Demokrat: Usulan Pemecatan Sri Mulyani Bukti Pemerintah Tidak Komunikatif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menilai usulan pemecatan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani oleh pimpinan MPR RI sebagai wujud komunikasi antar instansi pemerintah tidak berjalan dengan baik.
"Masalah yang kini tengah mengemuka antara Pimpinan MPR-RI dan Menteri Keuangan menjadi polemik yang menimbulkan pro dan kontra di publik," ujar Kamhar, Kamis (2/12/2021).
Kamhar menyebutkan berbagai macam persepsi yang bisa menjadi liar ini terbentuk tentunya tak lepas dari bangunan komunikasi yang mempresentasikan para Pimpinan MPR-RI. "Ini merupakan potret relasi antar lembaga tinggi negara dan lembaga negara yang kurang komunikatif. Jadi polemik di atas hanyalah fenomena gunung es yang pangkal persoalannya adalah buruknya manajemen kepemimpinan nasional," ungkap Kamhar.
Kamhar melihat ada kesan seolah Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad mendesak pencopotan Menkeu Sri Mulyani karena tak mau melayani aspirasi Pimpinan MPR terkait peningkatan anggaran sosialisasi dan tidak diterimanya alasan Menkeu yang dua kali tak menghadiri dan hanya mengirim perwakilan untuk rapat dengan Pimpinan MPR.
"Sekilas terkesan klise, apa iya para Pimpinan MPR yang diisi tokoh-tokoh politik senior sereaktif dan seemosional itu menyikapi ini sampai mendesak Presiden untuk mencopot pembantunya yang merupakan bendahara negara, bahkan secara tersirat menyampaikan tekanan bahwa MPR memiliki hak sidang istimewa," kata Kamhar Lakumani.
Hal ini kata Kamhar perlu ditelusuri lebih lanjut bahwa sebenarnya alasan pemotongan anggaran sosialisasi hanyalah puncak gunung yang es, tapi ada alasan lebih mendalam yang menyenangkan MPR meminta pemerintah memecat Sri Mulyani. "Ini menjadi menarik karena sejak dulu tak pernah MPR ramai dengan pemberitaan karena isu anggaran. Kami memandang polemik ini hanya sebagai fenomena gunung es yang menggambarkan betapa bobrok dan banyaknya masalah serta persoalan kebijakan fiskal," jelas Kamhar.
Pemotongan anggaran kata Kamhar tidak hanya terjadi di MPR RI melainkan juga di berbagai lembaga dan kementerian. "Jika karena pemotongan atau pengurangan anggaran, Pak Fadel pasti tahu bahkan alokasi belanja untuk subsidi pertanian dan petani pun mengalami pemotongan yang signifikan, jadi mestinya tak akan bereaksi secara berlebihan merespon pemotongan anggaran sosialisasi," katanya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menjelaskan pimpinan MPR RI dalam Rapat Pimpinan MPR RI pada 30 November 2021 meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menghargai hubungan antar lembaga tinggi negara. Pasalnya Sri Mulyani beberapa kali tidak datang memenuhi undangan rapat dari pimpinan MPR RI dan Badan Penganggaran MPR RI, tanpa adanya alasan yang jelas.
Padahal, kehadiran Sri Mulyani amat dibutuhkan untuk meningkatkan koordinasi dengan MPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat yang diisi oleh 575 anggota DPR RI dan 136 anggota DPD RI. MPR RI, kata Bambang Soesatyo, senantiasa mendukung berbagai kinerja pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19, Pemulihan Ekonomi Nasional, dan memutus mata rantai penyebaran radikalisme dan demoralisasi generasi bangsa. [Carlos Roy Fajarta]
"Masalah yang kini tengah mengemuka antara Pimpinan MPR-RI dan Menteri Keuangan menjadi polemik yang menimbulkan pro dan kontra di publik," ujar Kamhar, Kamis (2/12/2021).
Kamhar menyebutkan berbagai macam persepsi yang bisa menjadi liar ini terbentuk tentunya tak lepas dari bangunan komunikasi yang mempresentasikan para Pimpinan MPR-RI. "Ini merupakan potret relasi antar lembaga tinggi negara dan lembaga negara yang kurang komunikatif. Jadi polemik di atas hanyalah fenomena gunung es yang pangkal persoalannya adalah buruknya manajemen kepemimpinan nasional," ungkap Kamhar.
Kamhar melihat ada kesan seolah Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad mendesak pencopotan Menkeu Sri Mulyani karena tak mau melayani aspirasi Pimpinan MPR terkait peningkatan anggaran sosialisasi dan tidak diterimanya alasan Menkeu yang dua kali tak menghadiri dan hanya mengirim perwakilan untuk rapat dengan Pimpinan MPR.
"Sekilas terkesan klise, apa iya para Pimpinan MPR yang diisi tokoh-tokoh politik senior sereaktif dan seemosional itu menyikapi ini sampai mendesak Presiden untuk mencopot pembantunya yang merupakan bendahara negara, bahkan secara tersirat menyampaikan tekanan bahwa MPR memiliki hak sidang istimewa," kata Kamhar Lakumani.
Hal ini kata Kamhar perlu ditelusuri lebih lanjut bahwa sebenarnya alasan pemotongan anggaran sosialisasi hanyalah puncak gunung yang es, tapi ada alasan lebih mendalam yang menyenangkan MPR meminta pemerintah memecat Sri Mulyani. "Ini menjadi menarik karena sejak dulu tak pernah MPR ramai dengan pemberitaan karena isu anggaran. Kami memandang polemik ini hanya sebagai fenomena gunung es yang menggambarkan betapa bobrok dan banyaknya masalah serta persoalan kebijakan fiskal," jelas Kamhar.
Pemotongan anggaran kata Kamhar tidak hanya terjadi di MPR RI melainkan juga di berbagai lembaga dan kementerian. "Jika karena pemotongan atau pengurangan anggaran, Pak Fadel pasti tahu bahkan alokasi belanja untuk subsidi pertanian dan petani pun mengalami pemotongan yang signifikan, jadi mestinya tak akan bereaksi secara berlebihan merespon pemotongan anggaran sosialisasi," katanya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menjelaskan pimpinan MPR RI dalam Rapat Pimpinan MPR RI pada 30 November 2021 meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menghargai hubungan antar lembaga tinggi negara. Pasalnya Sri Mulyani beberapa kali tidak datang memenuhi undangan rapat dari pimpinan MPR RI dan Badan Penganggaran MPR RI, tanpa adanya alasan yang jelas.
Padahal, kehadiran Sri Mulyani amat dibutuhkan untuk meningkatkan koordinasi dengan MPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat yang diisi oleh 575 anggota DPR RI dan 136 anggota DPD RI. MPR RI, kata Bambang Soesatyo, senantiasa mendukung berbagai kinerja pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19, Pemulihan Ekonomi Nasional, dan memutus mata rantai penyebaran radikalisme dan demoralisasi generasi bangsa. [Carlos Roy Fajarta]
(cip)