Capres-Cawapres Independen Tak Bisa Dikendalikan Kekuatan Oligarki
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels) Ubedilah Badrun berpandangan bahwa ada sejumlah argumen yang mendukung wacana calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) independen . Hal ini disampaikannya dalam Dialog Kebangsaan DPD RI yang bertajuk “Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Independen”.
“Ada teori human rights, teori sovereignity dan teori konstitusi sehingga calon presiden dan cawapres independen boleh dan dibenarkan,” ujar Ubedilah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/12/2021).
Ubedilah memaparkan sejumlah argumen empirik. Pertama, Indonesia memiliki 270,20 juta penduduk yang memungkinkan ada banyak calon pemimpin yang berkualitas. Kedua, Indonesia pernah memiliki sejarah adanya 4 pasang calon presiden dan wapres di Pemilu 2004.
Namun, dia menjelaskan sejumlah kelemahan yakni, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 hanya menyebutkan bahwa pencalonan dilakukan oleh parpol. Akan tetapi, pasal tersebut tidak menyebutkan syarat 20% bagi partai pengusung.
Menurutnya, sejak Indonesia menganut sistem bikameral (DPR-DPD) kalau anggota Parlemen saja dibolehkan berasal dari independen atau nonpartai ini bisa dijadikan dasar.
“Ini bisa menjadi dasar calon presiden juga boleh perorangan atau calon independen,” imbuhnya.
Ubedilah melanjutkan ada baiknya mengusulkan calon-calon presiden yang tidak dari parpol saja dan bahkan jauh lebih berkualitas dari sekadar dijual untuk ikut kontestasi. Jadi, argumen empirik itu menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang visioner, kuat, dan tidak bisa dikendalikan oleh kekuatan oligarki yang predatoris. Baca juga:
“Ini kan yang jadi persoalan kita negara seperti dikendalikan oleh kekuatan lain yang tidak dalam on the track kenegaraan, lebih pada kepentingan-kepentingan kelompok kecil yang tadi disebut oligarki. Kita tidak anti pada oligarki memiliki ruang nasionalisme di situ, tapi ketika oligarki mengabaikan national interest misalnya. Kami sih sepakat kita sebut oligarki predator,” pungkasnya.
“Ada teori human rights, teori sovereignity dan teori konstitusi sehingga calon presiden dan cawapres independen boleh dan dibenarkan,” ujar Ubedilah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/12/2021).
Baca Juga
Ubedilah memaparkan sejumlah argumen empirik. Pertama, Indonesia memiliki 270,20 juta penduduk yang memungkinkan ada banyak calon pemimpin yang berkualitas. Kedua, Indonesia pernah memiliki sejarah adanya 4 pasang calon presiden dan wapres di Pemilu 2004.
Namun, dia menjelaskan sejumlah kelemahan yakni, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 hanya menyebutkan bahwa pencalonan dilakukan oleh parpol. Akan tetapi, pasal tersebut tidak menyebutkan syarat 20% bagi partai pengusung.
Menurutnya, sejak Indonesia menganut sistem bikameral (DPR-DPD) kalau anggota Parlemen saja dibolehkan berasal dari independen atau nonpartai ini bisa dijadikan dasar.
“Ini bisa menjadi dasar calon presiden juga boleh perorangan atau calon independen,” imbuhnya.
Ubedilah melanjutkan ada baiknya mengusulkan calon-calon presiden yang tidak dari parpol saja dan bahkan jauh lebih berkualitas dari sekadar dijual untuk ikut kontestasi. Jadi, argumen empirik itu menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang visioner, kuat, dan tidak bisa dikendalikan oleh kekuatan oligarki yang predatoris. Baca juga:
“Ini kan yang jadi persoalan kita negara seperti dikendalikan oleh kekuatan lain yang tidak dalam on the track kenegaraan, lebih pada kepentingan-kepentingan kelompok kecil yang tadi disebut oligarki. Kita tidak anti pada oligarki memiliki ruang nasionalisme di situ, tapi ketika oligarki mengabaikan national interest misalnya. Kami sih sepakat kita sebut oligarki predator,” pungkasnya.
(kri)