Belajar Komunikasi Krisis di Masa Pandemi Covid-19

Rabu, 03 Juni 2020 - 05:22 WIB
loading...
A A A
Formula CERC pada tahap prakrisis menekankan pesan komunikasi tentang "apa yang harus dikatakan, kapan mengatakannya, dan bagaimana mengatakannya". Jawaban atas tiga pertanyaan itu akan memenangkan kepercayaan publik bahkan menyelamatkan nyawa. Urgensi komunikasi krisis pada tahap ini harus "menjelaskan risiko dan manfaat bagi pemangku kepentingan dan masyarakat. Publik dan pemangku kepentingan menuntut komunikasi segera, kredibel, dan real time selama respons krisis" (Reynolds & Seeger: 2012, 1). Agregasi dari formula CERC dirinci menjadi enam prinsip, meliputi: (1). Be First (komunikasi cepat dan waktu sensitif). (2). Be Right (informasi akurat membangun kredibilitas). (3). Be Credible (jujur dan dapat dipercaya). (4). Express Empathy (kata yang membangun empati dan hubungan baik. (5). Promote Action (memberi makna agar publik tetap tenang dan tertib). (6). Show Respect (rasa hormat di saat publik rentan).

Kompetensi Komunikatif Otoritas Indonesia

Sebelum menjadi pandemi dunia, sejumlah negara sudah lintang pukang melawan Covid-19 ini, termasuk dengan komunikasi publiknya. PM Singapura Lee Hsin Loong, 10 Februari 2020, berkomunikasi dengan rakyatnya secara multibahasa, termasuk bahasa Melayu. Di saat yang sama, Menko Luhut Binsar Panjaitan justru berseloroh. "Corona ? Corona , sudah pergi (kasus di Batam). Corona mobil?" Sepekan berikutnya, Menkes Terawan menolak masker, dengan nada selorohnya. Belakangan, Gugus Tugas PP Covid-19 justru minta semua orang mengenakan masker. Pesan komunikasi dua otoritas tinggi itu, alih-alih melakukan inisiatif komunikatif yang menenangkan publik dan membangun kepercayaan, tapi justru membuat publik abai terhadap bahaya Covid-19.

Ketika ada pejabat tinggi negara positif dan banyak pejabat lainnya harus diisolir 15 Maret 2020, Presiden Joko Widodo menginstruksikan diberlakukan social distancing, bekerja dari rumah (work from home /WFH), penutupan sekolah, hingga rapat kabinet pun dilaksanakan dari rumah. Apa lacur, arus pulang kampung sudah bergelombang dan jumlah positif terus merangkak naik. Akibat gelombang pulang kampung ini menyebabkan terjadinya pergeseran episentrum penularan. Awal Mei 2020 ini, akselerasi jumlah kasus di DKI Jakarta cenderung melambat, sedangkan kasus di daerah justru melesat.

Indonesia sebenarnya memiliki acuan protokol kesehatan di masa pandemi. Permenkes nomor 300/Menkes/SK/IV/2009, yang diteken Menteri Kesehatan kala itu Fadhilah Supari menetapkan "Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza", tanggal 29 April 2009. Otoritas negara semestinya melakukan revisi atas ratifikasi protokol kesehatan pandemi dari WHO itu, sambil menata tindakan komunikatif kepada publik secara be first, be right, be credible, express emphaty, promote action dan show respect . Realitasnya, otoritas kesehatan bukannya melakukan inisiatif komunikatif secara kompeten, tapi justru "menghamburkan" pernyataan yang tidak kompeten. Tak heran, jika Menkes Terawan mendapat sentimen negatif terbesar dari publik netizen . Datalyst Center Indef yang dikutip Wijayanto, Ph.D dari LP3ES dalam penelitian berjudul "Petaka Karena Kata: Blunder Komunikasi Politik Kabinet Jokowi di Masa Pandemi" (2020) menunjukkan, Menkes Terawan merupakan pihak yang paling banyak mendapat sentimen negatif, bahkan dibandingkan Presiden Joko Widodo. Dari 16.000 tweets , 93% sentimen negatif teruntuk Menteri Terawan.
(mpw)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1288 seconds (0.1#10.140)