Cerita di Balik Rekaman Suara Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI

Minggu, 17 Oktober 2021 - 07:38 WIB
loading...
Cerita di Balik Rekaman Suara Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI
Soekarno didampingi Mohammad Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. FOTO/National Library of Indonesia
A A A
JAKARTA - Rekaman suara pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (RI) kerap diputar di radio, televisi, atau media lainnya. Suara itu jelas terdengar milik Soekarno yang kemudian diangkat menjadi Presiden Pertama RI.

Namun apakah perekaman itu dilakukan langsung saat Soekarno membacakan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945? Ternyata tidak. Pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta hanya diabadikan melalui foto. Tidak ada rekaman suara atau video karena waktu itu Indonesia belum memiliki teknologi canggih atau alat untuk melakukannya.

Rekaman suara pembacaan teks proklamasi baru dilakukan beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 1951 di studio Radio Republik Indonesia (RRI) yang saat ini berada di Jalan Merdeka Barat 4-5, Jakarta Pusat.

Baca juga: Isi Teks Proklamasi Sempat Diubah, Begini Kisah Perumusannya

Jusuf Ronodipuro adalah pemilik ide merekam suara pembacaan teks proklamasi. Dia merupakan salah satu pendiri Radio Republik Indonesia (RRI) yang mencetuskan jargon 'Sekali di Udara Tetap di Udara'.

Ide merekam suara pembacaan teks proklamasi muncul tanpa direncanakan. RRI waktu itu baru membeli peralatan rekaman baru. Ketika bertemu Soekarno di Istana Negara, Jusuf Ronodipuro spontan melontarkan ide tersebut.

Cerita di Balik Rekaman Suara Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI

Lukisan foto Jusuf Ronodipuro (louisa-tuhatu.blogspot.com)

Namun bukan perkara mudah membujuk Soekarno mau merekam suara pembacaan teks proklamasi kemerdekaan RI. Menurut Bung Karno, proklamasi kemerdekaan RI adalah sesuatu sakral tidak bisa diulang-ulang.

"Proklamasi itu hanya satu kali," kata Bung Karno dengan nada tinggi seperti dituturkan Jusuf Ronodipuro kepada salah satu keluarganya, Louisa Tuhatu. Cerita ini kemudian dituliskan Louisa Tuhatu di blog pribadinya.

Baca juga: Baca Teks Proklamasi di Istana, Puan Maharani Rasakan Perjuangan Lawan Pandemi Seperti Perang Dunia II

Jusuf sedikit menciut kena semprot Sang Proklamator. Meski begitu, ia tetap berkeyakinan perekaman suara pembacaan teks proklamasi adalah hal yang penting di kemudian hari.

"Betul, Bung. Tetapi saat itu rakyat tidak mendengar suara Bung," kata Jusuf mencoba membujuk Soekarno.

Ketika 17 Agustus 1945 memang proklamasi kemerdekaan RI tidak diketahui secara masif oleh rakyat Indonesia. Jusuf Ronodipuro yang bekerja sebagai wartawan radio Hoso Kyoko juga tidak mengetahui kemerdekaan RI yang diproklamirkan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Ia bersama para penyiar dilarang meninggalkan gedung stasiun radio milik orang Jepang itu.

Hingga tiba-tiba Syahruddin, rekan jurnalis, muncul di kantor radio Hoso Kyoko. Ia datang membawa sepucuk surat dari Adam Malik dan menyerahkan kepada Jusuf Ronodipuro. Setelah dibuka, surat itu ternyata berisi coretan teks proklamasi yang baru saja dibacakan Soekarno-Hatta. Jusuf pun segera paham bahwa ia diberikan tugas untuk menyiarkan proklamasi kemerdekaan RI melalui radio.

Namun Jusuf tak bisa segera menyiarkannya karena akan membahayakan dirinya jika ketahuan. Baru pada pukul 19.00 WIB, Jusuf mendapatkan kesempatan. Dia bersama sejumlah pemuda lain menyelinap ke studio yang biasa digunakan untuk menyiarkan berita-berita luar negeri tapi sudah tidak terpakai.

Baca juga: 17 Agustusan Usai, Teks Proklamasi Bung Karno Dikembalikan ke ANRI

Studio itu ternyata tidak tersambung ke pemancar, sehingga Jusuf langsung berinisiatif menyambungkan pemancar siaran dari studio lain. Setelah beres, Jusuf segera menyiarkan berita pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Ia membacakan teks proklamasi dalam bahasa Inggris, sehingga radio-radio di negara lain, seperti Singapura, Inggris, dan Amerika turut meneruskan siaran tersebut.

Tak butuh waktu lama bagi orang-orang Jepang mengetahui perbuatan Jusuf. Ia bersama rekannya, Bachtiar Loebis, diinterogasi sambil dipukuli sampai babak belur. Akibat penyiksaan ini, kaki Jusuf pincang untuk selamanya.

Soekarno yang mengetahui perjuangan Jusuf Ronodipuro menyiarkan kemerdekaan RI akhirnya luluh. Ia bersedia merekam suara pembacaan teks proklamasi agar bisa didengarkan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Cerita di Balik Rekaman Suara Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI

Kantor RRI Pusat diJalan Merdeka Barat 4-5, Jakarta Pusat. (dok.RRI)

Rekaman suara pembacaan teks proklamasi dilakukan Bung Karno di Studio RRI Jakarta pada 1951. Master rekaman dalam piringan hitam itu kemudian dikirim ke Lokananta di Surakarta, untuk digandakan dan disebar ke seluruh Indonesia. Dokumen penting tersebut sampai sekarang masih tersimpan di Lokananta.

Itulah mengapa jika didengarkan dengan seksama, suara Soekarno saat membacakan teks proklamasi relatif bersih tanpa ada suara latar apapun. Padahal, situasi faktual saat Soekarno memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, tentu sangat ramai.

Sebagai penguat bahwa rekaman suara pembacaan teks proklamasi tidak dilakukan pada 17 Agustus 1945 adalah penyebutan tahun 1945. Padahal dalam teks aslinya tertulis hari 17, boelan 8, tahoen '05.

Tulisan 'tahoen '05' merujuk pada kalender Kaisar Jimmu. Tahun pertama kalender Jepang lebih awal 660 tahun dari Masehi. Itu artinya tahun 1945 Masehi sama dengan tahun 2605 kalender Kaisar Jimmu. Jadi, 'tahoen '05 yang tertulis di teks proklamasi merupakan kependekan dari angka 'tahun 2605'.

Sumber* Diolah dari berbagai sumber
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1974 seconds (0.1#10.140)