoreksi sistem politik selama masa demokrasi terpimpin yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Demokrasi Pancasila ingin meletakkan UUD 1945 sebagaimana terlahir setelah proklamasi.
Tetapi dalam perkembangannya, peran presiden juga makin dominan terhadap lembaga-lembaga negara yang lain. Demokrasi Pancasila selama era Orde Baru ditandai dengan dominasi ABRI atau TNI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik. Campur tangan pemerintah dalam partai politik dan kehidupan politik masyarakat juga terjadi.
Kondisi ini berlangsung hingga Mei 1998 ketika Soeharto terpaksa mundur dari posisi sebagai presiden akibat people power yang dinamakan sebagai Gerakan Reformasi.
4. Demokrasi Pancasila Era Reformasi (1998-Sekarang)
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dilantik menjadi presiden pada 1999. Foto/ist
Seperti Demokrasi Pancasila ala Orde Baru yang ingin merevisi praktik demokrasi terpimpin, Demokrasi Pancasila era reformasi juga ingin merevisi praktik politik dan pemerintahan Orde Baru yang dianggap menyimpang. Pemerintahan BJ Habibie yang menggantikan Soeharto membuka belenggu terhadap kemerdekaan pers dan berbicara sesuai tuntutan reformasi.
Pemilu bebas pertama setelah Orde baru digelar pada 1999, menempatkan KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden keempat Indonesia. Sampai masa pemerintahan Presiden Jokowi yang kedua saat ini, demokrasi di Indonesia masih terus mengalami tantangan dalam perkembangannya.
MG10-Soraya Balqis
Berawal di Eropa, demokrasi meluas ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.
Dalam praktiknya di Indonesia, sistem demokrasi mengalami berbagai tantangan dan perubahan. Berikut empat periode perkembangan demokrasi di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
1. Demokrasi Liberal-Parlementer (1945-1959)
Kabinet Sjahrir II. Foto/ist
Sistem demokrasi parlementer ditandai dengan sistem pemerintahan parlementer. Hal ini ditetapkan lewat Maklumat Wakil Presiden No. X dan Maklumat Pemerintah mengenai pergantian sistem pemerintahan dari Presidensial menjadi Parlementer pada 3 November 1945.
Pada 14 November 1945 terbentuklah kabinet pertama yang dipimpin Soetan Sjahrir atau Kabinet Sjahrir sebagai perdana menteri. Kabinet ini hanya berusia tiga bulan karena dijatuhkan oposisi. Tetapi pada 12 Maret 1946 kembali membentuk kabinet Sjahrir setelah ditunjuk Presiden Soekarno untuk kedua kalinya.
Kabinet Sjahrir II terbentuk pada 12 Maret 1946 dan berakhir pada 2 Oktober 1946 sekali lagi akibat tekanan oposisi. Setelah itu, Sjahrir ditunjuk untuk ketiga kalinya membentuk kabinet. Kabinet Sjahrir III berlangsung selama kurun waktu 2 Oktober 1946 hingga 27 Juni 1947.
Setelah pemerintahan Sjahrir III, kabinet silih dibentuk silih berganti. Tercatat ada kabinet Amir Sjarifudin I dan II, Kabinet Darurat, serta Kabinet Hatta I dan II. Pada 1949, demokrasi parlementer diperkuat dengan landasan konsititusional Undang-undang Dasar Sementara 1950. Di Undang-Undang Dasar Sementara 1950 menyatakan lembaga eksekutif atas presiden sebagai kepala negara konstitusional dan menteri-menteri bertanggungjawab kepada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sehari-hari.
Tetapi, hal itu tidak membuat kabinet pemerintahan berjalan stabil. Jatuh bangun kabinet terus berlangsung hingga Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959 yang menandai berakhirnya era demokrasi liberal atau parlementer.
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Presiden Soekarno membacakan dekrit untuk kembali ke UUD 1945. Foto/dok.Deppen
Dalam dekrit 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menegaskan berlakunya kembali UUD 1945. Dekrit tersebut adalah realisasi dari keinginan Soekarno untuk mengubah sistem demokrasi parlementer pada 27 Januari 1957 di Bandung. Soekarno mengungkapkan keinginannya untuk kembali bisa mencampuri urusan pemerintahan meskipun Badan Konstituante belum juga menyelesaikan membentuk undang-undang dasar yang baru.
UUD 1945 memebuka kesempatan bagi seoramg presiden untuk bertahan selama lima tahun. Tetapi lewat ketetapan MPRS No. III/1963, jadilah Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Di masa demokrasi terpimpin, keuasaan Soekarno sebagai presiden sangat besar. Dengan kekuasaannya tersebut, pada 1960 Soekarno bahkan membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilihan umum.
3. Demokrasi Pancasila Era Orde Baru (1965-1998)
Presiden Soeharto menyatakan mundur pada 22 Mei 1998. Foto/ist
Peristiwa G30S/PKI segera mengakhiri era demokrasi terpimpin. Pada 1969, MPRS memberhentikan Soekarno sebagai presiden dan digantikan Soeharto. Indonesia memasuki era baru yang disebut sebagai Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila bermaksud untuk mengoreksi sistem politik selama masa demokrasi terpimpin yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Demokrasi Pancasila ingin meletakkan UUD 1945 sebagaimana terlahir setelah proklamasi.
Tetapi dalam perkembangannya, peran presiden juga makin dominan terhadap lembaga-lembaga negara yang lain. Demokrasi Pancasila selama era Orde Baru ditandai dengan dominasi ABRI atau TNI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik. Campur tangan pemerintah dalam partai politik dan kehidupan politik masyarakat juga terjadi.
Kondisi ini berlangsung hingga Mei 1998 ketika Soeharto terpaksa mundur dari posisi sebagai presiden akibat people power yang dinamakan sebagai Gerakan Reformasi.
4. Demokrasi Pancasila Era Reformasi (1998-Sekarang)
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dilantik menjadi presiden pada 1999. Foto/ist
Seperti Demokrasi Pancasila ala Orde Baru yang ingin merevisi praktik demokrasi terpimpin, Demokrasi Pancasila era reformasi juga ingin merevisi praktik politik dan pemerintahan Orde Baru yang dianggap menyimpang. Pemerintahan BJ Habibie yang menggantikan Soeharto membuka belenggu terhadap kemerdekaan pers dan berbicara sesuai tuntutan reformasi.
Pemilu bebas pertama setelah Orde baru digelar pada 1999, menempatkan KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden keempat Indonesia. Sampai masa pemerintahan Presiden Jokowi yang kedua saat ini, demokrasi di Indonesia masih terus mengalami tantangan dalam perkembangannya.
MG10-Soraya Balqis
(muh)