Akselerasi Pembangunan Daerah

Senin, 22 November 2021 - 16:48 WIB
loading...
Akselerasi Pembangunan Daerah
Staf Khusus Menteri Keuangan RI Prof Candra Fajri Ananda. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
Prof Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

KALA itu, ketika masih dalam suasana euforia reformasi dan dalam situasi krisis ekonomi, Indonesia membuat suatu keputusan besar terkait pemberlakuan dan pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah diharapkan adalah awal jalan yang ditempuh Indonesia untuk menggapai kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.

Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi, di mana kepada daerah diserahkan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu, melalui otonomi luas diharapkan daerah mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca juga: Kepala Daerah Paling Diinginkan Jadi Capres, Tanda Otonomi Daerah Berhasil

Meski demikian, otonomi daerah dalam realitasnya berjalan tidak semudah yang dibayangkan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada gilirannya harus berhadapan dengan sejumlah tantangan yang berat untuk mewujudkan cita-citanya.

Di balik keberhasilannya membawa beberapa daerah menuju kemajuan dan kesejahteraan, pelaksanaan desentralisasi juga masih menyimpan banyak persoalan ketika diterjemahkan di lapangan. Salah satunya adalah masih besarnya ketimpangan pembangunan, baik ketimpangan antarpulau, antar Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTl), serta antara daerah tertinggal dan daerah maju.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, sekitar 80,32% kontribusi wilayah terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional masih berasal dari kawasan Barat khususnya Pulau Jawa dan Sumatera. Pulau Jawa, yang mencakup provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur, masih mendominasi denyut ekonomi Indonesia dengan kontribusi sebesar 59% terhadap PDB nasional.

Angka tersebut kontras dengan Maluku dan Papua yang mencatatkan kontribusi terendah terhadap PDB nasional yakni hanya sebesar 2,24%, dengan pertumbuhan mengalami kontraksi atau minus 7,4%. Selain itu, ketimpangan yang ditandai dengan Rasio Gini menunjukkan adanya peningkatan dari 0.350 di tahun 1965 menjadi 0.381 di tahun 2020.

Baca juga: Dipimpin Wapres, Gubernur Jabar Hadiri Peringatan Hari Otonomi Daerah XXV 2021

Perubahan UU dan Langkah Perbaikan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dengan keaneragaman yang sangat besar. Pengalaman beberapa negara lain menunjukkan bahwa kebijakan otonomi daerah mampu menyelesaikan problematika ketimpangan, di mana perlibatan daerah dalam mengatur dan melaksanakan pembangunan mendapatkan porsi lebih besar sehingga dapat tercipta penataan kebijakan daerah yang efektif dan selaras dengan kebutuhan daerah tersebut.

Setelah lebih dari 20 tahun berlalu dan melewati proses pembelajaran yang tak singkat, kini saatnya Indonesia membutuhkan perubahan kebijakan dalam otonomi daerah yang berorientasi pada kinerja dan perbaikan kapasitas daerah dalam meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Saat ini pemerintah sedang melakukan perubahan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah termasuk UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dengan mengusulkan pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) merupakan dukungan dan penguatan atas pelaksanaan desentralisasi fiskal yang berorientasi pada peningkatan kualitas belanja daerah, optimalisasi pencapaian kinerja daerah dalam meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat melalui sinergi kolaborasi mendukung pembangunan nasional, dan peningkatan kapasitas perpajakan daerah.

RUU HKPD didesain untuk mendorong upaya pengalokasian sumber daya nasional yang efektif dan efisien melalui hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Indonesia. RUU HKPD mencoba mengintegrasikan peraturan terkait perimbangan keuangan yang diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dengan peraturan terkait pajak daerah dan retribusi daerah dalam UU Nomor 28 Tahun 2009.

Terdapat empat pilar dalam kebijakan RUU HKPD. Pilar pertama adalah ketimpangan vertikal dan horizontal yang kian menunjukkan tren penurunan. Pemerintah akan reformulasi dana alokasi umum (DAU) dengan presisi ukuran kebutuhan yang lebih tinggi, dana alokasi khusus (DAK) yang fokus untuk prioritas nasional, dan perluasan skema pembiayaan daerah secara terkendali dan hati-hati.

Kedua adalah harmonisasi belanja antara pemerintah pusat dan daerah. Desain dari TKDD berfungsi sebagai countercyclical yang sinkron dengan pemerintah pusat. Pilar ketiga adalah peningkatan kualitas belanja daerah. Beberapa daerah memiliki kualitas belanja yang sangat bagus, namun sebaliknya masih terdapat pula daerah lainnya yang jauh tertinggal dan perlu pengendalian dari sisi kualitas dan disiplin belanja.

Transfer ke daerah perlu diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik, serta pengelolaan TKDD dilakukan dengan berbasis kinerja. Pilar keempat adalah menguatkan sistem perpajakan daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi retribusi yang bersifat layanan wajib, melakukan pergeseran sebagian objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan opsen perpajakan daerah antara provinsi dan kabupaten atau kota.

Peningkatan Kualitas SDM
Seringkali kegagalan dalam pembangunan daerah, jauh dari capaian tujuan pembangunan, disebabkan oleh masalah koordinasi, regulasi yang berlebihan, biaya administatif yang tinggi, serta kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pemerintah daerah yang masih jauh diharapkan.

Implementasi perubahan pada area manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah, terutama bagi daerah yang masih tertinggal, untuk memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat. Kualitas SDM dalam pemerintah daerah memegang peranan penting dalam menurunkan tingkat ketimpangan pembangunan. Ironsinya, selama ini permasalahan kontrak kinerja, alokasi dan distribusi para pegawai pemerintah belum seimbang antar wilayah di Indonesia.

Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan unsur terbesar SDM Aparatur Negara. Hal ini merupakan kekuatan nasional yang sangat besar dan bila dikembangkan kapasitasnya akan mampu menggerakkan seluruh komponen bangsa untuk merealisasikan pemerintahan demokratis serta menciptakan kesejahteraan bagi segenap bangsa dan seluruh Tanah Air. Oleh sebab itu, transfer SDM antardaerah guna menunjang proses pembangunan antarwilayah di Indonesia adalah hal yang perlu dilakukan untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Kesejahteraan masyarakat menjadi indikator keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Pada pelaksanaannya, pengelolaan keuangan daerah merupakan penggerak utama dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat berupa pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pelayanan lainnya. Oleh sebab itu, tata kelola pemerintahan yang baik dengan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, partisipatif, efisiensi dan efektivitas, dan akan mempercepat pembangunan daerah dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Semoga.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1739 seconds (0.1#10.140)