Kopaskhas TNI AU Genap 74 Tahun, Ini Sejarah dan Deretan Kehebatannya
loading...
A
A
A
Insiden berawal saat pesawat C-130 Hercules yang membawa pasukan Interfet Australia mendarat di Bandara Komoro. Saat keluar dari pesawat, mereka langsung membentuk formasi tempur, membentuk perimeter pertahanan. Tindakan pasukan Australia ini dianggap berlebihan membuat prajurit Paskhas yang tengah mengendalikan dan mengoperasikan bandara terheran-heran. Sebab situasi di Timtim saat itu relatif aman, konfik hanya terjadi di hutan.
Situasi semakin tegang. Sebanyak 80 prajurit Kopaskhas sudah bersiap mengokang senjata, bersiaga bila konflik dengan Interfet, termasuk pasukan Gurkha yang tergabung di dalamnya benar-benar terjadi. Namun ketika pasukan Interfet mengetahui jika situasi bandara aman-aman saja dan tidak ada milisi bersenjata. Mereka baru menyadari jika informasi intelijen mengenai kondisi Tim-Tim sudah dikuasai milisi bersenjata tidak benar.
Ketegangan kembali terjadi ketika Pangkoopsau II Marsda TNI Ian Santosa tiba di Bandara Komoro. Saat turun dari pesawat C-130 Hercules TNI AU dengan dikawal sejumlah pasukan Paskhas bersenjata lengkap pasukan Interfet tiba-tiba langsung menodongkan senjata kepada rombongan Marsda TNI Ian Santosa, yang mereka anggap sebagai ancaman. Padahal, sejatinya Marsda TNI Ian Santosa datang untuk berkoordinasi dengan komandan Interfet Mayjen Peter Cosgrove. Sontak, prajurit Paskhas langsung bereaksi keras. Mereka pun juga menodongkan senjata kepada tentara Interfet.
Dalam buku biografi mantan Dankorpaskhas Marsma (Purn) Nanok Soeratno berjudul “Kisah Sejati Prajurit Paskhas” menyebutkan, saat insiden itu, Kapten Eka dan 15 anak buahnya berteriak sambil menahan emosi. "Hei ini Jenderal saya, Panglima saya, keamanan di sini tanggung jawab saya," teriak Kapten Eka.
Kondisi sangat tegang. Pasukan Paskhas dan Interfet saling menodongkan senjatanya. Saat itu siapa pun bisa lepas kendali lalu melepaskan tembakan. Apalagi setiap personel yang mengawal Marsda Ian Santosa mengantongi dua sampai lima granat. "Panggil panglima kamu ke sini," bentak Kapten Eka kepada pasukan Interfet.
Saat itu, Kapten Eka mewanti-wanti setiap personel jangan sampai ada tembakan sebelum ada komando darinya. "Letusan pertama pada saya," tegasnya.
Meski Paskhas kalah jumlah personel, namun mereka sepakat menjadikan granat sebagai senjata mematikan jika terjadi kontak senjata. Pasukan Paskhas siap bertempur habis-habisan.
Tidak hanya di Kalimantan dan Timor-Timur, kepiawaian prajurit Paskhas dalam menjalankan misi juga dibuktikan ketika menghadapi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Pasukan khusus ini berhasil menembak mati satu orang anak buah Lerrymayu Telenggen yang menyerbu Bandara Armaga Aminggaru, Distrik Omukia Kabupaten Puncak Papua.
Situasi semakin tegang. Sebanyak 80 prajurit Kopaskhas sudah bersiap mengokang senjata, bersiaga bila konflik dengan Interfet, termasuk pasukan Gurkha yang tergabung di dalamnya benar-benar terjadi. Namun ketika pasukan Interfet mengetahui jika situasi bandara aman-aman saja dan tidak ada milisi bersenjata. Mereka baru menyadari jika informasi intelijen mengenai kondisi Tim-Tim sudah dikuasai milisi bersenjata tidak benar.
Ketegangan kembali terjadi ketika Pangkoopsau II Marsda TNI Ian Santosa tiba di Bandara Komoro. Saat turun dari pesawat C-130 Hercules TNI AU dengan dikawal sejumlah pasukan Paskhas bersenjata lengkap pasukan Interfet tiba-tiba langsung menodongkan senjata kepada rombongan Marsda TNI Ian Santosa, yang mereka anggap sebagai ancaman. Padahal, sejatinya Marsda TNI Ian Santosa datang untuk berkoordinasi dengan komandan Interfet Mayjen Peter Cosgrove. Sontak, prajurit Paskhas langsung bereaksi keras. Mereka pun juga menodongkan senjata kepada tentara Interfet.
Baca Juga
Dalam buku biografi mantan Dankorpaskhas Marsma (Purn) Nanok Soeratno berjudul “Kisah Sejati Prajurit Paskhas” menyebutkan, saat insiden itu, Kapten Eka dan 15 anak buahnya berteriak sambil menahan emosi. "Hei ini Jenderal saya, Panglima saya, keamanan di sini tanggung jawab saya," teriak Kapten Eka.
Kondisi sangat tegang. Pasukan Paskhas dan Interfet saling menodongkan senjatanya. Saat itu siapa pun bisa lepas kendali lalu melepaskan tembakan. Apalagi setiap personel yang mengawal Marsda Ian Santosa mengantongi dua sampai lima granat. "Panggil panglima kamu ke sini," bentak Kapten Eka kepada pasukan Interfet.
Saat itu, Kapten Eka mewanti-wanti setiap personel jangan sampai ada tembakan sebelum ada komando darinya. "Letusan pertama pada saya," tegasnya.
Meski Paskhas kalah jumlah personel, namun mereka sepakat menjadikan granat sebagai senjata mematikan jika terjadi kontak senjata. Pasukan Paskhas siap bertempur habis-habisan.
Tidak hanya di Kalimantan dan Timor-Timur, kepiawaian prajurit Paskhas dalam menjalankan misi juga dibuktikan ketika menghadapi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Pasukan khusus ini berhasil menembak mati satu orang anak buah Lerrymayu Telenggen yang menyerbu Bandara Armaga Aminggaru, Distrik Omukia Kabupaten Puncak Papua.