Cerita di Balik Rekaman Suara Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI
loading...
A
A
A
Ketika 17 Agustus 1945 memang proklamasi kemerdekaan RI tidak diketahui secara masif oleh rakyat Indonesia. Jusuf Ronodipuro yang bekerja sebagai wartawan radio Hoso Kyoko juga tidak mengetahui kemerdekaan RI yang diproklamirkan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Ia bersama para penyiar dilarang meninggalkan gedung stasiun radio milik orang Jepang itu.
Hingga tiba-tiba Syahruddin, rekan jurnalis, muncul di kantor radio Hoso Kyoko. Ia datang membawa sepucuk surat dari Adam Malik dan menyerahkan kepada Jusuf Ronodipuro. Setelah dibuka, surat itu ternyata berisi coretan teks proklamasi yang baru saja dibacakan Soekarno-Hatta. Jusuf pun segera paham bahwa ia diberikan tugas untuk menyiarkan proklamasi kemerdekaan RI melalui radio.
Namun Jusuf tak bisa segera menyiarkannya karena akan membahayakan dirinya jika ketahuan. Baru pada pukul 19.00 WIB, Jusuf mendapatkan kesempatan. Dia bersama sejumlah pemuda lain menyelinap ke studio yang biasa digunakan untuk menyiarkan berita-berita luar negeri tapi sudah tidak terpakai.
Baca juga: 17 Agustusan Usai, Teks Proklamasi Bung Karno Dikembalikan ke ANRI
Studio itu ternyata tidak tersambung ke pemancar, sehingga Jusuf langsung berinisiatif menyambungkan pemancar siaran dari studio lain. Setelah beres, Jusuf segera menyiarkan berita pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Ia membacakan teks proklamasi dalam bahasa Inggris, sehingga radio-radio di negara lain, seperti Singapura, Inggris, dan Amerika turut meneruskan siaran tersebut.
Tak butuh waktu lama bagi orang-orang Jepang mengetahui perbuatan Jusuf. Ia bersama rekannya, Bachtiar Loebis, diinterogasi sambil dipukuli sampai babak belur. Akibat penyiksaan ini, kaki Jusuf pincang untuk selamanya.
Soekarno yang mengetahui perjuangan Jusuf Ronodipuro menyiarkan kemerdekaan RI akhirnya luluh. Ia bersedia merekam suara pembacaan teks proklamasi agar bisa didengarkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kantor RRI Pusat diJalan Merdeka Barat 4-5, Jakarta Pusat. (dok.RRI)
Rekaman suara pembacaan teks proklamasi dilakukan Bung Karno di Studio RRI Jakarta pada 1951. Master rekaman dalam piringan hitam itu kemudian dikirim ke Lokananta di Surakarta, untuk digandakan dan disebar ke seluruh Indonesia. Dokumen penting tersebut sampai sekarang masih tersimpan di Lokananta.
Itulah mengapa jika didengarkan dengan seksama, suara Soekarno saat membacakan teks proklamasi relatif bersih tanpa ada suara latar apapun. Padahal, situasi faktual saat Soekarno memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, tentu sangat ramai.
Sebagai penguat bahwa rekaman suara pembacaan teks proklamasi tidak dilakukan pada 17 Agustus 1945 adalah penyebutan tahun 1945. Padahal dalam teks aslinya tertulis hari 17, boelan 8, tahoen '05.
Hingga tiba-tiba Syahruddin, rekan jurnalis, muncul di kantor radio Hoso Kyoko. Ia datang membawa sepucuk surat dari Adam Malik dan menyerahkan kepada Jusuf Ronodipuro. Setelah dibuka, surat itu ternyata berisi coretan teks proklamasi yang baru saja dibacakan Soekarno-Hatta. Jusuf pun segera paham bahwa ia diberikan tugas untuk menyiarkan proklamasi kemerdekaan RI melalui radio.
Namun Jusuf tak bisa segera menyiarkannya karena akan membahayakan dirinya jika ketahuan. Baru pada pukul 19.00 WIB, Jusuf mendapatkan kesempatan. Dia bersama sejumlah pemuda lain menyelinap ke studio yang biasa digunakan untuk menyiarkan berita-berita luar negeri tapi sudah tidak terpakai.
Baca juga: 17 Agustusan Usai, Teks Proklamasi Bung Karno Dikembalikan ke ANRI
Studio itu ternyata tidak tersambung ke pemancar, sehingga Jusuf langsung berinisiatif menyambungkan pemancar siaran dari studio lain. Setelah beres, Jusuf segera menyiarkan berita pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Ia membacakan teks proklamasi dalam bahasa Inggris, sehingga radio-radio di negara lain, seperti Singapura, Inggris, dan Amerika turut meneruskan siaran tersebut.
Tak butuh waktu lama bagi orang-orang Jepang mengetahui perbuatan Jusuf. Ia bersama rekannya, Bachtiar Loebis, diinterogasi sambil dipukuli sampai babak belur. Akibat penyiksaan ini, kaki Jusuf pincang untuk selamanya.
Soekarno yang mengetahui perjuangan Jusuf Ronodipuro menyiarkan kemerdekaan RI akhirnya luluh. Ia bersedia merekam suara pembacaan teks proklamasi agar bisa didengarkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kantor RRI Pusat diJalan Merdeka Barat 4-5, Jakarta Pusat. (dok.RRI)
Rekaman suara pembacaan teks proklamasi dilakukan Bung Karno di Studio RRI Jakarta pada 1951. Master rekaman dalam piringan hitam itu kemudian dikirim ke Lokananta di Surakarta, untuk digandakan dan disebar ke seluruh Indonesia. Dokumen penting tersebut sampai sekarang masih tersimpan di Lokananta.
Itulah mengapa jika didengarkan dengan seksama, suara Soekarno saat membacakan teks proklamasi relatif bersih tanpa ada suara latar apapun. Padahal, situasi faktual saat Soekarno memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, tentu sangat ramai.
Sebagai penguat bahwa rekaman suara pembacaan teks proklamasi tidak dilakukan pada 17 Agustus 1945 adalah penyebutan tahun 1945. Padahal dalam teks aslinya tertulis hari 17, boelan 8, tahoen '05.