KPK Ungkap Politik Dinasti Jadi Pintu Masuknya Korupsi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Praktik politik dinasti di Indonesia disinggung oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata . Adapun politik dinasti merupakan sebuah kekuasaan politik yang dijalankan sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.
"Dinasti-dinasti politik di beberapa daerah yang kini menjadi salah satu atau mungkin menjadi salah satu pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi," ujar Alexander Marwata kepada wartawan, Minggu (17/10/2021).
Menurut dia, evaluasi terhadap pemerintahan sebelumnya tidak akan berjalan dengan adanya politik dinasti itu. "Ada kecenderungan penggantinya itu kalau jadi keluarga, pasti dia akan menutup. Apa? kekurangan kelemahan yang dilakukan pemerintah. Dan cenderung meneruskan kebiasaan yang dilakukan pimpinan sebelumnya, itu yang terjadi, kan seperti itu," katanya.
Baca Juga: Korupsi Kepala Daerah dan Dinasti Politik
Dia menilai politik dinasti muncul karena ada kebutuhan pendanaan dalam pemilihan kepala daerah atau pemilihan anggota legislatif. Sebab, biaya politik untuk menjadi peserta Pilkada atau Pileg dinilai tidak murah.
"Dan itu juga karena masyarakat atau pemilih sendiri yang menurut kami di KPK itu juga yang menyebabkan biaya politik itu mahal. Ada tuntutan dari masyarakat, kita tahu semuanya," katanya.
Politik dinasti itu juga dinilai berkaitan dengan serangan fajar atau bagi-bagi uang kepada para pemilih. "Belum lagi juga adanya tuntutan atau permintaan yang kita kenal dengan istilahnya itu uang mahar untuk mencari kendaraan politik di parpol-parpol itu. Nah itu sesuatu yang meskipun tidak terungkap secara terbuka, tapi kita semuanya mendengar dan itu sudah sering disampaikan oleh calon-calon kepala daerah ini," ungkapnya.
Hal tersebut pun menjadi perhatian serius KPK. Lembaga antikorupsi itu tengah melakukan kajian bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) agar ada alokasi dana yang cukup dari APBN kepada parpol.
"Yang tujuannya apa? Supaya partai politik itu dikelola dengan profesional, dikelola dengan benar, kaderisasinya juga benar," pungkasnya.
"Dinasti-dinasti politik di beberapa daerah yang kini menjadi salah satu atau mungkin menjadi salah satu pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi," ujar Alexander Marwata kepada wartawan, Minggu (17/10/2021).
Menurut dia, evaluasi terhadap pemerintahan sebelumnya tidak akan berjalan dengan adanya politik dinasti itu. "Ada kecenderungan penggantinya itu kalau jadi keluarga, pasti dia akan menutup. Apa? kekurangan kelemahan yang dilakukan pemerintah. Dan cenderung meneruskan kebiasaan yang dilakukan pimpinan sebelumnya, itu yang terjadi, kan seperti itu," katanya.
Baca Juga: Korupsi Kepala Daerah dan Dinasti Politik
Dia menilai politik dinasti muncul karena ada kebutuhan pendanaan dalam pemilihan kepala daerah atau pemilihan anggota legislatif. Sebab, biaya politik untuk menjadi peserta Pilkada atau Pileg dinilai tidak murah.
"Dan itu juga karena masyarakat atau pemilih sendiri yang menurut kami di KPK itu juga yang menyebabkan biaya politik itu mahal. Ada tuntutan dari masyarakat, kita tahu semuanya," katanya.
Politik dinasti itu juga dinilai berkaitan dengan serangan fajar atau bagi-bagi uang kepada para pemilih. "Belum lagi juga adanya tuntutan atau permintaan yang kita kenal dengan istilahnya itu uang mahar untuk mencari kendaraan politik di parpol-parpol itu. Nah itu sesuatu yang meskipun tidak terungkap secara terbuka, tapi kita semuanya mendengar dan itu sudah sering disampaikan oleh calon-calon kepala daerah ini," ungkapnya.
Hal tersebut pun menjadi perhatian serius KPK. Lembaga antikorupsi itu tengah melakukan kajian bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) agar ada alokasi dana yang cukup dari APBN kepada parpol.
"Yang tujuannya apa? Supaya partai politik itu dikelola dengan profesional, dikelola dengan benar, kaderisasinya juga benar," pungkasnya.
(rca)