Tindak Lanjuti Kasus Nurdin Abdullah, KPK Tunggu Salinan Putusan Hakim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) berjanji bakal menindaklanjuti fakta-fakta yang terungkap di persidangan perkara suap dan gratifikasi mantan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah . Termasuk, sejumlah nama yang sempat disebut dalam perkara suap dan gratifikasi Nurdin Abdullah.
Saat ini, KPK masih menunggu salinan resmi dokumen putusan Nurdin Abdullah dari Pengadilan Negeri Makassar. Salinan putusan tersebut penting untuk KPK menindaklanjuti apa saja yang menjadi pertimbangan hakim. Sebab, pada sidang putusan kemarin hakim tak membacakan utuh pertimbangannya.
"Kita akan pelajari dulu utuh pertimbangannya. Kita lihat pertimbangan dan fakta hukum putusannya nanti seperti apa," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Selasa (30/11/2021).
Diketahui sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair empat bulan kurungan terhadap Nurdin Abdullah. Mantan Bupati Bantaeng tersebut dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Provinsi Sulawesi Selatan.
Putusan pidana penjara tersebut lebih rendah setahun dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di mana sebelumnya, jaksa menuntut agar Nurdin dijatuhi hukuman selama enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Selain pidana penjara dan denda, majelis hakim pengadilan tipikor Makassar juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti dan pencabutan hak politik terhadap Nurdin Abdullah.
Nurdin Abdullah diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,187 miliar dan 350.000 dolar Singapura atau setara Rp3,667 miliar. Jika dijumlah keseluruhan, uang pengganti yang harus dibayarkan Nurdin Abdullah yakni sekira Rp5,8 miliar.
Hakim memerintahkan agar Nurdin Abdullah membayar uang pengganti tersebut paling lama satu bulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu yang telah ditetapkan tersebut Nurdin tidak membayar, maka harta bendanya akan dirampas untuk menutupi kerugian negara tersebut.
Apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 10 bulan. Hakim juga memutuskan untuk mencabut hak Nurdin Abdullah untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokoknya.
Dalam putusan hakim, Nurdin Abdullah terbukti menerima suap dan gratifikasi bersama-sama dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Edy Rahmat, terkait sejumlah proyek di Sulawesi Selatan. Nurdin menerima suap 150.000 dolar Singapura dan Rp2,5 miliar dari pengusaha Agung Sucipto melalui perantaraan Edy Rahmat.
Uang itu diyakini berkaitan dengan proyek yang akan dikerjakan oleh perusahaan Agung Sucipto. Sementara terkait gratifikasi, Nurdin Abdullah diyakini telah menerima uang Rp5,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan periode 2018-2023 dari kontraktor lainnya.
Uang itu berasal dari Pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella Robert Wijoyo; Pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat Nuwardi Bin Pakki alias H. Momo dan Haji Andi Indar; Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera Fery Tanriady; Pemilik PT Lompulle Haeruddin; serta Direktur CV Mimbar Karya Utama Kwan Sakti Rudy Moha.
Saat ini, KPK masih menunggu salinan resmi dokumen putusan Nurdin Abdullah dari Pengadilan Negeri Makassar. Salinan putusan tersebut penting untuk KPK menindaklanjuti apa saja yang menjadi pertimbangan hakim. Sebab, pada sidang putusan kemarin hakim tak membacakan utuh pertimbangannya.
"Kita akan pelajari dulu utuh pertimbangannya. Kita lihat pertimbangan dan fakta hukum putusannya nanti seperti apa," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Selasa (30/11/2021).
Diketahui sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair empat bulan kurungan terhadap Nurdin Abdullah. Mantan Bupati Bantaeng tersebut dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Provinsi Sulawesi Selatan.
Putusan pidana penjara tersebut lebih rendah setahun dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di mana sebelumnya, jaksa menuntut agar Nurdin dijatuhi hukuman selama enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Selain pidana penjara dan denda, majelis hakim pengadilan tipikor Makassar juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti dan pencabutan hak politik terhadap Nurdin Abdullah.
Nurdin Abdullah diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,187 miliar dan 350.000 dolar Singapura atau setara Rp3,667 miliar. Jika dijumlah keseluruhan, uang pengganti yang harus dibayarkan Nurdin Abdullah yakni sekira Rp5,8 miliar.
Hakim memerintahkan agar Nurdin Abdullah membayar uang pengganti tersebut paling lama satu bulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu yang telah ditetapkan tersebut Nurdin tidak membayar, maka harta bendanya akan dirampas untuk menutupi kerugian negara tersebut.
Apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 10 bulan. Hakim juga memutuskan untuk mencabut hak Nurdin Abdullah untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokoknya.
Dalam putusan hakim, Nurdin Abdullah terbukti menerima suap dan gratifikasi bersama-sama dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Edy Rahmat, terkait sejumlah proyek di Sulawesi Selatan. Nurdin menerima suap 150.000 dolar Singapura dan Rp2,5 miliar dari pengusaha Agung Sucipto melalui perantaraan Edy Rahmat.
Uang itu diyakini berkaitan dengan proyek yang akan dikerjakan oleh perusahaan Agung Sucipto. Sementara terkait gratifikasi, Nurdin Abdullah diyakini telah menerima uang Rp5,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan periode 2018-2023 dari kontraktor lainnya.
Uang itu berasal dari Pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella Robert Wijoyo; Pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat Nuwardi Bin Pakki alias H. Momo dan Haji Andi Indar; Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera Fery Tanriady; Pemilik PT Lompulle Haeruddin; serta Direktur CV Mimbar Karya Utama Kwan Sakti Rudy Moha.
(rca)