Meraba dan Mengkhidmati Cinta Sang Maha

Sabtu, 23 Oktober 2021 - 09:42 WIB
loading...
A A A
baca juga: Buku Sihir Tertua Ditemukan Dalam Tablet Kuno Berusia 3.500 Tahun

Pada sajak lain, Mutia bertutur soal sang ibu. Betapa Ibu adalah sosok yang memeluknya sejak dalam kandungan hingga ia telah berumah tangga. Tampak bahwa sesuatu yang indah itu tidak harus rumit dan aneh. Jalinan kata sederhana pun dapat mengungkapkan sejuta makna mendalam.

Proses Kreatif

Kita mungkin sepakat bahwa proses kreatif penulisan sajak tidak serumit novel. Tidak perlu ada riset mendalam terhadap detail-detail faktual. Pun, tidak selalu membutuhkan pembacaan dari orang lain ketika hendak dipublikasikan. Ia bergantung sepenuhnya kepada kepekaan penulisnya. Bahkan, ia semacam tidak perlu menerima protes dari siapa pun yang nanti membacanya.

Kepekaan dalam sajak hadir melalui suasana, olah rasa yang muncul, bahkan bahasa tubuh. Gerak laku manusia dapat menghasil miliaran bait sajak. Namun, yang sanggup menuliskannya hanya jiwa-jiwa yang mengakui bahwa cinta itu ada. Cinta tumbuh subur, bahkan tanpa diminta.

Pada sajak berjudul Matajantung, tampak sekali bahwa Alfin merasakan cintanya kepada sang (calon) istri pertama kali hadir dengan tiba-tiba. Alfin menuliskan, “di antara mataku dan jantungku,/ entah siapa yang paling merasa uwuwu;/ mataku menangkapmu pertama kali,/ jantungku menyebutmu berkali-kali.” (halaman 25)

baca juga: Kamu Merasa Cowok Fashionable? 5 Buku Ini Wajib Dibaca!

Alfin juga membawa nukilan satu lagu ke dalam sajaknya. Adalah To the Bone yang dipopulerkan Pamungkas yang Alfin bawa ke dalam sajak berjudul Kontaminasi Kecemasan. Sebagai salah satu proses kreatif, cara ini lumrah adanya. Musik, dalam hal ini, dapat membantu seorang seniman menyelesaikan hasil karyanya. Maka, jangan heran bila ada seniman yang merasa tidak bisa bekerja tanpa iringan musik. Harmoni suara-suara itu akan menenangkan otak mereka, bahkan dapat memancing ide-ide lain.

Tampilan sajak tidak melulu pendek dan ringkas. Ia bisa menjelma sebagai narasi panjang namun tetap liris dan terbaca laras. Selayaknya sajak-sajak panjang Khalil Gibran, baik Alfin maupun Mutia kadang menuliskan bentuk serupa. Misalnya pada sajak dengan judul Lirik yang ditulis Mutia Senja kala bercerita soal ayah. Atau, pada sajak berjudul Surat Cinta yang Ditulis Ulang, yang dirangkai Alfin dalam rentang 2018-2021.

Mari kita simak penggalan dari Merangkum Buku Harian yang digubah Mutia. “kisah kita bukan sebuah pagi yang menerbitkan matahari. kita pernah memulai paragraf dari waktu yang boleh genap—boleh juga ganjil. pertemuan kita seerat pelukan sepasang kekasih yang lama tak bertemu. rindu selalu menjadi obrolan yang boleh masuk akal—boleh juga tidak. mungkin cinta senang memulai sesuatu dari basabasi atau guyonan yang tak lucu. kita tertawa dan bersedih seolah tahu bahwa masa depan setelahnya adalah hidup yang baik-baik saja. kita mencuri pandang dengan detik waktu yang kadang terasa lamban—kadang juga berjalan terlalu cepat. malam tiba dan meninabobokan kita bersama bagian penutup untuk hari berikutnya.” (halaman 93)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1397 seconds (0.1#10.140)