Krisis Iklim Tak Bisa Ditangani Sendirian, Butuh Kolaborasi Seluruh Pihak Menjaga Bumi

Selasa, 09 November 2021 - 22:58 WIB
loading...
A A A
Peluang ini dibuka dengan menjadikan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) sebagai forum partisipatif yang melibatkan masyarakat adat, perempuan, akademisi, forum masyarakat, mitra pembangunan, dan sektor swasta. "Kami juga membuat sistem penganggaran agar mendukung lingkungan, 10 persen APBD dialokasikan untuk lingkungan," katanya.

Kerja lingkungan ini juga dikolaborasikan dengan daerah lain dalam kaukus LTKL. Pemerintah Kabupaten Gorontalo juga memperhatikan bagaimana ekonomi bisa selaras dengan lingkungan. Salah satunya melalui gagasan Green Climate Fund, pendanaan untuk usaha yang ramah lingkungan dalam pertanian. Dengan kolaborasi multipihak, industri pertanian berbasis masyarakat dan memiliki nilai tambah diharapkan menjadi tulang punggung pertanian. Sehingga masyarakat bisa beradaptasi dan melakukan mitigasi perubahan iklim.

Peran serta masyarakat adat dalam upaya ini juga tidak bisa dikesampingkan. Menurut Ramlah, perempuan dari Masyarakat Adat Ammatoa Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, hak laki-laki dan perempuan sama dalam pengelolaan hutan. Sebagai ketua kelompok perempuan, Ramlah (28) memobilisasi dan memotivasi kelompok-kelompok perempuan di masyarakat adat Kajang, berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam melindungi hutan. Pada 2016, Pemerintah Indonesia mengakui mereka sebagai masyarakat adat dan memiliki hak pengelolaan hutan adat.

Lewat program Perhutanan Sosial, perempuan bisa meningkatkan perannya dalam menjaga hutan berdasarkan kearifan lokalnya. "Kami juga bisa berkontribusi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui berbagai kegiatan ekonomi produktif tenun tradisional," ujar Ramlah.

Salah satu usaha yang melibatkan perempuan dan ramah lingkungan tersebut juga dilakukan oleh DuAnyam. Produsen anyaman yang berbasis di Larantuka, Nusa Tenggara Timur, ini memberdayakan perempuan lokal di sekitar hutan dan menggunakan proses sederhana yang ramah lingkungan dalam membuat produk mereka.

Menurut Hanna Keraf, salah satu pendiri DuAnyam, produk mereka memanfaatkan bahan baku serat alam lokal. Tenaga kerja juga masyarakat lokal, terutama perempuan. Setidaknya 1.400 perempuan yang tersebar di seluruh Indonesia bergabung dengan DuAnyam. Bersama masyarakat, DuAnyam menciptakan kerajinan berbasis komoditas lokal yang berkelanjutan sebagai model bisnis baru untuk mempromosikan pentingnya upaya konservasi.

Dengan menggunakan bahan baku dan tenaga kerja lokal, sangat memangkas transportasi. Sehingga bisa ikut mengurangi emisi. "Bisnis dalam wujud social enterprise ini bisa ikut mengurangi risiko perubahan iklim yang bisa dirasakan masyarakat," kata Hanna Keraf. Sebagai generasi muda, perempuan 32 tahun itu melihat kaum muda penting untuk menyelamatkan lingkungan karena mereka yang akan mewarisi Bumi di masa mendatang.

Nelson merekomendasikan, DAU (Dana Alokasi Umum) untuk daerah perlu didorong alokasi untuk lingkungan bukan hanya untuk ekonomi saja. Selain itu, perlu keselarasan regulasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Misalnya perizinan ada di tangan pemerintah pusat, sedangkan aturan daerah tak sesuai dengan izin yang dikeluarkan. "Keterlibatan NGO tingkat nasional juga perlu didorong ke daerah. Karena masalah iklim ini terjadi juga di daerah, bukan hanya di tingkat nasional," kata Nelson.

Dengan keterlibatan banyak pihak seperti kaum muda, masyarakat adat, perempuan, pelaku usaha, hingga pemerintah daerah, menandakan bumi masih bisa diselamatkan. Kita perlu mengajak lebih banyak pihak untuk bersama, beraksi menyelamatkan bumi.
(abd)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1683 seconds (0.1#10.140)