Perjalanan Singkat Kasus Eks Sekretaris MA dan Menantunya

Rabu, 03 Juni 2020 - 07:32 WIB
loading...
Perjalanan Singkat Kasus Eks Sekretaris MA dan Menantunya
Mantan Sekretaris MA mengenakan rompi tahanan dan diborgol saat berada di Gedung KPK, Jakarta. Foto/Humas KPK
A A A
JAKARTA - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dan menantunya, Rezky Herbiyono telah berhasil ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 1 Juni 2020 malam.

Nurhadi dan menantunya itu ditangkap setelah bersembunyi alias buron selama lebih dari tiga bulan. Perjalanan kasus keduanya dimulai jauh sebelumnya yakni sejak April 2016.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, kasus yang disangkakan KPK terhadap Nurhadi dan Rezky serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (masih buron) hakikatnya tidak berdiri sendiri.

Kasus ini hasil pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 20 April 2016 di Jakarta.

Dari OTT tersebut, tim KPK di antaranya menangkap Edy Nasution selaku Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Doddy Aryanto Supeno selaku pegawai PT Artha Pratama Anugerah.

Edy dan Doddy telah menjadi terpidana dan divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik suap-menyuap.

Berikutnya KPK menetapkan advokat Lucas (menghalang-halangi penyidikan) serta mantan Presiden Komisaris Lippo Group sekaligus mantan Chairman PT Paramount Enterprise International‎ Eddy Sindoro (pemberi suap). Lucas dan Eddy juga telah menjadi terpidana.

"KPK sebelumnya telah menetapkan empat tersangka, yaitu Doddy Ariyanto Supeno, Edy Nasution, Eddy Sindoro, dan Lucas dan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht)," ujar Ghufron saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa 2 Juni 2020.

Dia menjelaskan, secara spesifik kasus yang disangkakan terhadap Nurhadi, Rezky, dan Hiendra Soenjoto.

Nurhadi Abdurachman selaku Sekretaris Mahkamah Agung (MA) periode 2011-2016 dan Rezky Herbiyono (menantu Nurhadi) ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan penerima gratifikasi. Sedangkan Hiendra Soenjoto sebagai tersangka pemberi suap.

Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap berupa sembilan lembar cek (yang kemudian dikembalikan) dan uang dengan total Rp 33,1 miliar dalam 45 transaksi. Suap berasal dari tersangka pemberi Hiendra Soenjoto. Suap diduga untuk pengurusan perkara yang dilakukan kurun 2015-2016.

Suap ini terkait pengurusan gugatan perkara perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN, Persero) tahun 2010 berupa pelaksanaan peninjauan kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN (Persero) serta proses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN (Persero) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.

Kedua, Nurhadi dan Rezky diduga telah menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp12,9 miliar. Penerimaan uang gratifikasi terjadi kurun Oktober 2014 hingga Agustus 2016. Gratifikasi diduga terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA serta permohonan perwalian.

"Kedua tersangka (Nurhadi dan Rezky-red) diduga menerima hadiah atau janji terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar. Sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar," paparnya.

Ghufron menjelaskan, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 Ayat 2 lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

KORAN SINDO dan SINDOnews merangkum perjalanan singkat kasus Nurhadi dan Rezky, sebagaimana data pemberitaan sebelumnya.

• KPK melakukan penyelidikan secara mencermati fakta-fakta persidangan Edy Nasution dkk serta menerima laporan hasil hasil analisis transaksi keuangan berindikasi tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas nama Rezky Herbiyono, Nurhadi Abdurrachman dkk.

• KPK menetapkan Nurhadi Abdurrachman, Rezky Herbiyono, dan Hiendra Soenjoto sebagai tersangka pada 6 Desember 2019 dengan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) yang diteken pimpinan KPK periode 2015-2019. Ditanggal yang sama KPK mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).

• Senin malam, 16 Desember 2019, dua pimpinan KPK periode 2015-2019 Laode Muhamad Syarif dan Thony Saut Situmorang mengumumkan secara resmi penetapan Nurhadi, Rezky, dan Hiendra sebagai tersangka.

• Nurhadi, Rezky, dan Hiendra beberapa kali dipanggil sejak Jumat, 20 Desember 2019 hingga 27 Januari 2020 baik sebagai tersangka maupun saksi tapi mangkir.

• Awal Januari 2020, Nurhadi, Rezky, dan Hiendra melakukan perlawanan. Ketiganya mengajukan gugatan praperadilan pertama terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

• Selasa, 21 Januari 2020, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Ahmad Jaini memutuskan menolak praperadilan Nurhadi, Rezky, dan Hiendra. Hakim memastikan, penetapan ketiga tersangka oleh KPK sah menurut hukum dan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

• Hingga pekan terakhir Februari 2020, penyidik KPK juga telah memanggil Tin Zuraida (istri Nurhadi sekaligus Staf Ahli Menpan-RB Bidang Politik dan Hukum), Rizqi Aulia Rahmi (anak Nurhadi dan istri Rezky), dan Lusi Indriati (istri Hiendra) untuk diperiksa sebagai saksi. Tapi ketiganya berkali-kali mangkir.

• Rabu, 5 Februari 2020, Nurhadi, Rezky, dan Hiendra kembali mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan yang sama.

• Kamis, 13 Februari 2020, KPK menetapkan status dan memasukkan Nurhadi, Rezky, dan Hiendra sebagai daftar pencarian orang (DPO).
• Senin, 16 Maret 2020, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Hariyadi memutuskan menolak praperadilan kedua Nurhadi, Rezky, dan Hiendra.

• Sejak pekan terakhir Februari hingga pekan kedua Maret 2020, tim KPK melakukan penggeledahan di sekitar 13 lokasi yang berada di Jakarta, Jawa Timur, dan Bogor, Jawa Barat. Penggeledahan dilakukan juga sebagai bagian dari pencarian tiga DPO.

Salah satu yang digeledah tim KPK yakni villa yang diduga milik Nurhadi yang berada di Ciawi, Bogor. Saat penggeledahan pada Senin, 9 Maret 2020, tim menemukan menemukan belasan motor gede dan empat mobil mewah berbagai merek di dalam gudang. Tim KPK kemudian menyegel dengan memasang 'KPK line' di gudang dan kendaraan tersebut.

• Senin 1 Juni 2020 pukul 18.00 WIB, tim KPK menerima informasi dari masyarakat bahwa Nurhadi dan Rezky berada di Jalan Simprug Golf 17 Nomor 1, Grogol Selatan, Kebayoran Lama. Tim bergerak kemudian menangkap Nurhadi dan Rezky beserta Tim Zuraida (istri Nurhadi) di rumah tersebut pada pukul 21.30 WIB.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1589 seconds (0.1#10.140)