Umat Islam Indonesia Itu Berkarakter Wasathiyah

Sabtu, 16 Oktober 2021 - 05:58 WIB
loading...
A A A
Kata wasathiyah diambil dari ayat Al-Quran, Surah Al-Baqarah: 143. Arti dan defenisi wasathiyah ini telah banyak disampaikan oleh banyak ulama Islam. Selain berarti jalan tengah wasathiyah juga biasa diterjemahkan dengan “justly balance” atau “keseimbangan yang berkeadilan”.

Tapi yang lebih penting dipahami Sesungguhnya adalah apa saja karakterisitik dan wujud realita wasathiyah dalam kehidupan berumat (bangsa, negara bahkan dunia)?

Ada tujuh karaktereistik dasar dari wasathiyah yang dirumuskan dan disepakati pada pertemuan Ulama dunia di Indonesia beberapa tahun lalu.

Pertama, al-i’tidal. Bahwa wasathiyah itu harus berkarakter yang tidak saja adil. Tapi memiliki komitmen untuk menegakkan keadilan. Masyarakat yang “wasatha” adalah masyarakat yang bersih dari prilaku opresi (kezholiman).

Kedua, at-tawazun. Bahwa wasathiyah itu harus berkarakter imbang (balance) dalam segala aspek kehidupan. Imbang dunia-akhirat, physical-spiritual, personal-communal, dan seterusnya. Tawazun juga akan terlihat dalam sistem hidup yang imbang misalnya antara kapitalisme dan sosialisme.

Ketiga, at-tasamuh. Bahwa wasathiyah itu harus berkarakter toleran. Toleransi itu bermakna tidak saja saling memahami eksistensi orang lain (keragaman). Tapi memberian ruang yang sama dalam hak kepada yang lain dari kita.

Keempat, as-shura. Bahwa wasathiyah itu harus memiliki karakter “syura” yang berlandaskan kepada kebebasan dan partisipasi semua stakeholders. Diakui bahwa saat ini konsep terdekat kepada shura itu adalah konsep demokrasi. Tentu dengan mengakui adanya perbedaan di antara keduanya.

Kelima, al-islah. Bahwa wasathiyah itu selalu mengacu kepada kebaikan dan bertujuan untuk kebaikan umum. Maka prilaku destruktif itu tidak relevan dalam masyarakat wasathiyah. Makanya estremisme dan radikalisme itu selalu berujung kepada kerusakan.

Keenam, al-qudwah. Bahwa wasathiyah itu harus mampu mewujudkan ketauladanan dalam kehidupan. Ketauladanan tentunya menuntut komitmen untuk mewujudkan hasil yang terbaik (khaeriyah atau the excellence). Ummat wasathan harus menjadi “Khaer Ummah” dan bukan ummat asal-asalan.

Ketujuh, al-muwathonah. Bahwa wasathiyah tidak akan pernah mempertentangkan dua komitmen hidup. Komitmen beragama dan komitmen Kebangsaan. Keduanya bisa dirangkul secara bersama-sama tanpa saling mengorbankan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0948 seconds (0.1#10.140)