Kesaksian Penggali Sumur Maut Lubang Buaya, Kelelahan sampai Ada yang Keracunan

Rabu, 29 September 2021 - 05:27 WIB
loading...
Kesaksian Penggali Sumur Maut Lubang Buaya, Kelelahan sampai Ada yang Keracunan
Pengangkatan enam jenderal dan seorang perwira muda TNI AD yang menjadi korban kebiadaban G30S/PKI dari sumur Lubang Buaya. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Peristiwa penculikan dan pembunuhan tujuh perwira TNI Angkatan Darat (AD) pada 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau yang dikenal dengan sebutan G30S/PKI merupakan tragedi kelam sejarah bangsa Indonesia.

Dalam peristiwa itu, tujuh perwira yang merupakan putera terbaik bangsa gugur sebagai kusuma bangsa. Mereka adalah, Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi Jenderal TNI Achmad Yani, Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi Letjen TNI R. Suprapto, dan Asisten I Menteri/Panglima AD Bidang Intelijen Letjen TNI S. Parman.

Selain itu, Deputi III Menteri/Panglima AD Bidang Perencanaan dan Pembinaan Letjen TNI MT Haryono, Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik Mayjen TNI DI Panjaitan. Kemudian, Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal AD Mayjen TNI Sutoyo Siswomihardjo dan perwira muda Letnan Satu Corps Zeni Pierre Andreas Tendean ajudan Jenderal TNI A.H. Nasution yang berhasil lolos dalam upaya penculikan tersebut.

Jenazah ketujuh perwira yang kemudian disebut sebagai Pahlawan Revolusi ini ditemukan dalam sebuah sumur tua di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur oleh Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) saat ini bernama Kopassus di bawah pimpinan Letnan Dua Sintong Panjaitan.

”Tong, di situlah daerah latihan Pemuda Rakyat, BTI, Gerwani, dan ormas PKI lainnya. Di situ kamu periksa semua karena di tempat itulah mereka disiksa. Kalau mereka dibunuh, juga di sekitar tempat itulah adanya,” perintah Komandan Kompi Tanjung Batalion 2 RPKAD Lettu Feisal Tanjung kepada Komandan Peleton 1/A Kompi Tanjung Letnan Dua Sintong Panjaitan dalam buku biografinya “Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando”.

Sintong kemudian memerintahkan anggotanya untuk menyisir dengan teliti setiap jengkal tanah di Desa Lubang Buaya, untuk mencari keberadaan para jenderal dan perwira pertama Angkatan Darat yang hilang diculik dan dibunuh oleh pasukan Pasopati dari Tjakrabirawa atas perintah Komandan Batalion I Kawal Kehormatan Tjakrabirawa Kolonel Untung pada Kamis, 30 September malam hingga Jumat, 1 Oktober 1965.

Operasi pencarian di Desa Lubang Buaya ini dilakukan berdasarkan kesaksian Agen Polisi Tingkat II Sukitman, yang sempat diculik saat berpatroli di dekat rumah D.I. Panjaitan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Namun Sukitman berhasil kabur dan melapor ke Markas Komando RPKAD di Cijantung, Jakarta Timur.

Tidak mudah bagi RPKAD menemukan lokasi penyiksaan dan pembunuhan para jenderal mengingat lokasi Desa Lubang Buaya yang sangat luas. Beberapa kali mereka menemukan gundukan tanah yang dicurigai sebagai tempat penimbunan namun ternyata gagal. Hingga akhirnya salah seorang warga desa yang ikut dalam operasi pencarian tersebut menunjukkan sebuah tempat di bawah pohon. Tempat itu semula adalah sebuah sumur namun telah ditimbun dan disamarkan. ”Jangan-jangan para korban yang dicari diceburkan di sumur itu,” gumam Sintong.

Sintong kemudian memerintahkan anggotanya Peleton I untuk menggali. Pada kedalaman 2 meter, ditemukan daun-daunan yang masih segar, batang pohon pisang dan potongan kain berwarna merah, hijau dan kuning mirip yang biasa digunakan sebagai tanda pasukan Batalion Infanteri 454/Banteng Raider dari Jawa Tengah dan Batalion Infanteri 530/Raiders dari Jawa Timur.

Saat penggalian mencapai kedalaman 8 meter, bau busuk menyengat dari dalam sumur mulai tercium. Namun demikian penggalian tetap terus dilakukan. Ketika proses penggalian berlangsung, tiba-tiba salah seorang penggali berteriak minta ditarik ke atas karena sudah tidak tahan mencium bau menyengat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2020 seconds (0.1#10.140)