Soal Dugaan Praktik Jual Beli Jabatan, Kemenkumham Apresiasi Laporan Masyarakat

Senin, 29 November 2021 - 22:06 WIB
loading...
Soal Dugaan Praktik...
Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham Heni Susila Wardoyo mengatakan pihaknya terus berupaya menjawab dan meluruskan berbagai isu yang berkembang di masyarakat terkait dugaan jual beli jabatan di Kemenkumham. Foto/Kemenkumham
A A A
JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengapresiasi laporan masyarakat terkait dugaan jual beli jabatan di lembaganya. Kemenkumham menegaskan sudah tepat jika laporan dan data-data dugaan pelanggaran itu disampaikan masyarakat dialamatkan ke Inspektorat Kemenkumham.

Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham Heni Susila Wardoyo mengatakan pihaknya terus berupaya menjawab dan meluruskan berbagai isu yang berkembang di masyarakat terkait dugaan jual beli jabatan di Kemenkumham.

“Ini memang harus seperti itu (menyampaikan laporan langsung ke Inspektorat Kemenkumham). Jadi tidak hanya melempar isu. Kami tidak alergi (kritik dan masukan),” ujar Heni dalam dialog aktual dengan tema "Buka-bukaan Isu Jual Beli Jabatan di Kemenkumham" yang diselenggarakan virtual, Jumat (26/11/2021).

Heni juga menyampaikan bahwa saat ini instansinya terus berusaha mewujudkan citra positif. Saat ini, kata dia, Kemenkumham adalah salah satu kementerian yang menerima berbagai penghargaan seperti Wilayah Bebas Korupsi, Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Termasuk kementerian yang diberikan otonom KSN dalam penempatan pegawai secara mandiri.

Dia juga mencontohkan bagaimana sebenarnya proses mutasi dan penempatan pegawai di lembaga pemasyarakatan (Lapas) dilakukan secara berjenjang dan melibatkan tim eksternal seperti AU, akademisi dan juga melalui fit and proper test.

“Maka orang-orang yang diusulkan memiliki kapasitas. Tidak mungkin dimasuki orang orang yang tidak berkompeten. Kalau gugur dari seleksi itu maka akan gugur dan itu sudah dipraktekkan,” jelas dia.

Menurut Heni, terkait isu jual beli jabatan yang beredar di masyarakat, Kemenkumham tidak akan mengabaikan dan terus melakukan proses internal dan klarifikasi terkait sejumlah nama oknum yang disebut. “Terkait isu jual beli jabatan ini, saya yakinkan itu bukan kebijakan. Aturannya (kenaikan jabatan) sudah sangat jelas dan juga sanksinya,” tegasnya.

Heni juga menyarankan agar masyarakat tidak ragu melaporkan permasalahan atau indikasi pelanggaran jual beli jabatan. “Kami ada namanya e-lapor atau bisa disampaikan pada saluran yang ada seperti di UPT, wilayah maupun di kantor pusat yang penting niat baiknya,” paparnya.

Terakhir, Heni pun mengajak semua lapisan masyarakat memberikan masukan atas kebijakan. Kemenkumham, lanjut Heni, berkomitmen mewujudkan pemerintahan yang bersih.

“Kami terbuka dengan berbagai macam saran eksternal (dari luar). Urusan Indonesia ini kompleks dan besar tidak mungkin di urus satu orang. Harus komprehensif dan bersinergi termasuk (dengan) awak media,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Club Gigih Guntoro yang menjadi narasumber acara tersebut mengatakan pihaknya menemukan banyak kejanggalan dalam SK yang diterbitkan pada 22 November kemarin. Akibat hal itulah yang mengindikasikan adanya jual beli jabatan di lingkungan Kemenkumham.

"Di SK yang baru ini juga masih ada orang yang bermasalah mendapatkan posisi, hal itulah yang menguatkan kami, bahwa ada praktik tidak sehat dalam proses pembuatan SK tersebut," katanya.

Dalam SK itu, salah satu nama yang menjadi sorotan adalah Angki Setio yang mendapat jabatan sebagai Kepala Seksi di Lapas Cipinang. "Yang bersangkutan memang sudah mendapatkan punishment dari kementerian, kalau tidak salah selama 3 tahun tidak boleh mendapatkan promosi jabatan dan nonjol. Karena itu coba dikonfirmasi kembali ke kementerian saja," jelas Gigih.

Dari salah satu contoh yang terlihat itu, dugaan praktik tidak sehat masih terjadi di SK yang baru dikeluarkan tersebut. Bahkan ada juga seorang Kalapas yang sebelumnya terlibat masalah lantaran narapidana yang ada di bawah pengawasannya di potong tangannya.

"Jadi masih banyak kejanggalan yang terjadi saat SK itu dikeluarkan," tuturnya.

Gigih menambahkan selama ini pihaknya menilai prosedur dan policy punishment yang pernah dikeluarkan kurang tegas. Mereka yang bermasalah hanya mendapat sanksi yang terkesan formalitas karena menjalankan hukuman disiplin saja.

"Harusnya hukumannya lebih tinggi dari sekadar hukuman disiplin yakni pemecatan karena dampak dari apa yang dilakukan ada banyak malpraktik dalam pelayanan publik," terangnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1837 seconds (0.1#10.140)