Relawan Ganjar Klaim Gerakannya Organik, Bukan Settingan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tiga tahun jelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 , kelompok masyarakat yang menamakan diri mereka sebagai relawan yang mendukung tokoh tertentu sebagai calon presiden (capres) sudah mulai menjamur. Ada yang berpandangan bahwa itu ambisi si tokoh atau bahkan rekayasa (settingan) belaka.
Namun, salah satu relawan pendukung Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo, Ganjarist, Mazdjo Pray menegaskan bahwa fenomena banyaknya relawan ini patut disyukuri bukti bahwa demokrasi kian tumbuh. Dia juga menegaskan bahwa Relawan Ganjar ini organik dan bukan settingan.
“Ketika di demokrasi mulai berjalan, sehingga kita bebas-bebas saja membuat relawan. Hal lucu ketika Orba (Orde Baru) dulu. Ini harus kita syukuri bahwa situasi politik semakin tumbuh, baik,” ujar Mazdjo dalam Dialektika Demokrasi yang bertajuk “Fenomena Kemunculan Relawan Capres Sejak Dini: Siapa Punya Ambisi?” di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (11/11/2021).
“Relawan aset demokrasi, saya pikir benar. Relawan organik, bukan settingan,” tegasnya.
Mazdjo menjelaskan Ganjarist hadir karena tak ingin kelak ketika Capres 2024 diumumkan nama Ganjar jangan sampai tidak ada. Sehingga, pihaknya perlu mendampingi sejak awal, sejak Pilpres masih berupa embrio, kelompok relawan Ganjarist sebagai warga negara dan kasta sudra dalam politik atau berada di lingkaran paling luar sudah memulai.
“Kita juga punya hak politik untuk setidaknya, setidaknya mendorong, ketika kita menemukan bibit, kita ambil bibit ini, kita bantu dorong dan sebagainya. Sehingga harapannya, siapa pun figur yang kita dorong ini mampu ikut serta dalam kontestasi politik pada Pilpres,” jelas Mazdjo.
Soal siapa figur yang didorong, menurut dia, figur itu relatif. Yang terpenting, dengan kehadiran relawan ini semakin menyemarakkan pesta demokrasi. Jadi, kalau ada pesta demokrasi, tentu harus ada kesenangan di dalamnya, dan relawan membantu menyemarakkan.
“Namanya pesta, ya harus ada happy-nya. Jadi relawan itu adalah yang menyemarakkan demokrasi kalau di Indonesia menurut saya,” katanya.
Selain itu, Mazdjo menjelaskan relawan juga menjadi jembatan bagi masyarakat dari berbagai latar belakang yang memiliki dukungan yang sama kepada calon tertentu. Jadi, penyertaan masyarakat dalam demokrasi itu benar-benar terasa dengan adanya relawan, terlepas dari relawan siapa dan mendukung siapa. Relawan sebagai aset demokrasi yang secara otodidak belajar demokrasi.
“Menurut analisis kami, kalau dukungan atau relawan itu sudah hadir di awal, itu pemilih jadi murah pak. Pemilih jadi murah. Bayangkan ketika sebulan lagi mau Pilpres baru mau membentuk relawan sementara minimal itu, Ganjarist sekarang sudah 140 kota/kabupaten, perlu berapa untuk menghadirkan seperti itu. Perlu biaya yang sangat besar, siapa yang bisa membiayai relawan yang sangat cair itu,” pungkasnya.
Namun, salah satu relawan pendukung Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo, Ganjarist, Mazdjo Pray menegaskan bahwa fenomena banyaknya relawan ini patut disyukuri bukti bahwa demokrasi kian tumbuh. Dia juga menegaskan bahwa Relawan Ganjar ini organik dan bukan settingan.
“Ketika di demokrasi mulai berjalan, sehingga kita bebas-bebas saja membuat relawan. Hal lucu ketika Orba (Orde Baru) dulu. Ini harus kita syukuri bahwa situasi politik semakin tumbuh, baik,” ujar Mazdjo dalam Dialektika Demokrasi yang bertajuk “Fenomena Kemunculan Relawan Capres Sejak Dini: Siapa Punya Ambisi?” di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (11/11/2021).
“Relawan aset demokrasi, saya pikir benar. Relawan organik, bukan settingan,” tegasnya.
Mazdjo menjelaskan Ganjarist hadir karena tak ingin kelak ketika Capres 2024 diumumkan nama Ganjar jangan sampai tidak ada. Sehingga, pihaknya perlu mendampingi sejak awal, sejak Pilpres masih berupa embrio, kelompok relawan Ganjarist sebagai warga negara dan kasta sudra dalam politik atau berada di lingkaran paling luar sudah memulai.
“Kita juga punya hak politik untuk setidaknya, setidaknya mendorong, ketika kita menemukan bibit, kita ambil bibit ini, kita bantu dorong dan sebagainya. Sehingga harapannya, siapa pun figur yang kita dorong ini mampu ikut serta dalam kontestasi politik pada Pilpres,” jelas Mazdjo.
Soal siapa figur yang didorong, menurut dia, figur itu relatif. Yang terpenting, dengan kehadiran relawan ini semakin menyemarakkan pesta demokrasi. Jadi, kalau ada pesta demokrasi, tentu harus ada kesenangan di dalamnya, dan relawan membantu menyemarakkan.
“Namanya pesta, ya harus ada happy-nya. Jadi relawan itu adalah yang menyemarakkan demokrasi kalau di Indonesia menurut saya,” katanya.
Selain itu, Mazdjo menjelaskan relawan juga menjadi jembatan bagi masyarakat dari berbagai latar belakang yang memiliki dukungan yang sama kepada calon tertentu. Jadi, penyertaan masyarakat dalam demokrasi itu benar-benar terasa dengan adanya relawan, terlepas dari relawan siapa dan mendukung siapa. Relawan sebagai aset demokrasi yang secara otodidak belajar demokrasi.
“Menurut analisis kami, kalau dukungan atau relawan itu sudah hadir di awal, itu pemilih jadi murah pak. Pemilih jadi murah. Bayangkan ketika sebulan lagi mau Pilpres baru mau membentuk relawan sementara minimal itu, Ganjarist sekarang sudah 140 kota/kabupaten, perlu berapa untuk menghadirkan seperti itu. Perlu biaya yang sangat besar, siapa yang bisa membiayai relawan yang sangat cair itu,” pungkasnya.
(kri)