Nalar Sains untuk Kemajuan Indonesia

Sabtu, 02 Oktober 2021 - 12:25 WIB
loading...
Nalar Sains untuk Kemajuan Indonesia
Nalar Sains untuk Kemajuan Indonesia
A A A
JAKARTA - “Anti-intellectualisme...harus ditukar dengan semboyan positif yang gembira berapi-api: Otak Indonesia harus diasah menyamai otak Barat,” kata pemuda Sutan Takdir Alisjahbana (STA) yang baru berumur 27 tahun pada para pemakalah Kongres Permusyawaratan Perguruan Indonesia pertama pada 8-10 Juni 1935 di Solo, Jawa Tengah. Saat kritik tajam itu dilontarkan, 6 tahun sebelumnya (1929), buku Fungsi Nalar (The Function of Reason) karya filosof Alfred North Whitehead (1861- 1947) terbit di Inggris dan terus dicetak ulang.

baca juga: Resensi Buku Lagi Probation: Menikmati Susahnya Mencari Kerja

Sutan Takdir Alisjahbana menuduh prae-advies pemakalah: rakyat Indonesia disuruh untuk mengerdilkan otak, menumpulkan pikiran, demi menjadi manusia berbudi luhur nan baik hati. Para pemakalah dalam kongres itu menyimpulkan: mendidik-mengajar otak tajam cerdas hanya akan menghasilkan manusia licik egois, hidup penuh tipu muslihat, keonaran anarkisme, dan pemicu kehancuran tata sosial budaya. Ini kekeliruan fatal, kata STA.

Tak ayal, sambutan dan tampikan bergemuruh segera datang dan menyebar di berbagai media cetak. Sekian tokoh cendekiawan terkemuka Indonesia menulis ajakan bertengkar gagasan dari pemuda Sutan Takdir Alisjahbana: Ki Hadjar Dewantara, Sanu Pane, Dr. Poerbatjaraka, Dr. Sutomo, Adinegoro, Dr. M. Amir, Tjindarbumi. Dari sekian tokoh ini, hanya sedikit sekali yang mendukung seruan tajam dan tegas dari pemuda Sutan Takdir Alisjahbana. Inilah yang kelak dikenal sebagai Polemik Kebudayaan.

baca juga: Kemewahan Bukan Jaminan Kebahagiaan

Salah satu tokoh yang diserang dengan keras oleh pemuda Sutan Takdir Alisjahbana adalah pemikir pendidikan yang kelak terlalu diagungkan: Ki Hajar Dewantara. Kata pemuda Sutan Takdir Alisjahbana: “Ia [Ki Hajar Dewantara] pun berkata bahwa mengasah intellect 8 jam di sekolah menimbulkan intellectualisme dan oleh sebabnya terpisah sekolah dari hidup keluarga, maka sia-sialah usaha pendidikan budi pekerti dan budi khalayak di ruang keluarga itu.”

Efek Polemik Kebudayaan itu, jika kita membacanya secara retrospektif, adalah sikap mendua terhadap “intellectualisme” filsafat sains modern (Barat). Dasar-dasar filsafat sains memang ada dalam sistem pendidikan-pengajaran tapi tak pernah benar-benar diajarkan sebagai bagian penting pembentukan etos keilmuan siswa/mahasiswa Indonesia.

baca juga: TBM Dibuka Terbatas, Buku Dikarantina 2 Hari Setelah Dipinjam

Jika kita membaca buku Fungsi Nalar lalu menghayati pokok pemikiran Polemik Kebudayaan, kita tidak bisa mengelak untuk menyimpulkan bahwa fungsi nalar akhir terjatuh jadi polemik masalah identitas ‘bangsa Indonesia’: apakah atau bagaimana identitas bangsa Indonesia saat Indonesia jadi negara merdeka, khususnya dalam budaya immaterial akan menjadi bangsa rasional-saintifik atau bangsa berbudi-hati yang ramah dan spiritual. Fungsi nalar dalam filsafat sains yang menghasilkan teknologi modern terperosok dalam imajinasi Barat versus Timur yang tak ada gunanya. Ilmu tak ada hubungannya dengan Barat, Timur, atau identitas lainnya.

Yang tidak disadari dengan jelas untuk diterapkan dalam sistem pendidikan-pengajaran dalam polemik itu adalah bahwa nalar yang berkembang dalam institusi pendidikan-pengajaran di Barat adalah dua fungsi nalar saintifik: nalar sebagai wadah kebenaran dan nalar sebagai sarana mencari kebenaran. Dua fungsi nalar ini bukanlah identitas (Barat) sebagaimana diasumsikan dalam Polemik Kebudayaan. Seperti diejlaskan filsuf Alfred North Whitehead dalam buku ini, dua fungsi nalar itulah yang menjadi pemicu internal perkembangan sains modern yang sangat pesat di Barat. Dan itulah yang juga menjadi polemik keras dan berkepanjangan di Barat yang, setidaknya sampai pertengahan abad ke-20, yang akhirnya menghasilkan dua aliran besar filsafat ilmu: rasionalisme dan empirisme.

baca juga: Rekomendasi Buku untuk Belajar Alam Semesta, dari Sudut Sains hingga Agama
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1828 seconds (0.1#10.140)