Bareskrim Sita Rp217 Miliar dari Jaringan Pinjol Ilegal yang Tewaskan Ibu di Wonogiri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dit Tipideksus Bareskrim Polri menyita Rp217 miliar dari jaringan pinjaman online (pinjol) ilegal yang menewaskan seorang ibu di Wonogiri, Jawa Tengah.
Dir Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan Februanto mengungkapkan, jumlah uang tersebut diperoleh dari rekening yang diduga menjadikan penampungan dari para nasabah. "Dari tujuh rekening yang diduga merupakan sumber tindak pidana tersebut, berhasil disita atau diblokir penyidik sebesar Rp217 miliar sekian. Ini dari 7 rekening," kata Whisnu dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (16/11/2021).
Terkait dengan jaringan pinjol ini, Bareskrim Polri menangkap 13 orang. Di antaranya, tiga Warga Negara Asing (WNA) dan 10 lainnya Warga Negara Indonesia (WNI). Mereka adalah, RJ, JT, AY, AL, VN, HH, HC, MHD, JMS, HLD, GCY, WJS dan MLN. Whisnu menyatakan, pengungkapan jaringan pinjol ilegal ini berawal dari penangkapan tim penebar teror atau debt collector. Mereka bertugas menyebarkan ancaman dan promosi dari pinjol ilegal itu. "Kemarin sudah diekspos kasus terkait dengan pinjol ini terkait dengan desk collection 7 orang, kemudian lanjut lagi terkait dengan namanya PT Transfer Dana, PT AFT Asia AFT ya, 4 tersangka," ujar Whisnu.
Menurut Whisnu setelah pihaknya menangkap pelaku dengan aplikasi Kredit Kilat/Kredit Kilat Pro. Di mana dalam proses penagihannya para pelaku menggunakan cara pengancaman, penghinaan, penistaan dan mengirim gambar porno (asusila) yang ditransmisikan melalui SMS Blast kepada peminjam atas nama SNS.
Pihaknya mendapati fakta bahwa PT. AFT bertindak sebagai perusahaan penyelenggara transfer dana dalam kegiatan pijaman online ilegal tersebut. PT. AFT telah mengirim dana pinjaman kepada nasabah dan menerima pengembalian pinjaman dari nasabah. Dari keterangan para tersangka serta dokumen-dokumen yang ditemukan didapati fakta bahwa aplikasi Kredit Kilat/Kredit Kilat Pro tersebut bermitra dengan KSP Inovasi Milik Bersama (KSP IMB).
Setelah dilakukan pendalaman terhadap para tersangka didapat fakta bahwa pada saat melakukan SMS blasting para tersangka menggunakan SIM Card yang sudah teregistrasi. "Bareskrim telah mengidentifikasi semua kegiatan pinjol illegal, dari korban, SMS blasting, desk collection, transfer dana, payment gateway, sampai ke pemodal dan leadernya kita telah berhasil ungkap. Mudah-mudahan dengan cara ini tindak pidana terkait pinjol illegal tidak ada lagi," ucap Whisnu.
Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Di antaranya Pasal 45B Jo Pasal 29 dan atau Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) dan atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) dan atau Pasal 45 ayat (4) Jo Pasal 27 ayat (4) dan atau Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau.
Pasal 82 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan atau Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan atau Pasal 115 Jo Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 311 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp10 miliar. Puteranegara
Dir Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan Februanto mengungkapkan, jumlah uang tersebut diperoleh dari rekening yang diduga menjadikan penampungan dari para nasabah. "Dari tujuh rekening yang diduga merupakan sumber tindak pidana tersebut, berhasil disita atau diblokir penyidik sebesar Rp217 miliar sekian. Ini dari 7 rekening," kata Whisnu dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (16/11/2021).
Terkait dengan jaringan pinjol ini, Bareskrim Polri menangkap 13 orang. Di antaranya, tiga Warga Negara Asing (WNA) dan 10 lainnya Warga Negara Indonesia (WNI). Mereka adalah, RJ, JT, AY, AL, VN, HH, HC, MHD, JMS, HLD, GCY, WJS dan MLN. Whisnu menyatakan, pengungkapan jaringan pinjol ilegal ini berawal dari penangkapan tim penebar teror atau debt collector. Mereka bertugas menyebarkan ancaman dan promosi dari pinjol ilegal itu. "Kemarin sudah diekspos kasus terkait dengan pinjol ini terkait dengan desk collection 7 orang, kemudian lanjut lagi terkait dengan namanya PT Transfer Dana, PT AFT Asia AFT ya, 4 tersangka," ujar Whisnu.
Menurut Whisnu setelah pihaknya menangkap pelaku dengan aplikasi Kredit Kilat/Kredit Kilat Pro. Di mana dalam proses penagihannya para pelaku menggunakan cara pengancaman, penghinaan, penistaan dan mengirim gambar porno (asusila) yang ditransmisikan melalui SMS Blast kepada peminjam atas nama SNS.
Pihaknya mendapati fakta bahwa PT. AFT bertindak sebagai perusahaan penyelenggara transfer dana dalam kegiatan pijaman online ilegal tersebut. PT. AFT telah mengirim dana pinjaman kepada nasabah dan menerima pengembalian pinjaman dari nasabah. Dari keterangan para tersangka serta dokumen-dokumen yang ditemukan didapati fakta bahwa aplikasi Kredit Kilat/Kredit Kilat Pro tersebut bermitra dengan KSP Inovasi Milik Bersama (KSP IMB).
Setelah dilakukan pendalaman terhadap para tersangka didapat fakta bahwa pada saat melakukan SMS blasting para tersangka menggunakan SIM Card yang sudah teregistrasi. "Bareskrim telah mengidentifikasi semua kegiatan pinjol illegal, dari korban, SMS blasting, desk collection, transfer dana, payment gateway, sampai ke pemodal dan leadernya kita telah berhasil ungkap. Mudah-mudahan dengan cara ini tindak pidana terkait pinjol illegal tidak ada lagi," ucap Whisnu.
Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Di antaranya Pasal 45B Jo Pasal 29 dan atau Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) dan atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) dan atau Pasal 45 ayat (4) Jo Pasal 27 ayat (4) dan atau Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau.
Pasal 82 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan atau Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan atau Pasal 115 Jo Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 311 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp10 miliar. Puteranegara
(cip)