Progres Positif Negosiasi Indonesia di KTT Iklim COP 26 Glasgow
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hingga Jumat 5 November 2021, progres negosiasi pada KTT Iklim COP 26 cukup baik. Terdapat kemajuan besar dalam proses negosiasi terutama dalam hal telah disepakatinya prosedur dan teks/narasi untuk membahas isu-isu krusial.
Baca juga: Indonesia dan Jerman Hadapi Tantangan Perubahan Iklim Lewat Proyek Infrastruktur Hijau
Sinyal positif ini diharapkan menjadi sebuah tanda akan dicapainya kesepakatan penting yang segera dapat melengkapi pedoman turunan dan aturan implementasi dari Paris Agreement (Paris Rules Book) yang semestinya mulai berlaku pada 1 Januari 2021.
"COP-26 ini penting karena inilah waktunya di mana negara-negara pihak dapat menyelesaikan perundingan untuk bisa mendapatkan Paris Rules Book, meskipun sempat tertunda karena pandemi Covid 19," tutur Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi, Senin (8/11/2021).
Laksmi menjelaskan tentang perkembangan perundingan. Ia menyatakan, jika terjadi suatu kemajuan di tahap awal pembahasan isu-isu krusial COP 26.
Dalam tempo 2-3 hari pertama, isu prosedural sudah selesai dibahas dan sudah ada teks dasar untuk dinegosiasikan, ini menjadi positif karena seluruh negara yang terlibat dalam perundingan segera dapat bernegosiasi dengan bahan yang sama.
"Karena terkadang dalam forum seperti ini, dalam seminggu isu prosedural belum selesai, sehingga belum ada kejelasan bagaimana pendekatan dan basis teksnya. Ini suatu kemajuan dalam konteks negosiasi dalam 2-3 hari pertama," imbuh Laksmi.
Selesainya pembahasan agenda-agenda prosedural, serta terdapatnya teks/narasi dasar yang telah disepakati untuk dirundingkan bersama-sama atas isu-isu krusial, akan membuat negosiasi-negosiasi selanjutnya berjalan lebih efektif dan efisien.
Laksmi juga menjelaskan, jika para negosiator Indonesia sudah menyampaikan apa yang menjadi harapan, ekspektasi dan posisi Indonesia dalam KTT Iklim COP-26 ini.
Berikutnya, isu krusial terkait kerangka waktu pelaporan NDC atau Common Time Frame for NDC. Jadi negara-negara harus sepakat kapan waktu yang pas untuk bisa melaporkan capaian NDC-nya. Ada periode waktu yang perlu disepakati antar negara, yaitu 5 atau 10 tahun sekali.
Baca juga: Indonesia dan Jerman Hadapi Tantangan Perubahan Iklim Lewat Proyek Infrastruktur Hijau
Sinyal positif ini diharapkan menjadi sebuah tanda akan dicapainya kesepakatan penting yang segera dapat melengkapi pedoman turunan dan aturan implementasi dari Paris Agreement (Paris Rules Book) yang semestinya mulai berlaku pada 1 Januari 2021.
"COP-26 ini penting karena inilah waktunya di mana negara-negara pihak dapat menyelesaikan perundingan untuk bisa mendapatkan Paris Rules Book, meskipun sempat tertunda karena pandemi Covid 19," tutur Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi, Senin (8/11/2021).
Laksmi menjelaskan tentang perkembangan perundingan. Ia menyatakan, jika terjadi suatu kemajuan di tahap awal pembahasan isu-isu krusial COP 26.
Dalam tempo 2-3 hari pertama, isu prosedural sudah selesai dibahas dan sudah ada teks dasar untuk dinegosiasikan, ini menjadi positif karena seluruh negara yang terlibat dalam perundingan segera dapat bernegosiasi dengan bahan yang sama.
"Karena terkadang dalam forum seperti ini, dalam seminggu isu prosedural belum selesai, sehingga belum ada kejelasan bagaimana pendekatan dan basis teksnya. Ini suatu kemajuan dalam konteks negosiasi dalam 2-3 hari pertama," imbuh Laksmi.
Selesainya pembahasan agenda-agenda prosedural, serta terdapatnya teks/narasi dasar yang telah disepakati untuk dirundingkan bersama-sama atas isu-isu krusial, akan membuat negosiasi-negosiasi selanjutnya berjalan lebih efektif dan efisien.
Laksmi juga menjelaskan, jika para negosiator Indonesia sudah menyampaikan apa yang menjadi harapan, ekspektasi dan posisi Indonesia dalam KTT Iklim COP-26 ini.
Berikutnya, isu krusial terkait kerangka waktu pelaporan NDC atau Common Time Frame for NDC. Jadi negara-negara harus sepakat kapan waktu yang pas untuk bisa melaporkan capaian NDC-nya. Ada periode waktu yang perlu disepakati antar negara, yaitu 5 atau 10 tahun sekali.