Kades Tersangkut Korupsi, KPK: Pecat, Enggak Usah Diproses ke Pengadilan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berharap, ada pengecualian saat penindakan kepala desa (kades) terkait dugaan tindak pidana korupsi. Karena menurutnya, jika KPK memproses kepala desa rata-rata jumlah dana yang dikorupsikan lebih kecil dibanding biaya selama proses pengendalian.
"Artinya apa? Enggak efektif, enggak efisien, negara lebih banyak keluar duitnya dibandingkan apa yang nanti kita peroleh," tambahnya.
Alex menyebutkan, sebaiknya kepala desa dihukum dengan dipecat dan mengembalikan uang yang dikorupsinya.
"Ya sudah suruh kembalikan, ya kalau ada ketentuannya pecat kepala desanya. Selesai persoalan kan begitu," jelasnya.
Namun, perlu ada aturan baru karena pemecatan kepala desa dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan hakim.
"Mungkin dengan musyawarah masyarakat desa kan mereka yang milih. Kita sampaikan, nih kepala desa mu nyolong, mau kita penjarakan atau kita berhentikan? pastikan begitu selesai," ungkapnya.
Dengan dipecat dan pengembalian uang itu, kata Alex, dinilai sudah cukup membuat efek jera kepala desa yang lain.
"Tidak semata-mata upaya pemberantasan korupsi itu berakhir di pengadilan atau keberhasilan pemberantasan korupsi itu dengan ukuran berapa banyak orang kita penjarakan, enggak seperti itu," jelasnya.
KPK kata Alex, pihaknya sepakat menyangkut kerugian negara, kerugian daerah, kerugian keuangan desa, kerugian itu bisa dikembalikan ke kas daerah, kas negara, kas desa. Hal itu dirasa efektif dibanding memenjarakan kepala desa.
"Hal-hal seperti itu barangkali bisa menjadi intervensi kita bersama, pemberantasan korupsi tetap menjadi keprihatinan kita semua," tuturnya.
"Ini menjadi PR kita bersama, dan desa antikorupsi ini tidak semata-mata menyangkut aparat desanya tetapi juga masyarakatnya," pungkasnya.
"Artinya apa? Enggak efektif, enggak efisien, negara lebih banyak keluar duitnya dibandingkan apa yang nanti kita peroleh," tambahnya.
Alex menyebutkan, sebaiknya kepala desa dihukum dengan dipecat dan mengembalikan uang yang dikorupsinya.
"Ya sudah suruh kembalikan, ya kalau ada ketentuannya pecat kepala desanya. Selesai persoalan kan begitu," jelasnya.
Namun, perlu ada aturan baru karena pemecatan kepala desa dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan hakim.
"Mungkin dengan musyawarah masyarakat desa kan mereka yang milih. Kita sampaikan, nih kepala desa mu nyolong, mau kita penjarakan atau kita berhentikan? pastikan begitu selesai," ungkapnya.
Dengan dipecat dan pengembalian uang itu, kata Alex, dinilai sudah cukup membuat efek jera kepala desa yang lain.
"Tidak semata-mata upaya pemberantasan korupsi itu berakhir di pengadilan atau keberhasilan pemberantasan korupsi itu dengan ukuran berapa banyak orang kita penjarakan, enggak seperti itu," jelasnya.
KPK kata Alex, pihaknya sepakat menyangkut kerugian negara, kerugian daerah, kerugian keuangan desa, kerugian itu bisa dikembalikan ke kas daerah, kas negara, kas desa. Hal itu dirasa efektif dibanding memenjarakan kepala desa.
"Hal-hal seperti itu barangkali bisa menjadi intervensi kita bersama, pemberantasan korupsi tetap menjadi keprihatinan kita semua," tuturnya.
"Ini menjadi PR kita bersama, dan desa antikorupsi ini tidak semata-mata menyangkut aparat desanya tetapi juga masyarakatnya," pungkasnya.
(maf)